Dalam hidup setiap manusia terdapat tingkatan-tingkatan usia. Setiap tingkatan memiliki ekspektasi dan konsekuensi yang berbeda-beda. Ketika usiamu baru sepuluh, ekspektasi serta yang konsekuensi yang harus kamu hadapi mungkin sebatas nilai rapor dan teman sepermainan di sekolah. Ketika usiamu 25, kenyataan dan masalah yang kamu hadapi juga berubah.
Banyak yang mengira usia 25 adalah usia emas. Saat di mana seseorang telah matang dari segi finansial, cita-cita, serta emosi. Kesiapan untuk hidup serius sebagai orang tua begitu saja dibebankan kepadamu saat usiamu sudah 25. Tidak heran bahwa kamu pun punya ekspektasi yang tinggi pada usia seperempat abad ini.
Kenyataannya? Tidak semudah itu. 25 tahun adalah angka yang begitu keramat. Apa yang dicita-citakan dan apa yang didapatkan seringnya tidak sependapat.
ADVERTISEMENTS
1. Dulu kamu pikir usia 25 adalah paripurna segala kebimbangan. Nyatanya, justru inilah gerbang dari segala bimbang yang harus kamu alami
Label galau dan bimbang mudah saja disematkan kepada remaja. Usia-usia muda nan labil, yang bingung menentukan segalanya. Mereka banyak tidak tahu mulai dari cita-cita, apa tujuan yang ingin dicapai, juga apa hal yang ingin dilakukan. Berbeda saat usia sudah menginjak 25. Kamu yang dianggap sudah sepenuhnya dewasa, seharusnya sudah melepaskan segala kebimbangan dan melangkah ke depan dengan mantap.
Kenyataannya tentu tidak semudah itu. Usia 25 justru menjadi pintu gerbang dari segala jenis kebimbanganmu. Saat remaja, kebimbanganmu kecil. Karena bagaimanapun bebanmu sebatas PR matematika. Saat ini, kebimbanganmu menjadi-jadi, karena seiring usiamu bertambah, tuntutan beban di pundakmu juga meningkat. Sementara faktanya, hidupmu masih belum banyak berubah.
ADVERTISEMENTS
2. Mandiri secara finansial sudah kamu idam-idamkan sejak muda. Nyatanya, seringkali karier dan penghasilanmu masih minim juga
Bila dulu kamu membayangkan di usiamu yang 25 kamu sudah bergelimang harta hasil kerja keras, punya karir yang cemerlang, serta membanggakan kedua orang tua, mungkin saat ini kamu harus menggigit jari. Keinginan itu tentu masih ada. Tapi apa daya, tidak selamanya kenyataan mau diajak kompakan. Hal-hal itu masih dalam angan. Saat ini, kamu justru masih berjuang di titik bawah. Berusaha bekerja dengan posisi yang rendah dan penghasilan sekadarnya. Menjadi karyawan biasa yang pergi pagi, pulang malam, dan selalu menunggu tanggal gajian.
ADVERTISEMENTS
3. Tuntutan antara melanjutkan pendidikan dan kebutuhan akan finansial sering menjadi bahan kegalauan
Tentunya hidup selalu punya pilihan. Kamu yang sudah menjadi sarjana sering dihadapkan pada dilema untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 atau bekerja dulu. Bila menuruti kata hati, tentunya kamu ingin S2 dulu. Dengan ilmu yang tinggi, tentu kamu lebih siap menghadapi kerasnya dunia. Tapi kebutuhan akan finansial seringnya tidak bisa dibohongi. Ingin terus menodong orangtua juga rasanya tidak tega.
Akhirnya kamu memutuskan untuk bekerja dulu, sambil menyiapkan diri untuk S2. Sayangnya, dunia kerja tidak seindah yang kamu kira. Waktumu sudah tersita semua untuk pekerjaan bagaimana bisa mempersiapkan diri untuk pendidikan? Itulah kenyataan, hidup selepas kuliah seringnya meleset dari bayangan.
ADVERTISEMENTS
4. Dulu targetmu adalah menyelesaikan S2 sebelum usia dua lima. Nyatanya, beasiswa belum berhasil kamu kantungi juga
Dalam bayangan dirimu yang masih muda, usia 25 kamu sudah menggenggam segalanya. Setidaknya kamu sudah menggenggam dua gelar di belakang namamu yang kamu peroleh dengan beasiswa. Sayangnya, mencari beasiswa memang tidak mudah. Apalagi bila dilakukan sambil kerja. Yang sering terjadi, usahamu mempersiapkan diri melanjutkan S2 terganjal padatnya dunia kerja. Bertahun-tahun sudah berlalu dari hari kamu diwisuda. Beasiswa untuk S2 yang kamu harapkan belum terlihat juga.
ADVERTISEMENTS
5. Kamu kira, usia 25 adalah sematang-matangnya cita-cita. Tapi banyak juga yang belum tahu apa tujuan hidupnya
Mengakui bahwa saat ini kegalauanmu sama besarnya dengan anak SMA tentu tidak mudah. Tapi bagaimana bila kenyataannya memang demikian? Usia 25 bukan jaminan kamu sudah tahu pasti apa yang akan kamu lakukan dengan hidupmu kelak. Dulu kamu tahu apa yang kamu mau. Orang menyebutnya passion, dan kamu bertekad mengejarnya demi hidup yang bahagia.
Tapi dunia terkadang memang menyebalkan. Pekerjaan di bidang yang kamu inginkan ternyata tidak pernah ada di lowongan. Kamu terjebak di pekerjaan yang sebenarnya kurang kamu suka, dan semata-mata menjalaninya bagai rutinitas. Bila ditanya apa cita-citamu kelak, kamu jadi bimbang bagaimana menjawabnya. Bahkan terkadang pekerjaan yang sesuai passion dan keinginan harus dilupakan, karena kenyataan yang tidak sejalan.
ADVERTISEMENTS
6. Rumah, mobil, dan segala yang kamu janjikan ke orangtua masih angan-angan semata. Nyatanya, penghasilanmu hanya cukup untuk diri sendiri saja
Membahagiakan orang tua jelas menjadi mimpi setiap anak. Meski tidak pernah bisa membalas kasih orangtua yang sepanjang masa, setidaknya kamu pasti ingin memenuhi semua kebutuhan ayah dan ibu yang sudah berusaha keras untukmu di masa lalu. Di hari tua ini, seharusnya mereka duduk saja menyaksikan kesuksesan sang anak. Kenyataannya, mimpi itu harus kamu simpan dulu rapat-rapat.
Kini fokus pertamamu tentu untuk bertahan hidup mandiri dengan penghasilan yang sedikit. Jika kamu belum bisa memenuhi kebutuhan orangtua, setidaknya kamu tidak lagi merepotkan mereka. Usia 25 yang digadang-gadang menjadi usia emas, ternyata menyimpan kenyataan pahit. Tapi tak apa, banyak orang yang mengalaminya.
7. Walau sudah 25, urusan pernikahan tidak segampang yang kamu pikirkan. Sementara keluarga terus mendesak minta kepastian kapan
Di usia ini kamu juga harus berakrab-akrab dengan pertanyaan “Calonnya mana? Kapan nikah?”. Dulu kamu pasti tidak pernah memikirkannya. Dalam benakmu yang masih hijau, memang sudah seharusnya usia 25 dijadikan pijakan untuk melangkah ke kehidupan yang baru, sebagai suami atau istri seseorang.
Nyatanya setelah kamu dewasa, persoalan pernikahan tidak semudah itu. Kamu punya segudang pertimbangan untuk calon pasangan sehidup semati, yang tidak mungkin mampir di benak remajamu dulu. Tapi keluarga dan sekelilingmu tidak mau tahu. Desakan pada tanggal pasti selalu kamu dapatkan. Alasanmu untuk fokus mengejar cita-cita dulu tentu tidak masuk di akal.
8.Banyak hal yang harus direlakan, banyak yang harus dipertanggung-jawabkan. Memang, usia 25 tidak semudah yang kamu bayangkan
Memasuki usia 25, sama artinya memasuki babak baru dalam kehidupan. Ada orang yang beruntung, sehingga tinggal melanjutkan saja apa yang telah ada karena dunia bersikap baik padanya. Tapi ada juga yang harus menata ulang segalanya.
Di usia yang sudah matang ini, banyak hal yang berubah. Banyak yang tidak lagi sesederhana saat kamu masih remaja. Banyak idealisme dan pemikiran yang harus direlakan karena tidak mungkin lagi diterapkan. Tidak perlu asing dengan duniamu saat ini. Sebab sebenarnya bukan dunia yang berubah, melainkan cara pandangmu terhadapnya yang berubah.
9. Jatuh bangun berusaha dengan segala kekecewaan yang datang menerpa adalah hal biasa. Toh usiamu baru dua lima~
Bila usia 25-mu diwarnai penyesalan karena banyak hal yang meleset dari rencana, sama. Bila usia 25-mu diwarnai dengan pertanyaan mengapa kamu yang sudah berusaha sekuat tenaga tapi masih belum bisa beranjak ke level selanjutnya juga, sama. Bila usia 25-mu diwarnai dengan kekhawatiran tentang masa depan yang suram karena sejak sekarang kamu masih belum punya tujuan yang jelas, sama. Jatuh bangun dan kekecewaan itu hal biasa. Kesalahan dan kegagalan juga hal yang normal, toh usiamu baru 25.
10. Sebagian orang berhenti mencari di usia 25, sebagian baru mulai mencari. Apa yang kamu lakukan saat ini adalah bagian dari pendewasaan diri
Setiap orang memiliki garis hidupnya sendiri. Ada yang sudah matang dan dan tinggal melanjutkan, ada yang baru memulai langkah pertama. Ada yang sudah nyaman di tempatnya saat ini, ada yang resah dan merasa bukan di situ tempatnya seharusnya. Tidak perlu mengikuti standar orang lain. Melanjutkan atau memulai langkah baru, semua itu adalah pilihanmu. Bagian dari pendewasaan yang kamu alami. Bila kesuksesan belum terlihat juga, sabar. Namanya usaha pasti ada prosesnya.
Di usia 25, kamu akan banyak belajar untuk berdamai dengan kenyataan. Belajar menerima apa yang tersaji di depan mata. Meski banyak hal yang mungkin mengecewakan, tapi usia 25 menyimpan harta karun di bawah sana. Tinggal bagaimana usahamu menemukannya, dan mengasahnya menjadi modal kekayaan. Tidak perlu kecil hati bila merasa belum apa-apa sebagai manusia. Kenyataannya, banyak juga yang mengalami hal yang sama. Kamu, dia, dan mereka, hanya sedang menjalani satu babak dalam kehidupan. Bagaimana ending-nya, kita tentu belum tahu jawabannya.