Ujian dan cobaan bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Hidup yang sempurna bisa mendadak suram. Itulah yang dialami oleh Takalah, seorang pria asal Singapura yang dikenal sebagai pria dengan otak setengah.
Kecelakaan hebat dialaminya pada tahun 1994 membuatnya menderita berbagai cidera. Seorang warganet dengan akun twitter @SP1DERBOI membagikan pertemuannya dengan Takalah saat menaiki MRT. Dalam pertemuan itu, Takalah bercerita bahwa kini ia hanya memiliki setengah otak saja akibat kecelakaan hebat yang dialaminya. Bahkan dokter memprediksi kemungkinannya selamat dan pulih hanya 0,1%. Namun, pada akhirnya Takalah bertahan. Perjuangannya untuk bisa pulih patut dijadikan pelajaran.
Tampan, berbakat, dan cerdas, Takalah adalah tipe-tipe cowok idaman kaum hawa. Hidupnya sempurna sebelum kecelakaan hebat merengut itu semua
Nama aslinya adalah Tan Kok Liang. Dikutip dari Mashable, Takalah adalah pemuda yang bergelimang prestasi di tahun 1994. Ia menguasai berbagai bidang olahraga seperti tinju, renang, rock climbing, panahan, dan juga menerima penghargaan di bidang Mechanical and Production Engineering. Tak cukup di situ, Takalah juga berhasil mengalahkan 7000 kandidat lain untuk bekerja di sebuah perusahaan multinasional.
Sayangnya, Takalah harus mengalami kecelakaan hebat seminggu sebelum mulai bekerja. Motor yang dikendarainya bertabrakan dengan sebuah mobil polisi, membuat Takalah terpental sejauh 70 meter, menghantam aspal, dan di sinilah hidupnya berubah.
3 tulang iganya patah, kehilangan banyak darah, amnesia permanen, cidera otak, adalah beberapa di antara banyak cidera yang dialami Takalah
Akibat dari kecelakaan itu, banyak sekali cidera yang dialami oleh takalah. 3 tulang iganya patah, dan tim medis harus melakukan rekonstruksi wajah. Sebelah mata kirinya buta, bahu terkilir, dan kehilangan sepertiga darah. Tak hanya itu, Takalah juga mengalami amnesia permanen, penurunan daya ingat, dan kehilangan daya cium. Dengan berbagai upaya penyelamatan dan perawatan yang super rumit, Takalah selamat. Namun, ia harus terbangun dalam kondisi lupa segalanya. Termasuk cara bicara. Takalah seperti bayi baru lahir yang harus mempelajari segala aspek kehidupan dari awal.
Seolah itu belum cukup, ketika Takalah sedang berjuang untuk hidup, sang ayah meninggal setelah mengalami serangan jantung. Takalah meyakini bahwa sang ayah sengaja tidak menjalani operasi jantung karena memilih mengalokasikan uang untuk biaya penyembuhan Takalah. Ketika mengetahui hal ini sekitar 5 kemudian, Takalah yang dihantui rasa bersalah pun sempat berpikir untuk bunuh diri.
Perlahan-lahan, Takalah bangkit dan “belajar lagi” dari awal. Bahkan Takalah melanjutkan pendidikan S2 dan kini berprofesi sebagai guru
Keinginan untuk menyerah itu lenyap karena Takalah menyadari bahwa sang ayah telah mengorbankan hidup untuk membayar utang-utangnya. Karenanya, Takalah bertekad untuk selamat dan menjadi lebih baik setiap harinya. Dengan berbagai upaya pemulihan dan dengan setengah otaknya yang tertinggal, Takalah terus maju untuk mempelajari ulang segala hal yang sudah ia lupakan.
Enam bulan setelah kecelakaan, Takalah mulai kembali bekerja. Mulai dari tukang bersih-bersih, staf warung makan, sampai guru. Tentu saja ini tak mudah, karena kecelakaan itu membuat Takalah bermasalah dengan memorinya. Namun, Takalah tidak menyerah kok. Bahkan pada tahun 2003, Takalah melanjutkan Pascasarjana Diploma dalam Ilmu Kesehatan akuisisi Cedera Otak di Universitas La Trobe, Melbourne.
Saat ini, Takalah yang berusia 46 tahun menjadi motivator. Ia juga menjadi guru relawan di beberapa sekolah anak. Selain itu, berkaca dari stock darah di rumah sakit yang menyelamatkan hidupnya, kini Takalah juga mendonorkan darahnya secara rutin agar bisa membantu orang yang membutuhkan. Tak hanya itu, Takalah juga bercita-cita untuk membangun membangun sebuah komunitas untuk para penderita cidera otak agar bisa saling menyemangati.
Terkadang hidup memang tak terduga. Apa yang terlihat sempurna, bisa tiba-tiba dibalik begitu saja
Apa yang dialami Takalah tentu menggambarkan bagaimana hidup bekerja. Terkadang yang hari ini terlihat cerah, bahagia, mentereng, besok belum tentu masih akan sama. Sebab hal-hal baik belum tentu berjalan selamanya. Karenanya, barangkali kita perlu bersiap dengan segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Sulit memang, namun bukan mustahil untuk dihadapi.
Cobaan yang datang bertubi-tubi sering membuat kita lelah dan ingin menyerah. Namun, ingat bahwa kita berharga dan kita selalu punya harapan untuk hidup
Dalam hidup sehari-hari, mungkin cobaan bisa datang bertubi-tubi. Belum selesai satu, sudah datang yang baru. Saat sesuatu yang keliru coba dibenahi, justru semakin keliru. Di momen seperti ini, mungkin terbersit rasa sangat lelah dan ingin berhenti hidup agar berhenti pula semua derita. Jangan terburu-buru mengambil jalan pintas. Ingat saja bahwa kamu berharga, dan ada banyak orang yang menginginkan kamu tetap ada. Lagipula, cobaan itu membuktikan bahwa Tuhan menganggapmu mampu menerima dan bangkit dengan luar biasa.
Ketidakmungkinan bukanlah akhir dari segalanya. Kita bisa melawannya dengan sikap keras kepala dan semangat yang membara
Dalam mengejar cita-cita, seringkali kita dihadapkan pada berbagai kesulitan. Halangan membuat kita berpikir mustahil untuk berhasil. Namun, kisah Takalah mengajarkan bahwa ketidakmungkinan bukanlah sesuatu yang final. Bahkan hanya dengan bermodal 0,1 kemungkinan selamat, pada akhirnya Takalah berhasil mengatasi itu semua. Bahkan dengan segala keterbatasannya saat ini, Takalah berhasil menjadi sosok yang terus berjuang dan menginspirasi. Bukti bahwa ketidakmungkinan kalah dengan semangat yang membaya, ya kan?
Semoga kisah hidup Takalah ini bisa menambah optimisme dalam diri sendiri. Kepada kamu yang tengah menghadapi berbagai ujian hidup, tetap bertahan, dan yakinlah bahwa kamu bisa melewatinya dengan gilang gemilang. Semangat ya~