Bila Ratu Elizabeth II sempat diremehkan karena naik takhta sebagai ratu di usia yang terlalu muda, sang ayah, King George VI yang telah wafat di tahun 1952 punya masalah serius saat naik takhta: gagap berbicara. Bila kamu sudah menonton film The King’s Speech, mungkin kamu sudah mengetahui bagaimana King George VI berjuang untuk mengatasi gangguan ini. Berikut kisah selengkapnya.
ADVERTISEMENTS
1. Pengangkatan King George VI sebagai raja sedikit tak terduga. Semuanya berawal dari skandal asmara kakaknya
Sama seperti Queen Elizabeth II, pengangkatan King George VI sebagai raja Inggris Raya juga tidak disangka-sangka. Sebagai anak kedua, King George VI, yang terlahir dengan nama Prince Albert ini, tidak pernah dipersiapkan sebagai pewaris takhta. Karena ada sang kakak, yaitu Prince Edward yang akan menggantikan sang Ayah, King George V. Sayangnya, sebuah skandal percintaan membuat Prince Edward yang baru setahun menjadi raja memilih untuk meletakkan mahkota. Di sini, mau tidak mau, Prince Albert harus mau menggantikan posisi sang kakak sebagai raja.
ADVERTISEMENTS
2. Yang menjadi masalah adalah, King George VI memiliki kekurangan yang cukup fatal. Sejak kecil ia gagap dalam berbicara
Mungkin banyak yang berpikir bahwa bagaimanapun King George VI adalah keluarga kerajaan. Meski tidak dipersiapkan menjadi pewaris takhta, pasti bisa menggantikan peran sang kakak dengan baik. Namun, masalah utama yang dihadapi King George VI waktu itu adalah gangguan berbicara yang dialaminya sejak berusia 5 tahun. Sama seperti komedian Aziz Gagap, King George VI juga berbicara tergagap-gagap dan sulit mengeluarkan kata-kata dari bibirnya. Banyak yang menduga hal ini dikarenakan pendidikan keras dari sang ayah, King George V. Tekanan fisik dan psikis sering diterima oleh King George VI, membuatnya tumbuh menjadi sosok yang lemah.
ADVERTISEMENTS
3. Masalah kedua, King George VI menjadi raja di era perang dunia. Bagaimana raja yang gagap bisa menyerukan semangat kepada seluruh rakyatnya?
Situasi yang terjadi saat itu juga turut menyumbangkan masalah. Ketika King George VI naik takhta di tahun 1937, perang dunia tengah berkecamuk di mana-mana. Di situasi seperti ini, peran seorang raja sangatlah besar untuk menyerukan semangat kepada rakyatnya yang dicekam ketakutan dan pasukan bersenjata yang berjuang mempertahankan kerajaan. Jadi, bagaimana seorang raja yang kesulitan berbicara bisa menjadi sosok penenang bagi rakyat yang tengah bergejolak?
ADVERTISEMENTS
4. Dengan berbagai upaya, King George VI bisa masalahnya dan menjadi raja yang baik bagi rakyat. Ia juga menjadi Raja pertama yang berkunjung ke Kanada
Menyadari perannya yang sangat besar dan penting, King George VI berusaha keras untuk mengatasi gangguan bicaranya. Segala cara dicoba, mulai dari mengulum kelereng steril, hingga mengundang terapis bicara, Lionel Logue. Dengan dukungan penuh sang istri, the Queen Mother Elizabeth Bowes-Lyon, akhirnya kesulitan itu perlahan-lahan bisa diatasi. King George VI bisa menyerukan semangat dan pidato melalui radio tanpa halangan. Bahkan, King George VI dan istri melakukan jauh lebih banyak yang diharapkan dengan mendatangi daerah-daerah yang menjadi sasaran pengeboman.
Ketika istana Buckingham diserang oleh angkatan militer Jerman, King George VI dan sang istri tetap berada di tempat, sedangkan sanak family kerajaan sudah diungsikan. King George VI juga memerintahkan secara rahasia kepada petugas istana untuk mengamankan mahkota kerajaan di dalam sebuah kaleng biskuit, dan memindahkannya ke tempat lain yang lebih aman. Selain itu, King George VI dan istri merupakan raja Inggris pertama yang berkunjung ke Kanada di tahun 1939.
ADVERTISEMENTS
5. Kisah asmara King George VI pun tak kalah unik. Ia harus melamar sebanyak tiga kali sebelum akhirnya diterima
Kepada sang putri yang kini masih menjadi Ratu, King George VI pernah mengatakan bahwa di matanya, Queen Mother Elizabeth Bowie-Lyon adalah orang paling menakjubkan di dunia. Namun, kisah cinta King George VI ini juga tidak berjalan mulus-mulus saja lho. Queen Mother Elizabeth Bowie-Lyon pernah menolak King George VI sebanyak 2 kali, dan baru menerima di lamaran yang ketiga.
Pada saat itu, Queen Mother sedang jatuh cinta pada orang lain. Selain itu, Queen Mother juga takut bila menikahi keluarga kerajaan membuatnya kehilangan kebebasan untuk berpikir, bicara, dan bertindak sesuai keinginannya. Akan tetapi, setelah 2,5 tahun perjuangan, akhirnya lamaran itupun diterima dan royal family’s wedding digelar.
ADVERTISEMENTS
6. Kisah King George VI mengajarkan bahwa situasi adalah guru terbaik yang bisa menjadikan kita lebih baik. Kekurangan dalam diri bisa diatasi dengan usaha sepenuh hati
Menyimak kisah King George VI, kita jadi tahu bahwa seorang raja pun tidak terlahir dengan segala kesempurnaan. Ternyata seorang raja hebat pun sempat mengalami masalah yang membuat rasa percaya dirinya lenyap. Namun, dari sini kita juga belajar bahwa terkadang situasi merupakan guru terbaik. Dalam keadaan siap tidak siap, bisa tidak bisa, King George VI harus menjadi pemimpin yang ‘baik’ bagi rakyatnya. Maka dengan segala upaya, dia berusaha mengatasi kekurangannya.
Kita sangat bisa meneladani hal ini. Kekurangan dan halangan tidak selalu harus menghentikan kita untuk meraih atau mengejar sesuatu. Karena dengan ketulusan dan semangat, kita pasti bisa mengatasinya. Bila King George bisa mengatasi kekurangannya dan melakukan hal-hal hebat, kita juga pasti bisa.