Ninuk adalah seorang perawat berusia 37 tahun. Selama hidupnya, dia begitu bahagia karena bisa menekuni profesi yang dicintainya. Setiap hari Ninuk merawat pasien-pasien di rumah sakit. Walau dirinya sendiri lelah, dia tak pernah begitu saja menyerah. Ninuk selalu berusaha agar para pasien merasa aman dan nyaman. Baginya, kesembuhan mereka adalah penghargaan yang tak terkira.
Namun siapa sangka, ternyata Ninuk harus mengembuskan napas terakhirnya setelah bekerja keras di rumah sakit. Dia menjadi perawat pertama di Indonesia yang tercatat meninggal karena virus corona yang mematikan. Mari simak kisah Ninuk selengkapnya agar kita bisa memahami perjuangannya.
Tanpa kenal lelah, Ninuk merawat para pasien setiap harinya. Siapa sangka dia malah tertular virus corona dan akhirnya meninggal dunia
“Yah, aku positif Covid-19… masih bisa hidup nggak aku ya?” tanya Ninuk pada suaminya pada 10 Maret silam, seperti dikutip dari BBC.
Ninuk telah mengabdi sebagai perawat selama 12 tahun di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dia selalu berusaha kuat demi pasien-pasien yang dirawatnya. Namun pada awal Maret; Ninuk tumbang karena mengalami kelelahan yang teramat sangat, demam hingga 39 derajat Celcius, diare, sampai sesak napas. Dia pun akhirnya dirawat di rumah sakit tempatnya bekerja.
Di ranjang IGD, Ninuk kesulitan bernapas sehingga harus dibantu ventilator. Dia mengeluh pinggangnya terasa nyeri. Tubuh wanita ini juga tak hentinya berpeluh dan hidungnya terus berair. Untunglah dia ditemani sang suami tercinta. Pria yang bernama Arul itu menyeka keringat Ninuk dan mencoba meredakan nyeri pinggangnya dengan obat gosok. Dia juga tak henti-hentinya menyemangati sang istri. Namun siapa sangka, ternyata itulah momen terakhir mereka berdua.
Keesokan harinya, keluarga Ninuk dilarang untuk bertemu dengannya. Sebab Ninuk dipindahkan dari RSCM ke RSPI Sulianto Saroso, yakni rumah sakit rujukan corona di Jakarta. Dia diisolasi di sana tanpa keluarganya. Dalam kesendirian, Ninuk pun mengembuskan napas terakhirnya pada 12 Maret.
Ninuk diduga tertular corona saat bekerja di rumah sakit. Tempatnya bekerja bukan rumah sakit rujukan, dia memang diketahui tak memakai pakaian pelindung
“Saya hidup untuk orang yang saya sayangi dan mati untuk orang yang saya sayangi, termasuk untuk profesi saya,” kata Ninuk semasa hidupnya.
Wanita ini giat bekerja di RSCM sebelum jatuh sakit. Dia juga tengah mengambil kuliah D-4 keperawatan di Jakarta Selatan dan menjalani praktik lapangan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat. Padahal Ninuk tinggal di Cikarang, Bekasi. Sehari-hari dia harus menempuh perjalanan jauh dengan kereta commuter line.
Sang suami menduga kalau Ninuk tertular virus corona di RSCM atau RS Grogol. Sepengetahuan Arul, Ninuk memang tak memakai Alat Pelindung Diri (APD) selama menangani pasien. Sebab pemerintah memang baru mengumumkan kasus corona pertama pada 2 Maret silam. Sebelum itu, Ninuk bertugas tanpa mengetahui apakah pasiennya terkena virus corona atau tidak. Apalagi RSCM tempatnya bekerja bukanlah rumah sakit rujukan virus tersebut.
Selain itu, Ninuk sempat dikabarkan tertular virus corona setelah merawat seorang WNA Korea Selatan pada Februari. Pasien tersebut menunjukkan gejala Covid-19, tetapi RSCM enggan mengonfirmasinya walau tak membantah. Pemerintah juga tak mau membuka keterangan seputar kasusnya. Namun kalaupun selidiki, hasilnya sudah terlambat bagi Ninuk. Dia telanjur berpulang dan meninggalkan suami serta anak-anaknya setelah mengabdi pada profesinya.
Sungguh sedih rasanya karena perawat seperti Ninuk sudah bekerja setulus dan setotalnya, tetapi belum bisa dilidungi sebaik-baiknya
Menurut laporan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ninuk adalah perawat pertama yang meninggal karena virus corona. Belum lagi berita sejumlah dokter gugur dalam pandemi Covid-19 sebagaimana kerap dibagikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) seminggu terakhir. Di Jakarta saja, hingga artikel ini ditulis, sudah ada setidaknya 61 tenaga medis yang positif terjangkit virus corona.
Rasanya sedih sekaligus terharu karena mereka meninggal di tengah pengabdian. Para dokter dan perawat ini telah bekerja tulus dan total untuk merawat pasien-pasien. Setiap hari mereka menantang maut untuk menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa. Namun sayangnya, mereka sendiri belum bisa dilindungi sepenuhnya.
Kini dengan begitu banyaknya tenaga medis yang tengah berjuang keras di garda terdepan, sudah sepatutnya perlindungan mereka jadi prioritas paling utama
Berinteraksi langsung dengan pasien membuat para tenaga medis berisiko besar untuk tertular virus corona. Agar tetap aman, mereka membutuhkan APD yang layak. Mulai dari masker bedah, masker N95, pelindung wajah, kacamata goggle, pakaian pelindung, hingga cover sepatu. Namun sayangnya, kini persediaan APD telah menipis. Banyak tenaga medis yang berusaha berhemat dengan hanya menggantinya sekali sehari, sampai-sampai mereka tidak makan dan ke toilet selama bekerja berjam-jam.
Namun kondisi itu bukanlah yang paling buruk. Saking langkanya, banyak dokter dan perawat yang kehabisan APD. Sebagian terpaksa mengganti masker bedah dengan masker kain, juga mengganti baju pelindung dengan jas hujan. Bahkan ada yang terpaksa tak mengenakannya saat merawat pasien. Padahal mungkin, mereka masih harus berjuang hingga berminggu-minggu kemudian.
Melindungi tenaga medis dengan APD yang memadai, sudah seharusnya kini jadi prioritas utama. Pemerintah harus memastikan ketersediaan pasokan APD bagi tenaga medis supaya ini tidak jadi misi bunuh diri karena mereka harus ‘maju perang tanpa senjata’. Selain wajib mengikuti imbauan untuk tetap #dirumahaja untuk memperlambat laju penyebaran virus, kita juga bisa ikut berdonasi membeli atau membuat APD untuk tenaga medis. Yuk ikut berdonasi untuk melindung tenaga medis di laman KitaBisa ini. Mari pastikan mereka mendapat perlidungan yang layak dan memadai. Kalau mereka tidak aman, siapa coba yang akan melindungi kita dari pandemi ini?