Bukan hanya cewek jomblo, perempuan yang belum menikah saat teman-teman seusianya sudah menikah bahkan gendong anak juga seringkali diberi predikat galau. Kalau kamu lagi merenung dan terlihat gelisah memikirkan jenjang karirmu di kantor, orang akan dengan mudah menyarankan,
“Udeehh, nikah sono, biar nggak galau-galau lagi.”
Seolah-olah setelah menikah, kamu nggak akan pernah galau lagi. Seolah-olah setelah menikah, semua permasalahanmu selesai sudah. Karena itulah, kamu merasa tertekan saat teman-temamu menikah dan kamu masih sendirian. Kamu jadi sering galau-galau nggak jelas menunggu calon pendamping di pelaminan yang nggak datang-datang juga.
Iya sih, saat kamu sudah menikah, setidaknya kamu tidak harus memikirkan semua masalah sendirian karena sekarang sudah ada pasangan. Tapi itu nggak berarti semua masalahmu selesai dan kegalauanmu usai. Nggak percaya? Ini buktinya!
ADVERTISEMENTS
Mungkin kamu berpikir bahwa pernikahan adalah akhir dari masalah percintaan. Faktanya setelah menikah, permasalahan dalam hubungan tetap akan datang.
“Ini tugas kuliah banyak banget. Kalau begini mending nikah ajalah…”
“Klien suka rese, bos hobi marah-marah, AH CAPEK KERJA! Kalau gini caranya, gue manu nikah ajalah!”
“Galau mulu? Makanya nikah sono…”
Selama ini sering nggak kamu mendengar kalimat-kalimat itu? Atau mungkin kamu juga sering mengatakan hal yang sama? Lelah dengan segala tuntutan pekerjaan atau kuliah, lantas kamu berpikir bahwa menikah lebih mudah?
Kamu yang sering galau karena pacar, mantan, atau gebetan, juga berpikir bahwa setelah menikah, galau-galauan soal cinta ini akan sirna. Ya buat apa? Toh, kamu sudah hidup dengan suami tercinta dengan ikatan yang sah dan legal menurut hukum Indonesia. Padahal menikah bukan akhir kegalauan. Banyak hal-hal dan tanggung jawab baru yang kamu pikul setelah pernikahan yang nggak kalah membuatmu galau.
ADVERTISEMENTS
Hidupmu benar-benar baru setelah menuntaskan ikrar rumah tangga. Kini hidup bukan hanya tentang kamu, tapi juga tentang dia.
Setelah terdengar ucapan ‘Sah!’ dari saksi, sejak saat itu hidupmu berubah. Sekarang, kehidupan bukan hanya tentang kamu seorang, tapi juga dia yang bersamamu di pelaminan. Kamu nggak bisa lagi memutuskan segala-galanya sendirian. Memikirkan sebuah masalah berdua mungkin akan terkesan meringankan beban. Tapi menyatukan dua kepala yang berbeda juga tak gampang. Dalam rumah tangga, segalanya adalah soal kompromi. Kamu nggak bisa lagi jalan ‘sendiri’.
ADVERTISEMENTS
Bahkan bukan pula hanya tentang dia, kamu juga harus memikirkan mereka – orang tuamu sendiri dan mertua.
Saat kamu menikah, kamu bukan hanya menikahi pasanganmu. Tapi kamu juga ‘menikahi’ keluarganya, lingkungannya, dan dunianya. Kamu nggak bisa beranggapan hubungan ini hanya soal kalian berdua. Kamu yang dulu sering nggak sepaham dengan orang tuamu sendiri, sekarang kamu juga harus berkompromi dengan mertua yang kadang memang suka ikut campur urusan rumah tangga kalian. Maklumi saja, toh yang kamu ‘bawa’ itu memang anaknya.
Belum lagi, kamu juga harus berkompromi dengan keluarga besarnya. Dulu kamu sering kesal saat Tante-tantemu selalu menanyakan kapan nikah padamu, kini harus terbiasa mendengar pertanyaan ‘kapan punya anak’ dari keluarga besarmu dan keluarga besarnya. Keluarganya kini keluargamu juga. Masalah mereka, kini jadi masalahmu juga.
ADVERTISEMENTS
Prinsip hidup “jalani saja” yang selama ini kamu terapkan tak bisa lagi digunakan. Sebab dalam rumah tangga, ada dua kepala yang harus dipersatukan.
Dulu waktu kamu masih sendiri, kamu nggak pernah mikir mau makan apa hari ini. Apa yang ada atau apa yang kamu lewati sepanjang jalan pulang, bisa kamu nikmati asal perut kenyang. Sekarang yang begitu itu nggak bisa lagi. Pagi-pagi, kamu harus sudah menyiapkan makan untuk kamu dan dia. Begitu juga saat makan malam tiba. Atau kadang, kamu pengin banget makan udang, tapi dia alergi udang. Daripada masak dua kali, atau beli makanan dua jenis, ya udahlah, kamu mengalah. Begitu juga saat kamu ingin liburan. Dulu mudah saja kamu cabut sepulang kantor, naik kereta ke luar kota, dan mengikuti ke mana kaki melangkah. Sekarang? Tentu saja kamu harus melalui dulu soal izin-mengizinkan yang rumit.
ADVERTISEMENTS
Rasa was-was dan takut kehilangan juga nggak lantas hilang, justru kekhawatiranmu tentang kesetiaan pasangan bakal semakin besar.
Setelah menikah kamu akan merasa aman karena pasanganmu sudah sah menjadi milikmu sepenuhnya? Tunggu dulu. Pertama, kamu harus tahu bahwa di dunia ini tidak ada yang kamu miliki sepenuhnya, selain dirimu sendiri. Pasangan sahmu, meski secara agama dan Negara adalah milikmu, tetap saja bukan milikmu sepenuhnya. Kegalauan soal khawatir pacarmu main-main di belakangmu, atau hal-hal semacam itu masih akan kamu rasakan setelah menikah. Bahkan mungkin kecemasanmu akan jauh lebih besar saat kalian masih pacaran.
Apalagi, kini yang kamu jaga bukan cuma hubungan cinta, tapi biduk rumah tangga yang mau tak mau, melibatkan keluargamu dan keluarganya. Benar memang, bahwa dasar sebuah hubungan adalah kepercayaan. Tapi kecemasan-kecemasan semacam itu juga tak bisa kamu sangkal. Nggak percaya? Coba saja.
ADVERTISEMENTS
Dan saat si kecil sudah hadir nanti, beban yang kamu hadapi bakal bertambah lagi. Meski kehadirannya adalah berkah terindah yang pasti kamu syukuri.
Saat kalian masih berdua, barangkali hidup terasa lebih ringan. Saat si kecil lahir, menjamin kehidupannya sampai dia dewasa menjadi hal yang harus kamu pikirkan. Mau tak mau, kamu harus menyiapkan masa depan yang sempurna untuknya.
Kehadiran si kecil tentu saja bagai berkah tak berhingga untukmu dan pasangan. Tapi seiring dengan itu, tanggung jawab dan bebanmu juga semakin membesar. Kamu yang dulu hanya berpikir untuk satu orang (dirimu sendiri), kini harus berpikir untuk 3 orang, yang akan bertambah seiring bertambahnya jumlah keluarga.
Harapan sebuah pernikahan tentu saja untuk berbahagia. Tapi kamu perlu tahu bahwa tidak semua pasangan di luar sana merasakan hal yang sama.
Sebuah pernikahan tentu diharapkan menjadi hidup baru yang lebih bahagia. Ikatan antara dua orang, kamu dan pasangan, juga diharapkan akan selamanya. Mungkin selama ini kamu melihat orang tuamu atau teman-temanmu yang sudah menikah, terlihat lebih bahagia. Lalu kamu ingin menikah supaya bisa hidup lebih bahagia. Tapi tidak selamanya pernikahan hanya berkisah tentang cerita-cerita bahagia.
Dalam pernikahan, ada permasalahan kamu dan pasangan pasti akan kamu hadapi. Ada juga kecemasan tentang nasib buah hati yang membuat pikiran tak tenang. Ada juga cerita tentang mertua yang selalu ‘kurang’ menerima. Belum lagi, sederet beban dan kewajiban yang harus kamu pikul setiap harinya.
Orang bilang menikah akan menyelesaikan banyak permasalahan. Tapi jika kamu dan pasangan tak bisa bijak, menikah hanya akan membawa perselisihan.
Jika sampai sekarang kamu berpikir menikah akan menyelesaikan semua masalah, ada baiknya kamu mulai merombak semuanya. Karena mungkin kehidupan pernikahan tidak semudah dan sesederhana yang kamu pikirkan. Hidup bersama pasangan dalam biduk rumah tangga memang layak diperjuangkan. Tapi kamu juga harus bijak dalam menghadapi keadaan. Karena jika kamu tidak bijak, bisa jadi pernikahan yang kamu harapkan menjadi solusi dari masalah, justru akan menjadi awal masalah baru, yang tentunya, lebih berat dari sebelum-sebelumnya.
Tak hanya soal usia atau pasangan yang sudah ada di depan mata, butuh kesiapan mental untuk memasuki dunia pernikahan dan menghadapi itu semua.
Dikejar-kejar target menikah memang nggak menyenangkan. Apalagi jika usiamu memang sudah dua puluh lima atau lebih. Tapi setidaknya kini kamu paham, bahwa pernikahan bukan hanya sekadar soal usia. Bukan pula, hanya karena kamu sekarang sudah punya pasangan, lalu kamu sudah siap menikah.
Pernikahan harus mempertimbangkan banyak hal. Bukan hanya usia dan materi saja, tapi juga mental yang sekuat baja sebelum memutuskan untuk hidup berdua. Sebelum kamu menikah, tanyakan dulu pada dirimu sendiri, apakah kamu sudah benar-benar siap menjalaninya?
Tak perlu risau jika kamu belum merasa siap sekarang. Toh, segalanya memang perlu proses yang panjang dan persiapan matang.
Dan jika memang kamu belum siap sekarang, tak perlu risau atau kecil hati. Soal pernikahan memang bukan hal yang sederhana. Karena itu, tak apa jika kamu tak melakukannya sekarang. Toh, menunggu saat yang tepat, sampai kamu benar-benar siap, justru lebih baik daripada tergesa-gesa tapi akhirnya kamu kecewa.
Pernikahan bukan sesuatu yang bisa disegerakan. Prinsip calonnya sudah ada, biaya bisa diatur, belum tentu kamu sudah siap mengarungi bahtera rumah tangga. Lagi-lagi pernikahan bukan soal usia, karena kedewasaan seseorang juga tak selamanya bergantung pada usia. Tak perlu resah jika sekarang kamu merasa belum siap. Proses panjang yang dilalui dengan sabar biasanya akan berbuah menyenangkan 🙂