Putri Adila Binti Raja Abdullah adalah salah satu dari sedikit wanita bangsawan Saudi yang berani tampil di depan publik. Fokus aksi publiknya? Perjuangan hak-hak wanita dan anak-anak. Dan jangan kaget, Putri Adila tidak memakai niqab — hanya abaya warna-warni dengan selendang yang memperlihatkan dengan bangga sebagian rambut coklatnya.
Putri Adila mulai dikenal di luar negeri setelah wawancaranya di tahun 2010 dengan media Prancis Le Figaro. Dalam wawancara tersebut, Putri Adila membahas perubahan-perubahan yang diharapkannya terjadi di negeri yang dicintainya itu:
ADVERTISEMENTS
Sudah berapa lama Anda aktif di tengah masyarakat Saudi?
13 tahun.
ADVERTISEMENTS
Seberapa jauh, menurut Anda, masyarakat Saudi bisa berubah?
Wah, saya tak tahu apakah bijak bagi kita untuk memberi batasan. Yang jelas, kami para perempuan masih bisa lebih aktif lagi di begitu banyak bidang. Sekarang kami fokus untuk mengubah hukum yang berlaku disini agar lebih ramah wanita: di bidang pernikahan, pendidikan, pekerjaan…
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Masalah apa yang paling mendesak untuk ditangani di Saudi?
Di negeri ini, para wanita hidup dengan sistem wali (untuk hal seperti traveling atau bahkan operasi medis, mereka harus minta izin suami atau ayah mereka sebelum melakukannya–red.) Sistem ini sebenarnya tidak selalu dituruti, karena beberapa politisi juga tak menyetujui atau memedulikannya. Namun, mungkin ada lebih banyak hal yang masih bisa dilakukan tentang ini.
Saya juga khawatir pada kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak. Baru-baru ini ada anak umur 12 yang menikah dengan pria berusia 80 tahun…itu adalah salah satu bentuk kekerasan.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Jadi, tidak ada hukum di Saudi yang mengatur umur minimal untuk menikah?
Untuk saat ini belum ada. Kami sedang mengusahakannya. Dalam hal ini, saya mendapatkan bantuan dari para pemuka agama beserta ayah saya, Raja Abdullah.
Apakah perubahan masyarakat Saudi terjadi secepat yang Anda harapkan?
Perubahan sosial di Arab Saudi biasanya dipicu oleh keputusan dari atas, dari mereka yang berkuasa. Tentu kita perlu bersabar sebelum beberapa hal benar-benar berubah. Yang penting kita mulai harus bisa membedakan yang mana yang tradisi, dan yang mana yang memang anjuran agama.
Di Prancis, ada larangan memakai jilbab yang menutupi wajah. Bagaimana Anda menanggapi larangan ini?
Menutupi muka dengan jilbab adalah tradisi, bukan anjuran agama. Di Arab Saudi sendiri, para wanita bisa memilih mau menutup wajah, menutup rambut mereka saja, atau sekedar menyampirkan selendang di kepalanya seperti saya. Semua kembali ke masing-masing orang. Semuanya, setahu saya, Islami.
Saya juga merasa menutup seluruh wajah itu sah-sah saja — apa salahnya kalau memang itu dilakukan secara sukarela? Kecuali kalau – demi keamanan – wajah seseorang memang harus dibiarkan terbuka…
Bagaimana pendapat Anda tentang tradisi Saudi yang memisahkan pria dan wanita di tempat umum?
Saya sebenarnya tak melihat bahaya berarti kalau tradisi ini berubah, asalkan pria dan wanita bisa menghormati satu sama lain. Apalagi, sistem yang tegas memisahkan pria dan wanita di Saudi sudah dihapus di tempat seperti rumah sakit dan Masjidil Haram. Tapi tentu ini harus dilakukan perlahan-lahan, dibarengi dengan dikuatkannya hukum anti-pelecehan seksual.
…dan tentang larangan wanita untuk menyetir?
Ah, bukan tempat saya untuk menentukan apakah itu boleh atau tidak. Tapi, kalau wanita sudah biasa berurusan dengan produk teknologi modern lainnya, kenapa tidak dengan mobil?
Pertanyaan terakhir: apakah menurut Anda Facebook itu berbahaya?
Haha, sekarang anak-anak saya selalu main Facebook! Waktu mereka masih kecil dulu, saya selalu mengawasi pemakaian internet mereka. Tapi sekarang, saya harus mulai percaya kalau mereka tidak akan aneh-aneh. Yang bisa kita lakukan sebagai orang tua hanyalah menanamkan nilai-nilai dasar pada anak. Ini tentu tak sama dengan mengekang mereka!