Kalau kehidupan kita adalah kain, masa lalu sebuah robekan menganga. Agar kain bisa terus dipakai kita harus menjahitnya. Proses menjahit itulah yang kelak menentukan seberapa baik akhirnya masa depan kita.
Saya dulu pernah diremehkan karena kesalahan di masa lalu.
Lewat surat ini, saya berjanji akan membayar kesalahan itu.
Lewat surat ini saya hanya ingin orang tahu: kesempatan untuk berkembang selalu ada seburuk apapun masa lalu kamu. Dan pada siapapun yang sempat meremehkan, maaf — saya akan membuktikan bahwa usaha saya bukanlah kesalahan.
ADVERTISEMENTS
Melihat kejelekan orang lain itu mudah. Mengakui kesalahan diri sendiri jauh lebih susah
Memandang apa yang salah dari orang lain amat mudah. Dengan sekali lihat, kamu menyimpulkan banyak hal yang belum tentu benar. Padahal ada banyak hal yang belum tentu bisa kamu lihat di balik penampilan luar.
Seringnya saat melihat kejelekan, kita lupa dengan apa yang pernah diri sendiri lakukan. Kita menghakimi bahwa kesalahan orang lain jauh lebih besar. Padahal, besar-kecilnya kesalahan orang lain harus tetap jadi cerminan diri. Untuk introspeksi, agar kita pun tak melakukan kesalahan serupa.
ADVERTISEMENTS
Kita punya masa lalu sendiri-sendiri. Daripada terus sibuk mengurusi orang lain, kenapa tak urus diri sendiri?
Sebelum ada masa depan, sudah pasti ada masa lalu. Semua orang pun tahu hal itu. Lalu kenapa masih ada saja yang terus mengurusi, mengungkit bahkan meremehkan masa lalu kami yang pernah salah ini?
Berkali-kali diremehkan, saya bisa saja hilang sabar. Tapi saya berusaha untuk tak balik menyalahkan.
Saya anggap ini sebagai cambuk di kulit badan. Akan saya kerahkan semua usaha, agar kamu bisa menyaksikan saya berkembang.
ADVERTISEMENTS
Kini saya pun tahu. Dalam setiap hal yang diremehkan ada harapan yang menunggu diwujudkanÂ
Kini saya pun belajar hal baru lagi. Jika setiap orang punya cara yang berbeda dalam menyampaikan ekspektasi mereka. Ada yang menyampaikan melalui dukungan, semangat serta ucapan-ucapan baik lainnya. Tapi ada juga yang justru lewat kritikan bahkan cacian yang meremehkan.
Maaf saya pernah membuat kamu, atau kalian semua, kecewa. Hakmu untuk merasakan kemarahan tertentu, saya tak akan mendiktemu. Tapi kamu salah jika kamu bilang saya tak berusaha apa-apa untuk memperbaikinya.
Tuntutanmu pada saya adalah doa. Saya akan menitikkan tiap tetes keringat untuk mewujudkannya.
ADVERTISEMENTS
Terima kasih telah mengingatkan, meski dengan cara yang kurang menyenangkan. Saya tak akan lelah berbenah demi kebaikan.
Kita semua pernah membuat kesalahan. Saya salah pernah berteman dengan orang-orang yang ternyata tak membawa saya pada kebaikan. Saya pun pernah salah menentukan orang untuk dititipkan rasa dan harapan. Seorang guru bisa salah karena meremehkan kecerdasan anak yang dia ajar. Seorang dokter bisa salah mendiagnosa. Sebuah maskapai bisa salah, membawa ke terminal domestik para penumpang penerbangan internasionalnya.
Mungkin ini bukan saatnya lagi untuk membahas kesalahan yang sudah terjadi.
Sudah waktunya untuk memberi kesempatan pihak itu untuk berevaluasi.
Saya yang pernah salah pilih teman harus lebih hati-hati di masa depan. Guru yang meremehkan anak ajarnya harus berkomitmen untuk lebih sabar. Dokter yang salah mendiagnosis mesti berjanji setia pada prinsip first, do no harm-nya. Sementara Lion Air diberi kesempatan untuk berbenah perihal layanan penerbangan. Mulai dari pendidikan khusus untuk pilot, pramugari, dan teknisi pesawat; pengembangan Lion Boga untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi penumpang — ada banyak yang sedang dilakukan maskapai itu untuk bertanggung jawab pada penumpangnya.
Kini saatnya berdoa. Semoga tuntutan kita pada mereka berbuah perbaikan nyata.
Inti surat ini sederhana: terima kasih telah meremehkan saya. Tapi diri ini tak akan pernah lelah berusaha sebaik-baiknya.
Dan sekali lagi, terima kasih atas segala kritiknya.
Semoga kamu diberi umur untuk menyaksikan saya berkembang jadi sebaik-baiknya 🙂