Usia 25 tahun adalah umur yang sakral bagi banyak orang Indonesia. Di usia ini seseorang dipercaya telah mencapai tingkat kedewasaannya sebagai manusia. Maka tidak mengherankan jika di usia seperempat abad banyak perubahan dan keputusan besar yang diambil.
Sakralnya usia 25-an juga bisa menciptakan kegalauan berkepanjangan dalam diri seseorang. Krisis di usia 25-an yang sering dikenal dengan Quarter Life Crisis (krisis hidup seperempat abad) ini tidak jarang membuat seseorang mempertanyakan tujuan dan arah hidup yang sedang dijalani.
Apakah kamu anak muda yang hampir mencapai umur 25 tahun? Atau justru kamu sedang menjalani usia sakral ini? Benarkah kegalauan dan kebimbangan ini yang kamu rasakan?
ADVERTISEMENTS
1. Bimbang Belum Lulus/Bimbang “Kerja Atau S2?”
Kebimbangan soal pendidikan kerap menyapa banyak anak muda usia 25-an. Rasa bimbang ini bisa muncul dari kewajiban kuliah yang belum juga selesai (biasanya terganjal skripsi) atau juga bisa bersumber dari kebingungan apakah perlu melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya.
Di umur ini, barulah matamu tebuka soal betapa pentingnya pendidikan. Diam-diam kamu bersyukur, selama ini ayah dan ibumu getol mengingatkanmu untuk terus rajin belajar. Kalau tidak, mungkin sekarang kamu tak lebih dari remah-remah rempeyek yang tertinggal di dasar toples.
Bagi anak muda 25-an yang belum lulus kuliah, biasanya mereka akan getol berkejaran dengan waktu. Enggan di-DO dan makin malas mendengar cericit keluarga. Sementara bagi yang bimbang mau lanjut S2 atau tidak akan rajin berburu beasiswa dan menimbang-nimbang, mana yang lebih menguntungkan: mengejar karir terus atau sekolah dulu untuk sementara waktu?
ADVERTISEMENTS
2. Di Umur Ini, Kamu Akan Galau Soal Pilihan Pekerjaan
Orang tua masih gigih pada pendapat mereka, bahwa PNS adalah sebaik-baiknya pekerjaan. Sementara kamu merasa gaji yang ditawarkan oleh pekerjaan sebagai abdi negara tak sebanding dengan gaji di bidang swasta.
Kamu tak ingin kehilangan kenyamanan, tapi juga ingin mendapatkan pekerjaan yang mampu memberikan jaminan masa depan.
Di usia inilah kegalauan terbesar soal pekerjaan akan menghampirimu. Kegalauanmu naik tingkat:
“Duuh, jadi apa ya? PNS? Pegawai Swasta? Atau buka usaha sendiri?”
Sementara dulu saat kuliah kegalauanmu berkutat sebatas soal pacar, putus cinta, uang habis di tengah bulan, dan paper yang terpaksa dikerjakan dengan sistem kebut semalam.
ADVERTISEMENTS
3. Kamu Membenci Pekerjaanmu, Atau Justru Sangat Mencintainya
Selain kebimbangan soal pilihan pekerjaan, anak muda yang sudah bekerja di usia 25-an juga punya kegalauannya sendiri.
Beberapa terjebak dalam pekerjaan yang dibenci setengah mati. sisanya justru mendapatkan pekerjaan yang sudah sangat sesuai dengan kata hati. Hingga susah move-on ke pekerjaan lain yang menawarkan tingkat kesejahteraan lebih tinggi.
Dari kebimbangan hebat soal pekerjaan ini kamu akan belajar bahwa dalam hidup kamu tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kamu mau. Ada kalanya kamu harus merelakan hal yang kamu sukai demi meraih pencapaian yang jauh lebih tinggi.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu Mulai Tertekan Saat Satu Persatu Temanmu Mulai Menikah
Satu teman menikah, kamu masih datang dengan persiapan yang mumpuni. Berdandan, bawa kado, mulai memilih dan mempersiapkan baju dari sepekan sebelumnya.
Tapi keadaan berubah saat dalam satu hari kamu mulai menghadiri 2 sampai 3 undangan sekaligus. Di umur 25-an undangan menghadiri acara pernikahan memang jadi agenda rutin setiap akhir pekan.
Disadari atau tidak, melihat satu persatu teman mulai menikah sedikit banyak membuatmu tertekan. Terlebih jika kehidupan romantismu belum jelas saat itu. Rasanya seperti tertinggal.
Teman-teman sudah mulai menapaki jenjang baru kehidupan, sementara kamu masih begini-begini aja…
ADVERTISEMENTS
5. Kalau Kamu Punya Pacar, Kamu Mulai Bertanya-Tanya: “Apakah Dia Bisa Diajak Serius?”
Matamu akan melirik orang yang sering jadi pendampingmu menghadiri undangan perayaan pernikahan kawan. Sembari membayangkan bagaimana jika kamu dan dia yang duduk di pelaminan. Mungkinkah? Cocokkah kalian bersanding sebagai suami istri?
Di usia 25-an kamu akan mulai mempertanyakan kemana arah hubungan yang sedang kamu dan pacarmu jalani. Apakah dia serius padamu? Layakkah dia kamu jadikan perhentian terakhir dalam petualangan cinta? Mampukah kalian bersinergi menciptakan masa depan yang lebih baik?
ADVERTISEMENTS
6. Sementara Jika Kamu Belum Punya Pacar, Kamu Akan Getol Mencari (Dan Dicarikan)
Inilah usia saat ibu dan ayahmu tak akan lagi membatasimu berhubungan dekat dengan lawan jenis. Saat masih sekolah dan kuliah dulu, pacaran jadi larangan. Sekarang, di usiamu yang sudah 25-an kamu justru didorong dan diarahkan untuk segera menemukan dia yang bisa memberi pendampingan.
Beberapa orang akan getol mencari pasangan di usia yang satu ini. Caranya bisa macam-macam: minta dikenalkan teman, melihat buku kenangan SMA dan mencari cinta lama yang belum tercapai, sampai ikut situs perjodohan yang lazim ditemukan di internet.
Keluarga dan orang-orang terdekat pun tidak jarang campur tangan. Kamu akan sering ditawari untuk berkenalan dengan anak dari temannya Tante X atau secara tiba-tiba diberi nomor telepon keponakan teman arisan ibumu. Rasanya semesta sedang berkonspirasi untuk membebaskanmu dari status jomblo, deh!
7. Atau, Kamu Malah Jadi Malas Mengurus Soal Percintaan
Ada juga kelompok yang enggan mengurus masalah percintaan di umur yang satu ini. Urusan cinta seakan sudah berada di luar orbit kehidupan. Pemahaman macam ini bisa muncul karena kekecewaan yang datang bertubi-tubi, pun juga bisa dari pengalaman disakiti dan tersakiti.
Jika memilih untuk menutup mata pada urusan cinta, kamu akan mengalihkan kebutuhan tersebut pada berbagai saluran lain. Kamu bisa jadi seorang over-achiever di pendidikan dan karir, atau justru menumpahkan rasa cinta yang kamu miliki pada keluarga dan sesama manusia yang membutuhkan.
Usia 25-an seakan jadi momen refleksi. Menyadarkanmu bahwa cinta tak melulu perkara kemesraan sepasang manusia. Masih banyak jenis cinta lain yang bisa kamu berikan dan kamu terima.
8. Semakin Merasa Terhimpit Oleh Tekanan Keluarga
“Kamu jadi PNS aja, dong.”
“Kapan lulus?”
“Kapan nikah?”
“Pacarnya mana?”
“Kamu kerja yang mapan aja.”
Pertanyaan dan pernyataan macam di atas makin sering menyapa hari-harimu. Kamu merasa dikejar oleh waktu, ditekan dari kanan dan kiri dengan berbagai harapan yang digantungkan orang-orang terdekat padamu.
Momen ini bisa membuatmu frustrasi, rasanya apapun yang kamu lakukan tidak akan bisa membuat orang-orang tersayangmu puas.
Di titik ini akan banyak obrolan dengan diri sendiri yang terjadi dalam dirimu. Tanpa banyak suara, kamu berusaha bepikir keras untuk menemukan jalan tengah terbaik bagi tuntutan keluarga dan keinginan pribadimu.
9. Walau Kadang Kesal Pada Keluarga, Sebenarnya Kamu Ingin Membuat Mereka Bangga Dan Bahagia
Keluargamu memang banyak menuntut dan tidak jarang membuatmu sakit kepala. Namun jauh di lubuk hatimu, kamu hanya ingin membuat mereka bangga dan bahagia. Ada rasa perih dalam dirimu setiap tidak bisa memenuhi harapan-harapan yang mereka tujukan padamu.
Sebenarnya tanpa disadari, ada konflik besar yang sedang terjadi dalam dirimu. Kamu ingin ayah-ibumu tersenyum melihatmu mapan secara finansial, tapi bukan lewat jadi PNS-lah cara yang ingin kamu lakoni.
Kamu pun mau mewujudkan harapan mereka untuk memiliki cucu, tapi kamu tak ingin menikah (dan tak mungkin punya anak tentunya) — bisakah mereka menerima pilihanmu untuk melakukan adopsi?
Benturan antara keinginan pribadi dan keinginan untuk memenuhi harapan keluarga akan terus bergejolak dalam dadamu sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
10. Kamu Ingin Mandiri Dan Tidak Lagi Jadi Beban Keluarga, Tapi……
Egomu sebagai orang dewasa sudah tinggi, kamu tidak lagi nyaman bergantung pada orang lain. Kamu sudah ingin bisa mampu memenuhi berbagai kebutuhanmu sendiri, tanpa merepotkan orang tua dan keluargamu. Namun ada beberapa hal yang secara logis belum bisa kamu lakukan.
Gajimu sebagai fresh graduate belum cukup untuk DP motor atau mobil yang kamu perlukan sebagai alat transportasi sehari-hari. Sesekali orang tuamu juga masih turun tangan membantu jika kamu terkapar sakit di kamar kos sampai tidak mampu keluar beli makan.
Ada rasa tidak enak saat (lagi-lagi) harus merepotkan kedua orang tuamu yang kini kian menua. Namun dari pengalaman-pengalaman macam inilah kamu sadar bahwa kebaikan mereka tidak akan pernah bisa dibayar dengan apapun.
Seumur hidup kamu akan punya hutang budi atas jasa-jasa mereka padamu selama ini.
11. Ada Rasa Takut Kalau-Kalau Kamu Tidak Bisa Sukses
Melihat rekan sejawat di sekeliling yang nampak sudah mapan dengan hidupnya membuatmu mempertanyakan nasibmu sendiri.
Akankah kamu sesukses mereka dalam hidup? Apakah kenyamanan hidup juga bisa kamu rasakan? Haruskah kamu mengikuti apa yang mereka lakukan agar bisa mendapatkan pencapaian yang sepadan?
Di depan matamu berkelebat bayangan orang tua yang sangat ingin melihatmu sukses. Terbayang betapa banyak pengorbanan yang telah mereka berikan untukmu, betapa ingin kamu membalasnya dengan keberhasilanmu.
Namun di titik goyah pada usia 25-an ini, kamu sedang merasa tidak yakin pada kemampuan yang kamu miliki. Kamu sedang takut kemampuan dalam dirimu tidak cukup besar untuk mengantarkanmu ke pintu kesuksesan.
12. Kamu Mulai Bertanya-Tanya, “Hidup Macam Apa Sih yang Ingin Aku Jalani?”
Di usia seperempat abad ini banyak pertanyaan-pertanyaan substansial tentang kehidupan yang tiba-tiba muncul di otakmu.
Kamu mulai mempertanyakan tujuan hidup yang ingin kamu capai, gaya hidup macam apa yang ingin kamu lakoni, sampai ke kebahagiaan seperti apa yang ingin kamu raih dalam hidup.
Berkaca dari berbagai contoh nyata di depan mata, kamu pun memutuskan untuk membangun hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kamu yakini. Namun di saat bersamaan kamu pun masih merasa bimbang, belum sepenuhnya yakin bahwa jalan ini akan membawa kebaikan.
13. Galau Menjalani Idealisme vs Realita Hidup
Di masa kuliah kamu adalah aktivis anti penanaman modal asing dalam bidang energi. Kamu adalah garda terdepan yang siap melawan setiap ada perusahaan asing di bidang energi mendapatkan izin operasi di Indonesia. Pendapatmu telah kukuh, energi adalah hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak — maka sepantasnya bidang ini dikuasai oleh negara.
Namun hidup sedang berkelakar padamu, selepas lulus kamu malah diterima di perusahaan Oil and Gas asing ternama. Gaji dua digit dan berbagai tunjangan akhirnya membuatmu menyerah.
Bertolak belakangnya idealisme dan realita yang kamu jalani membuatmu bertanya-tanya, apakah keputusan yang kamu ambil ini sudah tepat? Apakah ini artinya kamu jadi pecundang karena tidak bisa mempertahankan nilai yang selama ini kamu yakini?
14. Kamu Sedih Karena Sadar Kini Temanmu Makin Berkurang
Sebelumnya kamu adalah orang yang tidak pernah kesepian, selalu ada teman yang siap mendampingi dalam setiap kesempatan. Mulai dari sekedar makan, jalan-jalan, sampai berbagi cerita ketika ada masalah.
Tapi di usiamu yang ke 25, kamu memandang daftar panjang nomor kontak teman-teman di ponselmu dan menyadari: hanya sedikit dari mereka yang terus berhubungan denganmu hingga hari ini.
Ada rasa sedih dan menyesal saat kamu akhirnya tahu bahwa beberapa ikatan pertemanan berakhir karena kealpaanmu menjaganya. Namun dari kejadian ini juga matamu terbuka, pertemanan memang membutuhkan usaha. Kamu harus menyisihkan waktu dan tenaga untuk melanggengkannya.
15. Makin Sepinya Hidup Membuatmu Rindu Pada Masa Kuliah dan Masa SMA
Kamu mulai memanggil kembali kenangan-kenangan manis semasa kuliah dan SMA. Termasuk pencapaian-pencapaian yang ada di dalamnya. Rasa-rasanya dulu kamu pernah jadi orang yang punya tujuan jelas dan berprestasi, deh. Tapi kenapa sekarang rasanya seperti kehilangan arah seperti ini sih?
16. Demi Mengatasinya, Kamu Akan Membuka Diri Pada Berbagai Tantangan Baru
Ada satu hal unik yang banyak dilakukan oleh anak muda usia 25-an. Kebanyakan dari mereka senang melakukan hal-hal menantang yang selama hidup belum pernah dilakukan.
Atau, jadi getol menggiati hobi yang selama ini hanya dilakoni setengah hati. Hal ini dilakukan demi membuat sisi kosong dalam dirinya kembali “penuh”.
Rasa sepi karena teman-teman main mulai menipis digantikan oleh keceriaan traveling bareng teman kantor. Rasa lelah dari pekerjaan yang menumpuk dibayar dengan membeli pernak-pernik hobi yang selama ini diidamkan. Selalu ada cara untuk mengakali pahitnya kehidupan.
17. Pada Akhirnya Kamu Sadar, Ini Hanya Salah Satu Fase yang Harus Dilewati Demi Membentukmu Jadi Pribadi yang Lebih Awesome!
Akhirnya kamu sadar, krisis seperempat abad ini adalah hal yang tak terhindarkan dalam kehidupan. Lulus dari krisis ini berarti kamu sudah siap menghadapi ujian-ujian lain yang akan kembali menghadangmu nanti.
So, chill aja! Ini cuma cara Tuhan mendidikmu biar jadi lebih awesome nantinya.
Jika saat ini kamu sedang menghadapi krisis seperempat abad ini, dijalani saja ya guys! Tenang dan lakukan yang terbaik. Kalau sudah tiba waktunya, pasti ada pelajaran yang bisa kamu dapatkan kok dari pengalaman ini.