Jabatan pemimpin tak hanya disandang oleh mereka yang diberi amanah sebagai kepala negara. Pemimpin juga bisa berarti mereka yang mengepalai keluarga, menjadi ketua organisasi di kampusnya, atau manager di kantor. Tapi, tidak semua dari orang-orang ini adalah pemimpin sejati. Banyak juga dari mereka yang tak lebih dari sekedar tukang suruh yang terlegitimasi posisi.
Bagaimana kamu tahu bahwa yang memimpinmu selama ini adalah pemimpin sejati, bukan sekadar tukang suruh terlegitimasi? Ada beberapa hal yang membedakan mereka. Contoh saja hal-hal di bawah ini:
ADVERTISEMENTS
1. Yang paling penting bagi si tukang suruh adalah aspirasi dan idenya disetujui. Apakah itu yang terbaik bagi organisasi, ia tak peduli.
Pemimpin sejati tahu kenapa ia ditempatkan di posisi teratas di perusahaan. Bukan karena ia bisa segalanya, namun karena ia mampu mendorong bawahannya mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Dihormati oleh orang-orang yang ia bawahi, ia menggunakan pengaruhnya untuk mempertahankan dan menunjang kekompakan tim. Oleh karena itu, wajar jika seorang pemimpin sejati memiliki sifat mau mendengar dan mampu berkompromi.
Sifat mau mendengar dan mampu berkompromi inilah yang membedakan mereka dengan tukang suruh. Tukang suruh hanya fokus berusaha untuk mewujudkan ide-ide yang mereka punya. Apakah ide-ide dan keinginan itu benar-benar yang terbaik bagi kepentingan organisasi? Entah mereka percaya bahwa jawabannya ‘iya’, atau mereka tidak peduli. Yang penting, keinginan pribadi terpenuhi.
ADVERTISEMENTS
2. Pemimpin sejati akan berlaku jujur. Hati, tangan, dan mulutnya bicara dengan bahasa yang sama.
Begitu mudah untuk menyampaikan sesuatu dengan mulut kita. Kalimat inspiratif dan motivasional bisa meluncur begitu saja karena lidah tak bertulang. Sementara sangat sulit untuk menyelaraskan apa yang kita katakan dengan apa yang tangan kita lakukan. Sama sulitnya dengan mencocokkan kata-kata kita dengan apa yang sebenarnya ada di dalam hati kita.
Banyak pemimpin yang mengutarakan kalimat manis tanpa benar-benar memaksudkannya, entah itu berupa janji atau pujian kepada bawahan. Apa yang ada di hatinya belum tentu sama dengan apa yang keluar dari mulutnya. Demikian pula ketika ada yang bertanya apa yang ia pikirkan tentang sesuatu, yang disampaikannya hanyalah kalimat retorika yang kadang tak bermakna apa-apa. Ini sama sekali bukan sikap pemimpin sejati. Saat seseorang tak bisa jujur mengatakan sesuatu dengan hati, bisa jadi sebenarnya ia hanyalah tukang suruh.
ADVERTISEMENTS
3. Pemimpin sejati bersikap tegas bukan untuk menakut-nakuti. Itu hanya demi kepentingan organisasi.
Sebagian dari kita akan beranggapan bahwa sifat tegas identik dengan sifat galak. Namun sebenarnya kedua sifat ini sama sekali berbeda. Tegas yang dimaksud adalah mereka yang berjiwa pemimpin mampu membuat keputusan yang cepat dan tepat tanpa harus bertele-tele. Mereka juga tak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak luar yang berusaha untuk menghambat kemajuan negeri maupun organisasi.
Coba kita bayangkan jika seandainya pimpinan negara, atau Manager di kantor kita tidak memiliki ketegasan. Hasilnya sudah dapat kita pastikan bahwa perusahaan tempat kita bekerja lambat laun akan mengalami kemunduran atau bahkan kebangkrutan.
ADVERTISEMENTS
4. Mereka mengemban tanggung jawab yang begitu besarnya. Jangan heran jika pemimpin sejati bekerja lebih keras daripada yang dipimpinnya.
Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh para pemimpin membuat mereka harus rela mengesampingkan kepentingan pribadi mereka. Mereka selalu mengedepankan urusan yang melibatkan kesejahteraan rakyat maupun karyawan. Tak heran jika mereka memiliki kesibukan ekstra tinggi.
Oleh karena itu, tak jarang jika pemimpin selalu “lebih” daripada para bawahan. Mereka bekerja lebih keras, berpikir lebih dalam, dan memiliki waktu luang yang lebih sedikit. Itu semata-mata karena mereka merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan para bawahan mereka. Jangan heran jika para bawahan ini bersikap segan. Mereka tahu bahwa sekeras apapun mereka bekerja, pemimpin mereka ini bekerja lebih keras lagi.
ADVERTISEMENTS
5. Pemimpin juga harus cerdas. Kecerdasan ini tak dibuktikan dengan IPK tinggi, melainkan kemampuan menyelesaikan konflik yang mumpuni
Sebuah masalah maupun konflik yang terjadi dalam suatu organisasi memang tak dapat dihindarkan. Seorang pemimpin yang cerdas harus mampu menyelesaiakan masalah-masalah tersebut dengan sigap dan cekatan dan meminimalisir resiko yang mungkin terjadi.
Bayangkan jika bos kita di kantor adalah orang yang tak cerdas, sudah bisa dipastikan dia akan mudah terpengaruh oleh omongan orang lain. Bahkan bukan tidak mungkin dia akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Lagipula, maukah kita dipimipin oleh mereka yang tak begitu cerdas?
ADVERTISEMENTS
6. Ia paham dirinya mesti bisa diandalkan. Ketika masalah menghadang, pemimpin sejati akan maju di barisan paling depan.
Jika kita mau melihat sejarah, kita akan menyaksikan justru komandan dan panglima selalu ada di garis paling depan untuk memimpin perang. Mereka berbuat demikian untuk meningkatkan kepercayaan diri para prajurit agar mereka tak gentar dalam menghadapi peperangan.
Tentu ini tak berlaku lagi di masa sekarang. Presiden dan perdana menteri justru harus dijaga agar tidak ikut di barisan depan perang. Namun, tidak turun berperang langsung bukan berarti mereka lepas tangan. Winston Churchill dalam Perang Dunia II, misalnya, memegang peran kunci dalam mengembangkan strategi perang, menggalang dukungan politik, menenangkan masyarakat Inggris, sampai mendesain perjanjian damai. Ia tahu ia mesti bisa diandalkan. Ketika rakyat mendengar pidatonya di radio, mereka mendengar harapan.
7. Pemimpin sejati akan berusaha bersikap bijaksana. Tukang suruh hobi memaksakan kehendaknya.
Kebijaksanaan tak hanya harus dimiliki oleh mereka para filsuf, guru, maupun pemuka agama. Kebijaksanaan wajib ada pada diri setiap individu, tak terkecuali seorang pemimpin. Jika seorang individu tak memiliki sifat yang bijaksana, maka ia akan bertindak semena-mena dalam menjalankan roda kepemimpinan.
Mereka tak ubahnya seorang tirani maupun diktator yang suka memaksakan kehendak kepada orang lain. Tak jarang dalam menjalankan kepemimpinannya, mereka akan menghalalkan segala cara. Pemimpin yang memiliki sifat seperti ini tak akan bertahan lama berada di ujung tombak kepemimpinan. Sudah banyak contoh tukang suruh yang berakhir gagal. Hitler adalah salah satu contoh di antaranya.
8. Mereka sadar bahwa mereka bukanlah orang yang paling tahu segalanya. Oleh karenanya, mereka selalu mau membuka telinga.
Pemimpin sejati menyadari betul bahwa mereka bukanlah orang sempurna yang serba tahu. Alih-alih menebak-nebak jawaban, mereka justru tak malu mengatakan bahwa mereka memang tidak tahu. Hal tersebut-lah yang membuat mereka selalu terbuka dengan ide-ide baru, mau menerima saran dari orang lain, serta mendengarkan dengan seksama kritik yang datang kepada mereka.
Jika bos kamu tak memiliki satupun sifat-sifat diatas, mungkin kamu perlu mencari bos lain 🙂