“Ih, kok dia cepet banget sih naik jabatannya. Kerjaan yang berat beres semua lagi. Kok bisa ya? Jangan-jangan…”
Ketika kawanmu sukses, sudah seharusnya kamu ikut senang melihat prestasinya. Kerja keras yang sudah ia kerahkan selama ini berbuah juga. Namun apa jadinya bila kamu malah ragu, curiga, dan tak percaya? Hati-hati! Bisa jadi kamu sudah dihinggapi rasa iri.
Iri sesungguhnya wajar dan manusiawi. Tapi saat perasaan itu sudah tak terkendali, bisa-bisa kamu jadi manusia yang tak kamu kenal lagi. Kamu yang tadinya tulus dan baik hati, mulai menyindir atau menggosipkan kawanmu yang lebih sukses. Kamu yang tadinya bersemangat untuk mencetak kesuksesan yang sama jadi merasa diperlakukan tidak adil dan terus meratapi nasib. Namun rasa iri juga bisa kamu ubah menjadi bahan bakar semangatmu. Dengan cara-cara di bawah ini, ia justru mampu meroketkanmu lebih cepat mencapai kesuksesan!
ADVERTISEMENTS
1. Hembuskan napas perlahan dan akui rasa irimu. Kamu akan lepas dan bebas dari pendaman perasaan yang membelenggu.
Manusia memang tak selalu merasa ‘aman’ dan berkecukupan. Rasa iri mudah tumbuh ketika kita merasa kekurangan. Bila kamu telah terdeteksi mengidap rasa iri, cobalah jujur meskipun hanya pada dirimu sendiri. Akuilah dengan lapang dada kalau kamu memang iri dengan kawanmu. Terima bahwa penyebabnya adalah kesuksesannya yang mungkin datang lebih cepat dan lebih besar dari yang kamu sangka. Mungkin juga kamu melihatnya selalu bahagia, lengkap dengan pacar, suami/istri, pekerjaan, anak, atau orangtua yang sangat mencintai. Kamu membandingkan semua yang dia miliki dengan kekurangan diri. Perlahan, mulailah tersemai rasa iri.
Hanya memendam rasa iri dalam hati akan membuatmu lebih mudah berpura-pura bahwa kamu tidak punya rasa iri sama sekali. Rasa iri itu jadi tak diakui pemiliknya sendiri. Padahal, sesuatu yang tak diakui keberadaannya jadi sulit untuk dikontrol. Akibatnya, rasa irimu tumbuh dengan liar layaknya semak belukar.
Berbeda ketika kamu mengakui bahwa kamu memang iri. Dengan mengakuinya, kamu bisa lebih mudah menghadapi rasa iri itu. “Ah, memang benar kataku bahwa dia sukses karena curang, atau aku cuma iri aja?” “Dia memang sombong, atau aku aja yang iri?” Mengakui bahwa kita iri membuat kita berani mempertanyakan sinisisme dan prasangka yang sadar-tak sadar ada di kepala kita. Jika seseorang bisa menjadi lebih bijak dalam hidupnya, mungkin inilah rahasianya.
ADVERTISEMENTS
2. Rasa iri adalah tanda bahwa kamu tidak puas dengan kondisi pribadi saat ini. Renungi dan cari apa yang bisa diperbaiki, dibuang, dan dikurangi.
“Apa bagusnya dia dari aku? Aku kan sudah lama di organisasi ini. Aku menguasai semua hal dan mengenal semua anggota. Lah, dia?”
Meski pendapatmu bisa jadi ada benarnya, alangkah baiknya bila kamu tak terjebak menanyakan hal itu saja. Pasalnya, dengan mengajukan pertanyaan itu kamu hanya memfokuskan diri pada dia dan kesuksesannya, bukan kamu dan masa depanmu.
Coba alihkan pertanyaanmu itu menjadi sesuatu yang lebih introspektif dan berhubungan dengan dirimu:
“Apa yang harus aku perbuat lagi supaya aku bisa sesukses dia?”
“Apalagi yang perlu diperbaiki, ditambah, dan dikurangi?”
Bukankah pertanyaan-pertanyaan di atas lebih positif dan bermanfaat bagi dirimu?
ADVERTISEMENTS
3. Jangan sampai kamu sangat iri sampai berkata bahwa kesuksesan dia adalah karena keberuntungan saja. Bisa-bisa, kamu lupa bahwa kerja keras adalah kunci dari segalanya.
“Yah, dia mah sukses karena kebetulan aja. Emang rezekinya. Kalau gue belum sukses, itu bukan rezeki gue…”
Kalau kamu selamanya melihat kesuksesan sebagai sebuah kebetulan atau keberuntungan, niscaya kamu tidak akan pernah sukses karena kamu hanya akan pasrah menunggu keberuntunganmu jatuh seperti durian. Bekerja dan berusaha akan kamu percaya sebagai sesuatu yang sia-sia. Malahan kamu akan sibuk memusingkan orang lain, bukannya membanting tulang demi perbaikan diri.
Semua orang berhak untuk sukses. Ya, berhak! Kesuksesan itu sendiri diukur dan terjadi karena usaha dan kerja keras yang menginginkannya. Terus menerus menyalahkan dan membodohkan diri sendiri, meratapi nasib, sampai menyalahkan orang lain tidak akan pernah mengubah nasibmu. Semakin sering terlarut dan menganggap diri sendiri sebagai pecundang juga akan membunuh rasa percaya dirimu. Konsentrasi dan kinerja memburuk, hidup pun tidak menentramkan lagi.
ADVERTISEMENTS
4. Sebelum tenggelam dalam rasa iri, tujuan awal dan cita-citamu layak dikenang lagi. Semangatmu bisa kembali meletup-letup seperti kembang api
Ketika kamu merasa sedih dan ingin menyerah, coba ingat lagi alasan pertamamu untuk bergabung di organisasi/pekerjaan yang kini kamu tekuni. Kamu akan ingat lagi bahwa alasanmu melakukan ini adalah lebih dari pengakuan atau uang. Mungkin pekerjaanmu sekarang adalah passion yang sudah lama kamu tunggu-tunggu, mungkin kamu terjun ke sini karena fleksibiltas waktu yang diberikan perusahaan, mungkin kamu aktif di organisasi ini karena ingin melakukan sesuatu untuk sesama. Bila mengingatnya lagi, kamu akan merasa bersyukur dan bangga karena setidaknya tujuan awalmu terjun ke sini sudah tercapai. Semangatmu bisa kembali dan perasaanmu menjadi lebih baik. Konsentrasi dan fokus kerjamu akan lurus seperti pada awal mula kamu memulai pekerjaan atau kegiatanmu ini.
ADVERTISEMENTS
5. Berbagi ilmu adalah sesuatu yang positif. Memberanikan bertanya pada orang yang sukses tersebut bisa menjadi awal kesuksesan pribadimu.
Sesekali dekatilah kawan yang selama ini menjadi penyebab rasa irimu. Dekatilah dengan niat baik dan berbincanglah dengannya. Mintalah resep atau tips agar bisa menjadi sesukses kawanmu dan kamu bisa meng-copy paste rahasia suksesnya. Namun copy paste berlaku hanya sebatas usaha dan kerja kerasnya ya! Jangan karena kamu ingin sesukses kawanmu, kamu sampai mengikuti gaya berpakaian atau caranya berbicara.
ADVERTISEMENTS
6. Evaluasi itu penting. Gunakan catatan agar mengerti track record pencapaianmu dan kamu bisa tahu apakah usahamu sudah maksimal
Mulai sekarang buatlah catatan hasil kerjamu dalam sebuah buku khusus. Catatlah hasil kerja per minggu, bulan, semester, dan tahun. Setiap periode tertentu, tinjau kembali catatan-catatan tersebut. Dari catatan inilah kamu punya bukti apa saja keberhasilan kamu sejauh ini. Bila hasilnya bagus, kamu bisa menunjukkan itu pada pimpinan. Dengan menunjukkannya, kamu dapat bertanya apa yang ia pikirkan tentang kinerjamu dan mengapa kondisimu stagnan-stagnan saja. Tidak semua pimpinan mengerti betul bagaimana kinerja bawahannya. Karenanya, kamu perlu proaktif terhadap hal ini.
7. Jikalau memang ada yang janggal pada kesuksesan kawanmu itu, lakukanlah sesuatu. Mungkin ini tanda untuk bertindak tegas dan keluar dari zonamu.
Jikalau kamu telah mendekati kawanmu yang sukses itu dan malah menemukan sesuatu yang janggal — sementara hasil kerjamu yang lebih baik tidak diapresiasi dengan layak oleh pimpinan — sebaiknya kamu lebih peka terhadap situasi. Mungkin benar jika kamu telah diperlakukan tidak adil.
Kalau memang begini kasusnya, jangan terus-menerus pasrah dengan keadaan. Jika kamu tak bisa mengubahnya, yang terbaik adalah keluar dari zonamu — entah itu pindah kerja atau keluar dari organisasi tempatmu bernaung. Yang jelas, jangan ragu untuk melakukan sesuatu. Kalau terlalu lama membiarkan keadaan itu, bisa-bisa rasa iri dan sinisme lebih dulu membakarmu hingga yang tersisa hanya abu.
Rasa iri adalah sesuatu yang wajar, asal tidak berlebihan. Jika ia bisa kamu olah agar diri semakin termotivasi untuk mendongkrak prestasi, kenapa tidak?