Hai kawan…
Perkenalkan, namaku Nick Vujicic (baca : Voy-a-chich).
Ibuku berusia 25 tahun ketika mengandungku. Sebagai seorang perawat di rumah sakit bersalin, dia mengerti betul apa yang harus dilakukan dan yang tak seharusnya dilakukan oleh wanita hamil.
Makan makanan bergizi, tak mengkonsumsi alkohol, dan sangat berhati-hati terhadap segala macam obat-obatan. Bahkan ia berkonsultasi dengan dokter-dokter terbaik untuk memastikan bahwa kehamilannya normal. Dari pemeriksaan rutin yang dilakukan ibuku, dokter tak menemukan kejanggalan apapun. Tapi kenyataan saat aku dilahirkan berkata lain…
ADVERTISEMENTS
Aku lahir sebagai orang yang “tidak biasa.” Ketiadaan tungkai dan lengan membuatku berbeda dari anak-anak lainnya
4 Desember 1982 adalah hari dimana aku dilahirkan ke dunia. Awalnya ibuku belum bisa melihatku. Pertanyaan pertama yang ia ajukan kepada dokter adalah :
“Apakah bayi-ku baik-baik saja”
Waktu terus berjalan dan tim medis belum juga memperlihatkan aku pada ibu-ku. Mereka membawaku ke sisi lain ruangan dan segera membungkus tubuhku dengan kain. Ketika ia mendengar tangis sehat sang bayi, ia merasa lega. Namun ayahku yang sedari awal mengikuti jalannya persalinan terlihat kaget dan segera dipapah keluar dari ruang bersalin.
Aku terlahir dengan ketiadaan lengan dan tungkai. Sembari mengumpulkan keberanian, ayahku kembali masuk ke dalam ruang bersalin untuk memberitahu kondisi-ku kepada ibu. Namun terlambat, perawat telah mendahului ayah dan ibu menangis setelah tahu kondisiku yang sebenarnya.
ADVERTISEMENTS
Kamu mengeluhkan tidak enaknya perasaan tak diterima? Oh Kawan, bahkan sejak kali pertama lahir di dunia aku sudah mengakrabinya
“Singkirkan dia! Aku tak mau menyentuh atau melihatnya”
Ibu berteriak ketika perawat membaringkanku di sebelah ibu. Iat tak kuasa melihatku yang tak memiliki lengan dan tungkai. Ibu menangis, para perawat menangis, bidan menangis, dan tentu saja aku juga menangis.
“ Tak pantaskah aku mendapatkan karangan bunga?”
Lahir-nya aku –sebagai anak pertama- ke dunia ini seakan bukanlah sebuah kebahagiaan yang patut dirayakan. Kedua orangtuaku dan seluruh keluarga malah berduka. Bahkan tak satu-pun karangan bunga yang datang.
ADVERTISEMENTS
Hebatnya, kekuatan justru datang dari keberanian untuk menertawakan diri. Aku tahu, perjuangan adalah mutlak atau lebih baik kuputar langkah untuk pergi
“Ada alien! Anak yang di kursi roda itu Alien!”
Begitu-lah biasanya para sepupuku dan adik-adikku berteriak di pusat perbelanjaan sambil menunjukku. Ya, mereka justri menjadikan kondisiku sebagai bahan candaan. Bukan untuk menyakiti hatiku, tentu saja. Mereka justru ingin membuatku merasa kondisiku adalah hal yang biasa. Tidak ada yang harus aku sedihkan lama-lama.
Selepas mengatakan bahwa aku adalah alien kami semua tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi orang-orang. Mereka tak pernah memberiku kesempatan untuk meratapi diri. Mereka tak pernah memanjakanku, mereka menerimaku apa adanya. Dan mereka berhasil menempaku menjadi lebih kuat dengan godaan dan keisengan mereka, sehingga alih-alih meratapi kondisiku, aku justru bisa menertawakannya.
ADVERTISEMENTS
Dalam hidupku, batasan itu tak pernah ada. Aku memacu diriku untuk bisa melakukan apa saja
Aku mulai belajar menerima diriku apa adanya. Menertawakan diri sendiri, membuat lelucon, dan sebisa mungkin membuat diri-ku dan orang-orang di sekitarku bahagia. Jika kau pernah melihat video-videoku di YouTube yang mempertontonkan keahlianku ber-skateboard, berselancar, bermain musik, bermain golf, berbicara di depan orang banyak, dan dipeluk oleh orang-orang hebat dari berbagai golongan.
Secara keseluruhan, aktivitas-aktivitas itu terlihat biasa saja dan dapat dilakukan oleh semua orang. Lalu menurut kalian, apa yang menyebabkan video-ku bisa sampai ditonton jutaan kali? Menurut teoriku orang tertarik menontonnya karena aku memiliki keterbatasan fisik. Tetapi aku hidup seolah-olah tanpa mengenal batas.
Kau mungkin akan jatuh dan merasa tak ada lagi kekuatan dalam dirimu untuk bangkit kembali. Aku tahu bagaimana rasanya Kawan. Kita semua pasti pernah merasakannya. Kita semua juga tahu bahwa hidup tak selamanya mudah. Tetapi ketika kita bisa menaklukan cobaan dan berhasil melewati rintangan, kita akan menjadi lebih kuat.
ADVERTISEMENTS
Satu yang aku pelajari dari semua ini: “Kalau kau tak bisa menemukan mukjizat, berusahalah lebih keras untuk menjadi mukjizat bagi dirimu sendiri. Dan bagi orang-orang yang kau cintai.”
“Nick, bagaimana kau bisa sebahagia itu?”
Itulah pertanyaan yang kerapkali menghampiri diriku. Aku menemukan kebahagiaan ketika aku menyadari bahwa aku memang manusia yang tidak sempurna. Namun bukan berarti aku tak bisa berkembang. Aku selalu mencoba menjadi lebih baik sehingga aku bisa membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Aku benar-benar yakin Tuhan tidak membuat kesalahan, tetapi sungguh dia membuat mukjizat. Aku salah satunya. Begitu pula dirimu…
Disadur dari buku Life Without Limits oleh Nick Vujicic