Pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia telah membuat semua orang kesusahan. Dari buruh yang kehilangan pekerjaan, tenaga kesehatan yang berjuang mati-matian, hingga pelajar yang biasanya mendamba rebahan pun sudah kebosanan. Semua hubungan yang semula bergantung pada interaksi sosial, karena pandemi ini harus dilangsungkan secara virtual.
Sebagai manusia yang hanya punya rencana, tentunya kita nggak bisa berbuat banyak selain tabah dan patuh terhadap imbauan sembari berdoa kepada tuhan. Bukankah setelah badai ada pelangi yang menanti? Bukankah selalu ada hikmah di balik setiap musibah? Kalau mau menimbang untung rugi sih, pandemi ini jelas banyak bikin ruginya. Tapi kondisi hari ini bukannya nggak membawa “untung” sama sekali buat kita. Setidaknya ada 5 hal yang bisa kamu syukuri, karena sebelum pandemi semua itu nyaris berlalu begitu saja tanpa arti.
ADVERTISEMENTS
1. Waktu yang sebelumnya terampas kesibukan dan macetnya jalanan kini bisa dicurahkan untuk keluarga
Meski insaf kalau harta yang paling berharga adalah keluarga, kesibukan dan macetnya jalanan kadang bisa bikin kita kekurangan momen bersama. Segera rebahan pun jadi pilihan bijak melipur lelah untuk menyambut kesibukan yang sama di hari selanjutnya. Tapi di masa pandemi saat ini, meski masih ada yang harus beraktivitas seperti biasa, sebagian kita yang punya pilihan untuk berkegiatan dari rumah harus bersyukur. Berkegiatan dari rumah tentunya telah memangkas sedikitnya waktu yang biasanya habis begitu saja di perjalanan. Waktu yang sejatinya bisa kamu alokasikan untuk meningkatkan kualitas hubungan di dalam keluarga. Entah hanya dengan obrolan ringan, membersihkan kebun atau masak bersama.
ADVERTISEMENTS
2. Pandemi membuat kamu jauh dari keramaian dan hiruk pikuk. Momentum untuk refleksi dan kembali menata hidup
Seperti Bali yang sekali setahun menyepi, kamu juga butuh keluar dari hiruk pikuk yang melingkari kehidupan dewasa ini. Kalau kata band Navicula, untuk membasuh luka dan jiwa agar suci lagi. Kondisi hari ini nyatanya memberi kamu kesempatan itu. Kesempatan untuk kontemplasi dan refleksi diri tanpa harus sungkan menolak ajakan nongkrong dari teman. Karena ketika berjarak dengan keramaian, kamu bisa lebih jernih mengenal diri serta arah hidup. Momentum sendiri dan/atau menyepi di masa pandemi ini bisa mengembalikan jiwamu ke tempat semula, yang sebelumnya mungkin saja terlanjur dikuasai kesibukan.
ADVERTISEMENTS
3. Musibah merangkul empati dalam diri yang sebelumnya mungkin tertutupi kepentingan diri sendiri
Kalau di kehidupan normal sebelum pandemi hari-harimu selalu dilingkupi satu kelompok tertentu, maka ada kemungkinan otak akan membentuk konsep “aku dan mereka”. Pada level akut, konsep itu bisa jadi berbahaya karena prioritas diri cenderung berkutat pada mereka yang berada di lingkaran itu saja. Namun di masa pandemi ini, lagi-lagi kita beruntung karena bisa menyendiri dan mengambil jarak dari lingkaran yang membentuk kenyamanan diri. Dengan itu empati dalam diri bisa berkembang untuk lingkungan lebih luas yang melibatkan semua makhluk. Salah satu contoh, selama pandemi ini saya jadi mikirin bagaimana kucing jalanan mencari makan sementara warung banyak tutup dan street feeder juga harus di rumah saja.
ADVERTISEMENTS
4. Kalau dulu sering cuek dalam setiap pertemuan, kini jadi malah rindu perjumpaan tatap muka dengan seseorang
Katanya, segala sesuatu yang dilakukan secara rutin berpotensi jadi biasa saja tanpa perasaan istimewa. Seperti pertemuan yang selalu dilakukan sehabis kuliah atau pulang kerja, misalnya. Saking seringnya bertemu, kegiatan tersebut malah jadi bentuk pemenuh rutinitas alih-alih ritual menguatkan tali persahabatan. Bahkan dalam pertemuan seperti itu seringkali kita sibuk dengan gawai masing-masing ketimbang berbagi cerita tentang hari yang baru dilalui. Atau bertanya terkait hal-hal penting yang mungkin saja sang teman alami. Maka dari itu, kondisi di tengah pandemi ini setidaknya bisa mengembalikan gairah pertemanan, seperti masa awal-awal berkenalan dahulu. Masa-masa di mana setiap pertemuan penuh arti dan begitu dinanti.
ADVERTISEMENTS
5. Sekadar kalimat rindu dan pertanyaan “apa kabar” kini sangat punya arti. Bukan lagi sekadar basa-basi
“Kamu apa kabar? Sehat-sehat, ya. Aku selalu berdoa agar pandemi ini lekas berlalu dan kita bisa menebus rindu.”
Menanyakan kabar dan mengungkapkan rindu bukan hal aneh untuk dilakukan. Tapi meski begitu, nggak jarang kita melakukannya hanya karena sungkan atau sekadar basa-basi saja. Pernah kan, menanyakan kabar seseorang tanpa benar-benar ingin tahu keadaannya saat itu? Atau mengungkap rindu padahal hati nggak berkata begitu? Hal tersebut selama ini dinilai wajar sebagai “pembuka obrolan”. Namun di tengah kondisi yang serba nggak pasti ini, sekadar kalimat rindu adalah bukti ketidakberdayaan kita menyicil rindu, dan pertanyaan “apa kabar?” adalah pengharapan agar yang ditanya sehat selalu.
Setidaknya 5 hal di atas harus lebih kita syukuri di tengah pandemi ini. Mari terus berdoa kepada tuhan sembari tetap mematuhi protokol kesehatan. Patuh agar pemberitaan nggak melulu mengabarkan fakta menyayat hati, dan kita bisa beraktivitas dengan perasaan nyaman lagi. Tetap semangat jalani hari-hari, ya!