Nama artis Aida Saskia mendadak mencuat beberapa hari ini. Aida Saskia baru saja melakukan prank bunuh diri hari Senin (9/12) kemarin dan menayangkannya secara live di akun Instagram-nya. Dalam tayangan tersebut, Aida nampak meminum cairan pembersih. Kontan followersnya cemas dan berusaha mencegah agar Aida tidak melakukan niatnya. Beberapa hari kemudian baik Aida dan manajernya, mengakui bahwa hal itu hanya prank alias bercanda, untuk seru-seruan semata.
Bisa dimengerti bagaimana warganet mengamuk setelah mengetahui fakta ini. Caci maki pun datang ke akun media sosial Aida Saskia. Sudah jelas bahwa bunuh diri bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan bercandaan. Bahkan psikolog pun menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Aida itu sangat berbahaya, karena bisa ditiru oleh anak kecil. Lantas saya juga ingat tentang prank ojol yang beberapa waktu lalu sempat marak. Prank oh prank … tidak bisakah kita bercanda dengan biasa-biasa saja?
Yang sudah-sudah, prank begitu mudah ditiru dan diduplikasi. Apa yang dilakukan Aida bisa saja diikui oleh orang lain
Yang namanya trend, pasti akan diikuti. Apalagi kalau bisa viral dan mengundang popularitas. Belum lama kemarin prank ojol sering terjadi. Berawal dari satu orang, viral, lalu banyak yang kemudian mengikuti. Bayangkan bila prank bunuh diri ini juga akan diikuti oleh orang lain. Terutama orang-orang yang tidak benar-benar mengerti bahwa apa yang dilakukan itu sangat berbahaya?
Di luar itu, hasrat bunuh diri itu bisa “menular”. Karena mempertontonkan hal ini bisa memberi dampak buruk pada orang lain juga
Disamping “menular” sebagai prank, bunuh diri juga bisa “menular”. Bukan menular seperti virus penyakit, tetapi ketika seseorang bunuh diri, hal itu bisa mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Terutama bagi mereka yang sudah memiliki bibit-bibit depresi ataupun lingkungan yang berpotensi untuk membangkitkan suicidal thought-nya. Gambar, cerita, ataupun tayangan tentang bunuh diri dinilai berpengaruh cukup besar.
Beberapa waktu lalu, peneliti mengungkapkan bahwa angka bunuh diri para remaja laki-laki di Amerika mengalami peningkatan sebesar 28,9 %. Tepatnya setelah penanyangan musim pertama serial TV “13 Reasons Why”. Seperti yang kita tahu, 13 Reasons Why mengisahkan tentang seorang remaja perempuan yang bunuh diri dan meninggalkan 13 rekaman kaset. Menurut peneliti, cerita-cerita yang mempromosikan tentang perilaku bunuh diri secara berlebihan bisa mempengaruhi orang untuk melakukan hal yang sama.
Ada banyak yang benar-benar bertarung dengan hasrat ingin mati. Menjadikan bunuh diri sebagai prank jelas menyinggung hati
Dari segi mana pun menjadikan bunuh diri sebagai prank dan seru-seruan itu tidak etis dan tidak pantas. Isu bunuh diri dan kesehatan mental bukan isapan jempol belaka. Tentunya kabar duka dua artis Korea, Sully dan Go Ara, yang melakukan bunuh diri masih sangat lekat dalam ingatan kita. Di luar itu, isu kesehatan mental sangat membutuhkan banyak perhatian.
Di luar sana kita tahu ada banyak orang yang sedang bertarung dengan hasrat ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Di luar sana, ada banyak orang yang merasa berada di kotak tertutup nan gelap dan tertatih-tatih mencari jalan keluar. Menjadikan bunuh diri sebagai prank, tentu sama dengan mengolok-olok perjuangan mereka untuk tetap bisa bertahan hidup di tengah tekanan yang dialami.
Prank mempengaruhi pendapat masyarakat juga. Betapa sedihnya jika nanti ada orang yang benar-benar mencoba bunuh diri lantas ditanya: ini prank atau bukan?
Dampak lainnya, menjadikan bunuh diri sebagai prank juga mengikis kepercayaan orang-orang terhadap kasus serupa. Bayangkan saja bila nanti seseorang yang benar-benar bertarung yang nyaris kalah dengan depresi yang dideritanya, dengan sisa-sisa semangatnya meminta pertolongan dan berharap untuk dihentikan, malah ditanyai: Ini prank atau bukan? Lalu orang-orang yang minta pertolongan atas depresi yang dideritanya dibilang sekadar lebay dan caper atau malah panjat sosial semata. Sebab dunia konten viral ini sudah memburamkan batas antara yang serius dan bercanda.
Namun, merundung Aida Saskia tentu bukan hal yang tepat. Karena kita tidak pernah tahu apa yang ia hadapi di luar lensa kamera
Apakah dengan kejadian ini, lantas kita harus beramai-ramai menghujat Aida Saskia? Terima kasih kepada warganet yang masih bisa berpikir positif, ketika sangat sulit untuk berpikir positif atas apa yang dilakukan oleh sang artis. Namun, lagi-lagi kita harus menyadari bahwa kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi dengan hidup orang lain.
Aida memang mengakui bahwa hal itu hanya prank alias pura-pura, tapi siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang tahu tekanan apa yang dihadapi Aida setiap harinya? Apalagi sang manajer menuturkan bahwa sebelumnya Aida memang sempat dua kali percobaan bunuh diri. Jikalau hal ini benar, semoga Aida Saskia diberikan kekuatan untuk bertahan atas persoalan apa pun yang dihadapi.
Tidak bisakah kita bercanda dengan hal yang wajar-wajar saja? Ataukah semuanya diperbolehkan atas nama konten semata?
Terlepas apa yang sebenarnya terjadi, materi prank semakin hari semakin aneh saja. Saya jadi bertanya-tanya, apa sih tujuan dari prank? Apakah ingin membuat orang tertawa? Bila iya, mengapa harus memakai cara “yang jahat” untuk membuat orang tertawa? Apakah kita tidak bisa bercanda dengan biasa-biasa saja, seperti anak kecil yang bercanda memanggil temannya dengan nama Bapaknya, misalnya. Ataukah memang tujuan dari semua ini murni untuk konten? Bila ya, miris sekali bila atas nama konten segala hal seolah diwajarkan.
Ada banyak cara untuk “seru-seruan” dan menghibur orang. Namun, bunuh diri bukanlah sesuatu yang bisa ditertawakan, sebab di luar sana ada banyak yang benar-benar harus berusaha keras agar tidak mengambil tali dan mengakhiri hidupnya sendiri.
Depresi bukan sesuatu yang bisa dianggap angin lalu. Teruntuk kamu yang sedang berjuang menghadapi masalah, atau kamu yang pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupmu sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan kepada ahlinya. Kamu bisa menghubungi Yayasan Pulih di (021) 78842580 atau di Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes di 021-500-454. Ingatlah, bahwa dunia ini masih mengharapkan kehadiranmu. Percayalah, kamu tidak sendiri. Semangat!