Dulu, aku sering mengeluh lantaran Ibu tak punya banyak waktu untuk anaknya. Sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita bekerja, ibu memang cukup kerepotan membagi waktunya. Beliau ada di kantor sejak pagi hingga sore hari. Sesekali dapat jatah lembur, kadang membuatnya baru bisa pulang ke rumah saat menjelang malam.
Seringkali, aku iri dengan teman-temanku. Mereka yang biasa pulang sekolah dijemput ibunya, disiapkan makan siang, bahkan ditemani mengerjakan pekerjaan rumah. Ya, ketika itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti. Bahwa pilihan ibu untuk bekerja jelas punya alasan kuat dibaliknya. Bukan semata-mata demi renjana atau cita-citanya, ibu bekerja lantaran ingin membantu menopang keuangan keluarga. Ibarat harus berperan ganda, ibu berjuang untuk bisa menjalankan keduanya.
“Ah Ibu, maafkan anakmu yang dulu sempat mengeluhkan pilihanmu. Aku yang dulu pernah keliru menilai Ibu, kini mengerti betapa besarnya perjuanganmu untukku.”
ADVERTISEMENTS
Aku berdosa karena menilai Ibu secara sepihak saja. Aku tak mengira bahwa di hari-hari kerja, hati Iibu meranggas lantaran tak bisa mendampingi anaknya
Aku memang sempat kesal, bahkan marah saat Ibu tak bisa menemaniku di rumah. Tak bisa mengajariku mengerjakan PR dari sekolah, tak bisa memasakkan makanan untukku makan siang, atau memarahiku lantaran aku tak mau tidur siang.
Tapi bukankah aku sebenarnya tak tahu apa-apa? Aku tak tahu bahwa hati Ibu sesungguhnya juga terluka. Ibu pun sedih lantaran tak bisa setiap saat mendampingi buah hatinya. Menyaksikan anaknya bertumbuh dewasa setiap harinya. Melewatkan berbagai momen berharga yang jelas tak bisa diulang begitu saja.
ADVERTISEMENTS
Ibu bukannya tak punya pilihan, tapi tanggung jawab sebagai orang tua menuntunnya membuat keputusan yang dirasa paling benar
Pilihan Ibu untuk jadi ibu rumah tangga sekaligus wanita pekerja bukannya tanpa pertimbangan matang. Ayah sebagai kepala keluarga jelas tak pernah memaksa. Ibu diberi kebebasan sepenuhnya untuk memilih, apakah cukup jadi ibu rumah tangga saja, atau memilih peran ganda sebagai wanita pekerja yang membantu menopang keuangan keluarga.
Ya, ibu membuat keputusan yang menurutnya paling tepat dan paling benar. Demi bisa melihat keluarganya hidup berkecukupan, Ibu pun mantap menjalani pekerjaan sebagai pegawai kantoran. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah aku, anak yang jadi kesayangannya. Sebagai ibu yang bertanggung jawab, beliau tak akan tega jika harus melihatku hidup dalam keterbatasan dan kekurangan.
ADVERTISEMENTS
Beratnya menjalani dua peran sekaligus tak membuatnya ciut mental. Ibu tetap berjuang, tak sekalipun beliau ingin menyerah pada keadaan
Mengerjakan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita pekerja jelas membuatnya kelimpungan. Sejak pagi-pagi buta, beliau sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Setelahnya, ibu buru-buru berangkat ke kantor bersiap menuntaskan segala tugas yang diberikan oleh atasan.
Rasa lelah sudah pasti dirasakan. Stres dan perasaan tertekan pun sudah biasa beliau akrabi sehari-hari. Tapi pernahkan barang sekali Ibu mengeluh? Menyalahkan keadaan atau memojokkan Ayah yang memang tak mampu memenuhi semua kebutuhan? Tidak. Ibu hanya fokus pada apa yang sudah jadi pilihannya. Bahwa keputusan untuk bekerja bukanlah sebuah kutukan atau kesialan. Keputusan yang diambilnya dengan sadar lantaran beliau punya cinta dan kasih sayang yang begitu besar.
ADVERTISEMENTS
Padatnya rutinitas kantor tak membuat ibu lupa pada tugas utama, perkara nilai-nilai moral dan budi pekerti selalu beliau sampaikan pada anaknya
Ibu boleh jadi punya prestasi dikantornya. Berbagai tugas yang diberikan atasan selalu bisa diselesaikan dengan sempurna. Beliau adalah pekerja keras yang tahu betapa pentingnya menuntaskan tugas-tugasnya secara cerdas. Saat dihantam masalah atau kesulitan, beliau pun tak mudah menyerah atau menyalahkan keadaan. Ibu justru semakin gigih berjuang agar segala sesuatunya bisa dituntaskan.
Tapi betapa hebatnya Ibu di luar sana, beliau tak pernah lalai pada tugas-tugas utamanya. Ibu selalu berusaha menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Mulai dari memperhatikan tugas anaknya, mengamati kegiatan anak-anaknya sehari-hari, hingga mengajarkan perkara nilai moral dan budi pekerti. Adakah sedikit bagian dari sosok Ibu yang pantas dicela? Tidak. Bagaimana pun, Ibu sudah berjuang, berusaha menempa dirinya sendiri agar bisa jadi Ibu yang sempurna bagi anak-anaknya.
ADVERTISEMENTS
Bagiku, ibu adalah pahlawan. Perjuangan yang beliau lakukan demi anak dan keluarga jelas tak perlu lagi diragukan
Jika aku harus memilih seseorang yang paling aku hargai di dunia ini, dia adalah Ibuku. Ibu pantas mendapat predikat sebagai pahlawan dalam hidupku. Apa yang beliau perjuangan tak lain hanyalah demi anak dan keluarga yang disayanginya. Segala perkerjaan rumah bisa dituntaskan dan berbagai kewajiban kantor pun beliau selesaikan.
Ah, Ibu betapa aku malu lantaran dulu pernah meragukan dirimu. Kini aku mengerti bahwa segala jerih payah dan perjuangan Ibu memang pantas dihargai. Aku pun berjanji akan jadi anakmu yang paling berbakti. Aku berjanji akan meniru pilihanmu, menjadi ibu rumah tangga sekaligus wanita pekerja demi anak dan keluarga kecilku kelak.
“Terima kasih bu, betapa aku tak akan sanggup membalas semua jasa-jasamu.”