Bagi yang sudah terbiasa, bilang “tidak” dan menolak permintaan orang lain bukan hal yang sulit. Tapi bagi sebagian yang lain, berkata tidak dan menolak harus melalui pertentangan batin yang luar biasa. Ada rasa takut untuk membuat orang lain kecewa dan tak senang. Takut dibenci, dan barangkali takut dibicarakan di belakang.
Membuat orang lain senang memang menyenangkaan. Selain rasa sungkan bila membuat kecewa, barangkali ada juga rasa bangga karena merasa berguna. Namun menjadi berguna tidak harus seperti itu caranya. Apalagi kalau sampai mengorbankan diri sendiri. Untuk kamu yang masih sering bimbang dan terlalu ngoyo menyenangkan semua orang, beberapa hal ini bisa menjadi pengingat untuk berhenti mulai dari sekarang.
ADVERTISEMENTS
1. Sebaik apa pun kita pada orang, bukan jaminan dia akan berlaku sama. Jadi, sewajarnya saja
Mungkin kita termasuk orang yang berpikir sederhana. Jika kamu rela melakukan apa pun untuk orang lain, maka mereka akan melakukan hal yang sama. Tapi kenyataannya tidak selalu seperti itu. Kamu akan kecewa bila suatu saat mendapati sikapmu selama ini tidak dibalas sebagaimana mestinya. Tapi kamu toh tak bisa menuntut apa-apa, sebab kita tak bisa mengatur bagaimana orang lain harus bersikap juga ‘kan?
ADVERTISEMENTS
2. Ironis memang, sebab manusia terkadang pandai mengambil kesempatan. Bisa-bisa kamu justru dimanfaatkan
Bukan suudzon atau berpikir negatif, namun kebanyakan orang memang senang mengambil kesempatan. Saat kamu menjadi sosok yang selalu berkata “ya”, rela dimintai tolong orang lain terus-terusan, otomatis kamu akan selalu diandalkan. Ini dan itu semua diserahkan padamu, karena tahu toh kamu tak pernah bisa menolaknya. Karena tahu kamu rela mengesampingkan kepentingan sendiri demi orang lain. Kalau lama-lama kasihan dirimu juga kan?
ADVERTISEMENTS
3. Senang dan sedih itu perasaan yang sangat personal. Hubungannya dengan diri sendiri, dan orang lain tak bisa tentukan
Pernahkah kamu merasa bingung kenapa orang bisa salah menangkap perkataanmu? Niatnya nggak menyindir, tapi dia malah merasa tersindir. Nggak ada niat melukai, tapi dia justru sakit hati? Memang begitulah, senang dan sedih itu sifatnya sangat personal. Seseorang bisa merasa sakit hati karena mengizinkan dirinya untuk sakit hati dan sebaliknya. Apa yang kamu lakukan bisa diterima dengan cara yang berbeda.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu bukan malaikat ataupun Tuhan. Faktanya, kamu memang tak akan pernah bisa menyenangkan semua orang
Ketika membuat sebuah keputusan terkait banyak orang, kita pasti ingin bisa mengakomodasi kesenangan semua orang. Satu orang saja yang tak senang, bisa sangat membebani perasaan. Pun saat kita melakukan sesuatu atau meluncurkan karya. Inginnya bisa diterima dengan gembira oleh semua orang, padahal sampai kapan pun kita tak akan bisa menyenangkan semua orang. Tak perlu terlalu ngoyo, kamu tidak ditakdirkan membahagiakan semuanya.
ADVERTISEMENTS
5. Sekuat apapun kamu berusaha menyenangkan orang lain, mereka akan cari celah untuk kritik dan hujatan
Baiklah, mungkin kamu merasa dengan membuat semua orang senang, lantas mereka akan berhenti memperbincangkanmu di belakang. Belum tentu juga. Sama seperti sebuah acara resepsi. Sehebat apa pun kita mengaturnya, sesempurna apa pun yang kita persiapkan, pasti ada saja yang berkomentar tentang kateringnya, dekorasinya, atau mungkin lokasi gedungnya. Mencari celah untuk dikritik dan dihujat itu pasti ada saja.
ADVERTISEMENTS
6. Perasaan orang lain bukan tanggung jawabmu, apalagi kuasamu. Tak perlu merasa gagal bila tak bisa memenuhi itu
Perasaan orang lain dan kesenangan mereka tidak pernah menjadi tanggung jawabmu. Yang bisa kamu lakukan adalah sebisa mungkin tidak menyakiti orang lain, namun tidak lantas membuatmu wajib membuat mereka senang. Yang menjadi tanggung jawabmu adalah perasaan dan kebahagiaanmu sendiri. Seperti kata Kunto Aji dalam lagu Sulung: “Yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri…”
7. Membuat orang lain senang memang menyenangkan. Tapi ingatlah bahwa kebahagiaanmu sendiri adalah yang terpenting untuk diperhatikan
Barangkali kita sering lupa bahwa kita adalah manusia dengan segala keterbatasan. Yang hanya punya dua tangan dan tak selalu bisa melakukan banyak hal. Terlalu sibuk menyenangkan orang lain, membuat kita lupa akan tanggung jawab besar, yaitu mengusahakan kebahagaan dan kepentingan sendiri. Padahal kita tahu pasti, mustahil menggantungkan hal yang satu ini kepada orang lain.
Kita memang harus bersikap baik dan menghargai. Namun menghargai dan bersikap baik tidak sama dengan selalu berusaha menyenangkan dan menempatkan kepentingannya di atas segala-galanya. Terlalu ngoyo menyenangkan orang lain akan berimbas pada kurangnya rasa sayang dan penghargaan terhadap dirimu sendiri. Padahal kalau bukan diri sendiri, siapa lagi yang akan menyayangi diri kita?