“Dengar-dengar Vina sudah diangkat manager ya, Ris? Wah, kamu jangan mau kalah dong. Masa’ kamu yang cowok jabatannya lebih rendah?”
Ada orang berceloteh seperti itu karena menganggapnya gurauan. Ada pula yang mengutarakannya sebagai lecutan agar kamu lebih semangat dalam bekerja. Yang mereka tidak tahu, yang mereka tidak rasakan, adalah kamu tak menganggapnya sebagai gurauan. Pekerjaanmu dan hubunganmu adalah dua hal yang kamu seriusi.
Memiliki perempuan yang cerdas, mandiri, dan cantik tentu merupakan anugerah indah yang kamu rasakan saat ini. Tak hanya puas mendapatkannya, tentu kamu ingin senantiasa membanggakannya. Sebagai laki-laki, kamu tentu ingin bisa selalu menjaganya dan terlihat hebat di matanya. Namun, kenyataannya dia yang memang sempurna untukmu itu lebih beruntung dalam kariernya. Pangkatnya yang melejit diikuti pula dengan penghasilannya yang semakin tinggi.
Dan sebenarnya, itu tidak apa-apa.
ADVERTISEMENTS
Di tempat kerja, kamu merasa telah bekerja sangat maksimal. Mulai dari menyelesaikan tugas tepat, lembur sampai begadang, sampai memaksa masuk kerja walau sakit
Seusai lulus kuliah, kamu mendapat pekerjaan yang kamu impikan. Kamu sangat giat sekali bekerja. Tugas-tugas kamu selesaikan tepat waktu, bahkan sering kamu selesaikan sebelum deadline. Bukan sekali dua kali kamu lembur sampai tidak tidur agar target tercapai, pokoknya kantor serasa rumah ke dua bagimu. Pada saat kondisimu kurang fit pun kamu tetap bekerja meskipun tidak semaksimal biasanya, kamu tetap ingin menyelesaikan pekerjaanmu.
Sayangnya, prestasimu ini belum bisa mencuri perhatian atasanmu. Sudah beberapa tahun bekerja, kamu tetap karyawan biasa. Belum ada tanggung jawab memimpin suatu proyek yang bisa menantangmu — entah kenapa.
ADVERTISEMENTS
Saat perempuanmu mulai dipanggil “Ibu” oleh rekan kantornya, kamu masih disebut dengan nama. Datang dan pulang dari kantor seperti biasa, tanpa meninggalkan jejak di mata atasanmu.
Di sisi lain, perempuanmu sedikit demi sedikit sudah mulai melangkah ke posisi yang lebih menjanjikan. Tentu saja, gajinya pun juga meningkat. Sebenarnya, kamu tidak pernah keberatan dengan keadaan seperti itu. Kamu justru bangga karena dia memperoleh posisi yang layak untuknya.
Namun, perasaan ‘cemburu’ kerap kali muncul ketika kamu menjemputnya untuk pulang bersama dari kantor. Kamu melihat beberapa orang di kantornya menyapanya dengan hormat. Dia begitu berwibawa. Kamu mulai membandingkan dengan dirimu saat di kantor. Kamu yang datang, bekerja dengan baik, dan pulang begitu saja. Tak ada apresiasi dari rekan-rekan apalagi atasan.
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya, perempuanmu tak pernah mempermasalahkan kondisi ini. Kamu hanya gelisah dengan gengsimu sebagai laki-laki
Selayaknya dulu, saat kalian masih kuliah, perempuanmu tetap sama. Dia tetap menerimamu apa adanya. Tak ada juga sedikit pun perlakuannya yang berubah kepadamu. Saat makan di luar, dia tahu dimana yang pas untuk dompetmu. Dia pun tetap menjaga wibawamu dengan tidak sok membayari ini itu. Kamu tetap lelaki hebat di matanya.
Meski demikian, itu tak membuatmu berhenti gelisah. Gengsimu sebagai laki-laki selalu saja datang mengalahkan segalanya. Kamu kerap kali membayangkan hal-hal buruk karena kondisi ini. Tak jarang kamu berandai-andai kalau saja dia tidak usah bekerja.
Kecurigaan lain semakin menyiksamu, bagaimana kalau dia bertemu lelaki yang jauh lebih mapan darimu.?
Pikiran buruk pun datang mengganggumu. Kamu mulai berpikir bagaimana jika hadir laki-laki lain yang lebih mapan darimu dan merebut perempuanmu. Mungkin itu atasannya? Dan daripada kamu, hei, pikirkanlah: kenapa dia harus memilihmu daripada atasannya yang “lebih” dari segala sisi?
ADVERTISEMENTS
Mulut orang-orang pun, sadar tak sadar, menjadikan kalian bahan pembicaraan.
Pikiranmu yang kacau itu semakin keruh dengan celoteh orang-orang yang justru tidak begitu kenal dengan kalian. Kalian pun jadi bahan gosip murahan yang menjengkelkan.
“Itu pacarnya Bu Inge? Kok gitu ya? Hehe…”
ADVERTISEMENTS
Orangtua perempuanmu pun tak jarang menyindir tentang statusmu
Keadaan semakin menyebalkan ketika orang tuanya sering kali menyindir kondisi keuanganmu ketika bertemu. Tak bisa marah kepada mereka, kamu hanya tertunduk dan mencoba sabar mendengar celotehnya yang kamu tahu itu sebuah nasehat. Kamu tetap sabar karena kamu tahu mereka hanya ingin yang terbaik untuk buah hatinya.
ADVERTISEMENTS
Satu hal yang selalu membuatmu tenang. Perempuanmu tetap mecintaimu apa adanya. Dia justru terus menyemangatimu untuk bekerja.
“Mas Anjar ini sedang masa percobaan, Pa. Kalau di kantornya Mas Anjar ‘kan perusahaan besar memang ketat seleksinya soalnya tanggung jawabnya besar. Beda kalau di tempat aku, cuma kantor kecil.”
Di tengah orang tuanya yang panjang lebar menasehatimu, dia justru membelamu. Hanya dia yang memang bisa membuatmu tenang saat ini. Setiap hari, dia selalu berkata bahwa dia sangat senang melihatmu giat bekerja. Kamu tahu saat ini pekerjaanya jauh lebih menyibukan, tapi dia tak pernah lupa mengirim pesan untuk menyemangitimu setiap pagi.
Seklise apapun, rezeki memang sudah ada yang mengatur. Yang harus kamu lakukan hanyalah bersyukur karena masih diberi rezeki.
Seperti pepatah yang mengatakan “rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau”, kamu mulai sadar apa yang kamu miliki saat ini belum tentu dimiliki orang lain. Saat kamu galau karena perempuanmu berpenghasilan lebih tinggi, ada orang di luar sana yang berharap pasangannya turut bekerja tak hanya menuntut saja. Saat kamu mengeluh pekerjaanmu tak juga mendapat apresiasi dari atasan, ada banyak orang di luar sana yang masih mencari pekerjaan.
Kamu pun mulai sadar, rezeki memang sudah ada porsinya masing-masing. Saat ini, kamu mungkin hanya diberi secukupnya agar kamu mampu menghargai setiap jerih payahmu kelak. Agar kamu dapat menggunakan apa yang kamu punya lebih bijak kelak. Yang perlu kamu lakukan hanyalah bersyukur karena kamu mungkin jauh lebih beruntung dari orang lain.
Kembali bekerja dengan ikhlas tanpa perlu berpikiran negatif. Pada saatnya nanti kamu yang selalu bekerja keras pasti dapat merasakan buahnya.
Kamu pun mulai sadar. Tak ada gunanya terus menerus mengutuk keadaan. Yang hanya menimbulkan engergi negatif dan membuat tidak produktif. Kamu pun kembali ke kantor dengan semangat baru. Satu hal yang kamu yakini, selalu ada buah yang dihasilkan dari bekerja keras.
Tidak apa-apa saat ini dia berpendapatan lebih tinggi.
Kamu sedang berjuang untuk bisa mengimbangi.