Masa-masa SMP dan SMA jadi waktu yang paling menyenangkan bagi kebanyakan anak muda Indonesia. Bagaimana tidak, di masa-masa sekolah itu kita sudah cukup tahu caranya bersenang-senang tapi juga belum dibebani terlalu banyak tanggung jawab.
Usia remaja sepanjang SMP dan SMA jadi momentum pembentukan jati diri. Kamu yang sekarang adalah hasil dari apa yang kamu lakukan saat remaja. Ada nggak sih hal yang kamu harap pernah kamu lakukan atau tidak kamu lakukan semasa ini? Apakah hal-hal dibawah ini salah satunya?
ADVERTISEMENTS
1. Tujuan Utamamu Saat Itu Ingin Jadi Anak Populer
Masuk geng gaul, jadi anak yang dikenal, diidolakan banyak cewek dan cowok di sekolah jadi harapan kebanyakan remaja. Populer dan gaul adalah pencapaian tertinggi bagi mayoritas anak SMP dan SMA. Ini hal yang wajar banget dialami oleh remaja, karena secara natural remaja memang gemar jadi pusat perhatian.
Kamu berharap jadi orang yang dibicarakan oleh anak-anak lain, diidolakan bahkan ditiru gaya berpakaiannya. Populer jadi satu-satunya tujuanmu semasa sekolah. Seakan masa depanmu ditentukan oleh kepopuleran diantara teman-teman.
Padahal kalau kamu lihat lagi sekarang, jadi populer semasa sekolah gak ada artinya dibanding punya prestasi dan pencapaian. Seandainya aja dulu kamu gak terobsesi jadi populer…
ADVERTISEMENTS
2. Cuma Mau Berteman Sama Mereka yang Juga Kamu Anggap ‘Populer‘
Lingkaran pertemanan itu ibarat rantai makanan di sekolah. Dengan siapa kamu berteman secara otomatis akan menentukan strata sosialmu. Kalau kamu bisa temenan sama dia yang gaul otomatis kamu akan dianggap gaul. Begitu pula kalau kamu bergaul dengan anak-anak kutu buku. Walau kamu asyik, kamu akan tetap dianggap nerd yang gak gaul.
Ketakutan masuk ke lingkaran yang salah membuat kamu jadi orang yang pilih-pilih teman. Kamu nggak mau berteman dengan seseorang hanya karena anggapan lingkungan yang disematkan padanya. Padahal belum tentu stigma dan predikat itu benar, loh.
Seiring waktu, kamu akan sadar bahwa pertemanan itu perkara kecocokan dan usaha untuk terus memberi perhatian ditengah kesibukan.
Teman-temanmu yang gaul juga sekarang tampak biasa aja. Beberapa dari kalian bahkan sudah tidak berteman. Betapa dulu kamu menutup kesempatan untuk mendapatkan teman yang sebenarnya hanya demi predikat “gaul”.
ADVERTISEMENTS
3. Jadi Orang yang Mem-Bully Anak-Anak yang Dianggap Nggak Gaul
Kamu jadi salah satu orang yang mengejek mereka yang dianggap gak gaul di sekolah. Tidak hanya membicarakannya dibelakang, kamu juga jadi orang yang secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukamu pada mereka. Padahal kalau dipikir lagi mereka ada salah apaan sih ke kamu?
Kamu ambil bagian dalam proses pengikisan penghargaan diri seorang individu. Hanya karena dia tidak bergabung di ekstrakulikuler favorit bukan berarti dia gak asyik. Hanya karena dia tidak mengenakan pakaian sesuai mode bukan berarti dia pantas diejek.
Lagipula udah sebaik apa sih dirimu sampai kamu bisa punya otoritas untuk mengejek mereka?
Ketika anak-anak yang dulu dianggap sebelah mata itu jadi orang yang lebih sukses dari kamu dan teman-teman gaulmu, baru deh kalian akan diam. Kalau kamu masih sekolah dan punya kebiasaan ini mendingan hentikan deh sebelum menghabiskan waktu untuk hal yang jahat dan sia-sia.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu Jadi Korban Bully tapi Tidak Berani Melawan
Semasa remaja kamu tunduk pada konsepsi ideal soal manusia macam apa yang akan diterima oleh masyarakat. Kamu, dengan kebiasaan dan kegemaran unik, sayangnya tidak masuk di dalamnya. Alhasil sepanjang masa remaja kamu dihadapkan pada nyinyiran dan ejekan, hanya karena kamu berbeda.
Dimasa itu kamu hanya diam dan menerima semua yang mereka katakan. Padahal dalam hati kamu kesal dan ingin meledak. Apa hubungannya sih suka melukis terus dicap jadi anak aneh?
Setelah dewasa kamu merasa harusnya dulu kamu lebih bisa membela diri dan menunjukkan bahwa siapapun dan apapun kamu tidak sepantasnya membuat orang lain bisa merendahkanmu.
ADVERTISEMENTS
5. Lebih Banyak Main-Main Dibanding Serius Belajar
Coba deh tengok lagi nilai-nilaimu semasa sekolah. Itu apa kabarnya bisa dapat nilai Matematika 3? Gimana bisa kamu jadi langganan remidi setiap ujian Kimia? Sampai sekarang kamu masih suka salah pakai grammar Bahasa Inggris? Dulu di sekolah ngapain aja bro?
Semasa remaja sekolah bukan jadi tempatmu menuntut ilmu, tapi justru jadi tempat untuk senang-senang dan ketemu teman. Bukannya mendengarkan guru, kamu malah asyik bercanda di kelas, bolos dan ngerokok di kantin lalu mengabaikan apa yang mereka sampaikan.
Padahal bisa saja nasibmu berubah seandainya dulu kamu lebih rajin belajar. Biasanya penyesalan karena kurang serius di bidang akademis muncul saat kamu gagal di penerimaan universitas yang sudah kamu incar sejak lama. Atau saat teman-temanmu tahu hal yang sudah diajarkan semasa SMA, tapi kamu gak ingat apa-apa.
ADVERTISEMENTS
6. Gagal Masuk Jurusan Impian Karena Belajar Pakai Sistem Kebut Semalam
Hatimu patah saat pengumuman penerimaan mahasiswa baru keluar. Impianmu untuk bisa kuliah di jurusan dan universitas idaman pupus. Kamu tidak diterima di program studi yang paling kamu idamkan selama ini.
Tidak hanya sedih dan kecewa, tapi kamu juga terus menyalahkan diri sendiri. Sebenarnya kamu yakin kalau kamu mampu, kamu hanya kurang bisa memanfaatkan waktumu dengan baik. Dari 3 tahun sekolah kamu hanya belajar sungguh-sungguh di satu tahun terakhir. Sisanya? Buat main-main, bolos dan pacaran.
Jika saja 3 tahun sekolahmu dimanfaatkan dengan baik, jurusan idaman itu pasti bisa tergenggam tangan. Yeah, seandainya.
7. Tidak Memanfaatkan Waktu untuk Menambah Kemampuan
Kalau kamu tengok lagi sekarang, waktu remajamu seakan menguap begitu saja. Entah untuk apa. 6 tahun masa sekolah tidak menghasilkan apapun untukmu. Kamu nggak jadi jago olahraga, tidak menambah keterampilanmu berbahasa, kamu juga bukan anak yang pintar secara akademis.
Terus, 6 tahun itu kamu manfaatkan buat apa?
Kebanyakan dari kita memang menyia-nyiakan masa remaja dengan kegiatan dan kecemasan yang nggak penting. Waktu nongkrong-nongkrong gak jelas sepulang sekolah itu seharusnya bisa dipakai untuk ikut les bahasa asing.
Energi untuk galau karena mikirin cewek yang kamu taksir habis-habisan selama 3 tahun itu harusnya bisa dimanfaatkan untuk jadi panitia pensi. Masa sekolah adalah waktu dimana kamu paling bebas bereksplorasi. Tapi apa yang kamu dapatkan dari masa remajamu hari ini?
8. Terbiasa Menyontek
Meniru jawaban teman, menyembunyikan buku di laci, SMS-an pakai kode sampai mengirimkan sandi jawaban lewat gerakan tangan jadi hal yang akrab banget sepanjang masa remajamu. Menyontek adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perjalananmu semasa sekolah. Kalau gak nyontek, gak afdol deh pokoknya.
Tanpa kamu sadari kebiasaan satu ini membuatmu jadi orang yang menggampangkan segala sesuatu. Kamu jadi lupa bahwa hasil yang baik selalu didapat dari kerja keras, bukan lewat jalan pintas yang mudah.
Saat kamu mulai kuliah dan tugas-tugasnya menuntutmu menggunakan kemampuan analisis baru deh kamu sadar bahwa kebiasaan menyontek hanya menumpulkan otakmu.
9. Menghabiskan Waktu untuk Mengurusi Cinta-Cintaan yang Nggak Penting
Naksir sama lawan jenis, pengen nyoba pacaran, jalan berduaan malu-malu jadi hal yang dialami oleh setiap remaja. Dan bagi kamu yang pernah merasakan cinta semasa SMP dan SMA pasti merasa jadi orang yang gaul banget deh. Teman-temanmu belum punya pacar, eh kamu udah punya duluan.
Sayangnya urusan hati ini memakan banyak waktu dan tenagamu. Kamu melewatkan kesempatan untuk jadi panitia pensi karena gak bisa ikut rapat sepulang sekolah, pacarmu sudah menunggu untuk jalan bareng ke mall. Kamu nggak punya banyak teman lawan jenis karena pacarmu melarang.
Padahal sekarang teman-teman SMP dan SMA mu jadi orang hebat di bidangnya masing-masing.
Sekarang kamu sudah putus dari pacarmu yang kamu perjuangkan mati-matian semasa sekolah. Kalau saja waktu bisa diulang, kamu akan menyingkirkan dulu masalah cinta-cintaan di usia remaja. Lebih baik kamu fokus pada pengembangan diri. Toh kalau kamu berkualitas pasti banyak yang cari kok.
10. Masuk Jurusan yang Tidak Sesuai Panggilan Hati
Kamu ingin sekali masuk Jurusan Bahasa dan jadi penyair, tapi orang tua dan keluargamu bilang anak Jurusan Bahasa itu gak ada masa depannya. Kemudian kamu percaya.
Beberapa bulan kemudian kamu ingin masuk Jurusan IPS, karena kamu ingin jadi pengacara. Tapi lagi-lagi orang tua dan gurumu bilang kalau masuk IPA nanti akan lebih mudah diterima di berbagai jurusan. Sekali lagi, kamu percaya.
Menjelang memilih jurusan kuliah, kamu sudah mantap ingin masuk Jurusan Psikologi. Kamu ingin jadi ahli Psikologi Sosial. Tapi orang-orang disekitarmu bilang jadi dokter lebih menjanjikan. Kamu pun menurut dan memilih Jurusan Kedokteran Umum.
Kamu menghabiskan waktu remajamu untuk mendengarkan apa yang orang bilang, tapi berlagak tuli terhadap apa yang sebenarnya hatimu inginkan. Bukannya tidak mensyukuri apa yang kamu miliki saat ini, kamu hanya berharap punya kesempatan untuk mencoba menghidupi diri dari hal yang benar-benar kamu cintai.
11. Tidak Mendengarkan Kata Orang Tua
Orang tua sempat jadi musuh terbesarmu. Apapun yang mereka katakan dan sarankan adalah hal yang haram hukumnya untuk dilakukan. Kamu akan selalu mengambil sikap berseberangan dengan mereka. Terlepas dari benar atau tidaknya apa yang mereka katakan, kamu hanya tidak mau menurutinya.
Kalau kamu tilik lagi ke belakang, sekarang semua terlihat konyol. Bagaimana bisa kamu menolak saat disuruh ikut les Bahasa Belanda, hanya karena kamu tidak mau terlihat menurut? Kenapa coba, kamu gak mendengarkan mereka saat dilarang merokok?
Padahal sekarang kamu suka naik gunung dan nafasmu jadi pendek karena kebiasaan itu.
Kamu akhirnya sadar kalau apa yang orang tua katakan pasti ada benarnya. Betapa kamu sempat jadi pribadi yang keras kepala dan egois dengan tidak mengindahkan perkataan mereka. Kamu juga jadi sadar kalau orang tuamu selama ini sabar sekali menghadapi anaknya yang kepala batu.
12. Tapi, Terlalu Mendengarkan Kata Orang Tua Juga Bisa Jadi Penyesalan
Kamu punya orang tua over-protektif yang melarangmu macam-macam. Nginep di rumah teman gak boleh, mau coba ikut band gak dikasih ijin, boro-boro diijinin pacaran– bahkan cuma mau ikut studi tour keluar kota aja dilarang.
Alhasil kamu jadi anak rumahan yang tidak punya pengalaman apa-apa. Saat dapat kesempatan kuliah di luar kota kamu jadi liar dan nakal karena ingin mencoba berbagai hal. Andai saja kamu berani sedikit memberontak dan bilang apa yang kamu mau ke orang tuamu. Barangkali sekarang rasa ingin tahu khas remaja itu sudah tuntas dan tidak menghancurkan hidupmu.
13. Menahan Diri, Tidak Jadi Remaja Seutuhnya
Banyak orang baru merasakan benar-benar hidup saat umurnya sudah 20-an akhir. Dia seakan baru menemukan keseruan masa remajanya di usia dewasa. Kebanyakan dari mereka adalah dia yang menahan diri saat remaja. Endapan pembebasan diri itu akhirnya meluap di ujung masa muda.
Padahal masa remaja adalah saatnya kamu bisa menjajal berbagai hal tanpa dibebani dakwaan macam-macam. Kamu bisa mencoba ikut tawuran, iseng ikutan klub pecinta alam, mencoba ikut tim baris berbaris sekolah, sampai menjajal semua gaya berpakaian aneh.
Orang-orang akan memahami keabsurdanmu, hanya dengan alasan kamu masih di usia remaja yang sedang mencari jati diri. Berbeda saat kamu sudah dewasa dan ingin mencoba hal-hal yang tidak lazim, orang-orang akan menganggapmu aneh dan tidak bertanggung jawab.
14. Memaksakan Diri Beli Barang-Barang Mahal Hanya Demi Gengsi
Kemampuan finansial orang tuamu terbatas, tapi demi mendengarkanmu berhenti merengek mereka rela menyisihkan uang untuk membeli tas dan sepatu mahal yang banyak dipakai teman sekelasmu. Kedua orang tuamu hanya tidak ingin kamu tersingkir karena tidak punya barang yang bisa dibeli teman-temanmu.
Tanpa sadar masa remajamu jadi beban bagi kedua orang tuamu. Hanya demi pergaulanmu, mereka rela mengesampingkan kebutuhan pribadi dan keluarga. Sekarang kamu cuma bisa bengong aja kalau ingat hal ini.
Selepas dewasa kamu sadar bahwa pertemanan yang mensyaratkan kepemilikan materi bukanlah pertemanan yang sebenarnya.
15. Pacaran Sama Orang yang Nggak Banget Cuma Karena Nggak Mau Jomblo
Teman-temanmu udah punya pacar, setiap pulang sekolah mereka ada yang nganterin pulang. Kamu gak mau kalah dong, kamu juga harus pacaran biar gak ketinggalan gaul. Tekanan sosial bahwa anak yang gaul dan “laku” adalah mereka yang punya pacar membuatmu rela bertahan dalam hubungan yang tidak sehat.
Hanya demi pengakuan bahwa kamu ada yang naksir dan kamu cukup gaul untuk masuk ke geng populer.
Padahal pacarmu dulu itu nggak banget. Posesif, pinter juga nggak, melarangmu ini itu dan membatasimu berkembang. Kalau sekarang kamu diberi pilihan untuk menghapus track-record mantan, dia pasti kamu hapus deh dari hidupmu.
16. Keasyikan Main di Game Center Sampai Lupa Waktu
Anak 90-an mendekam di game center buat main counter-strike dan Pokemon RPG. Anak 2000-an asyik main DoTA dan berbagai game online lain. Cowok-cowok nih yang biasanya banyak jadi penghuni setia game center. Terkadang dibela-belain bolos sekolah biar bisa main sepuas hati.
Kebiasaan main game online ini tanpa disadari merusak konsentrasi dan menghancurkan manajemen waktumu. Kamu jadi kecanduan main sampai melupakan kewajibanmu yang lain. Beberapa mimpimu tidak bisa tercapai lebih cepat karena hobi yang seharusnya bisa kamu kendalikan ini.
17. Tidak Percaya Diri untuk Mencoba Hal yang Kamu Mau
Kamu ingin coba ikut pertukaran pelajar, tapi kamu malu dan gak PD sama kemampuanmu. Berkali-kali ada kesempatan ke luar negeri gratis di depan mata, eh malah kamu lewatkan begitu saja. Masa remajamu dipenuhi dengan kecemasan atas kemampuan yang kamu miliki.
Akhirnya kamu tidak pernah mencoba menantang diri untuk melakukan hal-hal yang kamu mau. Sampai saat ini kamu tidak pernah tahu apakah kamu mampu untuk mendapatkan impianmu itu. Hidupmu sudah terlalu sibuk dengan rutinitas dan tanggung jawab.
Masa mencoba yang harusnya dipuaskan semasa remaja sudah lewat dan tidak bisa diputar ulang. Kamu nggak mau kan punya kehidupan yang dipenuhi rasa kecewa dan penasaran yang belum terjawab? Maka cobalah semua yang kamu inginkan selagi ada waktu.
18. Tidak Mendengar Lebih Banyak Musik, Kurang Membaca dan Cuma Nonton Film Box Office
Masa remaja sepatutnya jadi momen kamu punya banyak waktu luang untuk mencari selera yang kamu banget. Sayangnya cuma sedikit orang yang mau menenggelamkan dirinya dalam keasyikan mencari jati diri.
Demi menuruti desakan teman-teman di sekolah kamu memilih mendengarkan lagu Top 40’s. Padahal kamu suka banget sama album slow-rock milik ayahmu. Tapi kalau kamu ketahuan mendengarkan itu nanti dianggap nggak cool.
Kamu lebih banyak nonton film cinta dibanding membaca novel Pram. Waktu istirahat dan jam kosong kamu manfaatkan untuk nongkrong dan bergosip, bukannya membaca novel karena takut dicap kutu buku freak.
Selepas dewasa jangan heran kalau kamu jadi orang yang standar-standar saja. Kamu memang menghabiskan masa remajamu untuk jadi standar, kok.
19. Tidak Berani Menolak Ajakan Teman untuk Ikut Tawuran
Tawuran adalah simbol maskulinitas bagi remaja. Dia yang berani ikut tawuran diidentikkan dengan dia yang berani dan sangat laki-laki. Kalau menolak ikut tawuran itu artinya kamu cemen dan penakut. Karena stigma inilah banyak remaja yang mau diajak tawuran, meski tanpa sentimen pribadi.
Kalau kamu pikirkan lagi sekarang, apa sih untungnya dulu waktu sekolah ikut tawuran? Jadi gagah enggak, jadi lebih pinter juga enggak. Yang didapat malah cuma omelan dari guru dan orang tua, belum lagi kalau ada luka-luka. Ikut tawuran sebenarnya hanya menyia-nyiakan waktumu yang berharga.
20. Tidak Bisa Menolak Pacarmu yang Ingin ‘Macam-Macam’
Masa pacaran di umur SMP dan SMA itu penuh eksplorasi. Sebagai remaja, dorongan hormon membuatmu ingin mencoba berbagai hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tidak jarang karena rasa ingin tahu inilah banyak remaja kehilangan masa depannya.
Dulu kamu percaya-percaya aja bahwa kontak fisik adalah bukti cintamu pada pasangan. Akhirnya kamu memberikan persetujuan agar dia bisa mengakses tubuhmu hingga ke bagian yang paling privat.
Seandainya saja saat itu kamu tahu bahwa yang dia inginkan itu bukan bukti cinta, tapi nafsu.
21. Terlalu Asyik Sama Gadget dan Internet
Anak remaja biasanya banyak tahu karena mereka punya akses informasi via internet. Tapi belum tentu juga banyak pengalamannya. Gadget dan internet kerap jadi distraksi handal dalam berbagai aktivitas. Kebanyakan remaja justru terlalu asyik sama gadget dihadapannya hingga melupakan kehidupannya yang nyata.
Saat dewasa kamu hanya punya gambaran tentang padang lavender di Oro-Oro Ombo, Semeru. Foto cantik tentang indahnya pemandangan di gunung tertinggi Pulau Jawa itu memang pernah kamu lihat di Instagram seorang teman.
Tapi merasakannya sendiri? Hmmm…belum pernah tuh. Kamu terlalu takut lepas dari sinyal internet yang memungkinkanmu untuk up-date status setiap saat.
22. Kamu Menyesal Tidak Berusaha Lebih Keras untuk Jadi Dirimu Sendiri
Pada akhirnya hal yang paling kamu sesali dari masa remajamu adalah betapa kamu menyia-nyiakan waktu untuk berusaha menjadi orang lain. Kamu ingin memuaskan orang-orang disekitarmu, ingin diterima di lingkaran pertemanan yang paling cool — dengan cara mengorbankan jati diri.
Ketika kamu bisa berusaha keras untuk diterima sebagai orang yang bukan dirimu, bagaimana ceritanya ya jika kamu menggunakan tenaga yang sama untuk benar-benar mencari apa yang kamu mau? Apakah hidupmu sekarang akan lebih baik dari yang sudah kamu miliki saat ini?
Apakah kamu mengalami salah satu penyesalan diatas? Kalau iya, jangan putus asa dong. Masih ada waktu kok untuk memperbaikinya. Buat kamu yang masih remaja, gak ada salahnya berhati-hati agar tidak menyesal di kemudian hari.