Setiap merasa galau dengan kesendirian, atau saat hati agak tergelitik melihat teman-teman seumuran mulai move on ke ikatan pernikahan — kalimat ini sering jadi andalan.
“Udahlah. Santai aja. Jodoh gak akan ke mana.”
Kalimat ini jelas masuk akal dan ada benarnya. Gak mungkin dong Tuhan main-main dengan janjinya? Dia yang pantas juga akan dipersatukan dengan dia yang sudah pantas. Keyakinan ini juga yang membuat ide tentang ‘memantaskan diri’ sangat laku di mana-mana.
Hmmm…jadi, kalau kita percaya bahwa jodoh itu gak kemana; kita juga harus percaya dong kalau yang sekarang kemana-mana bareng itu belum tentu jadi jodoh kita?
ADVERTISEMENTS
1. Jodoh bukan cuma soal berduaan. Karena hubungan penuh komitmen itu gak seremeh jalan-jalan
Kalau cuma berduaan ke mana-mana anak SMP juga bisa. Ini bukan lagi semata mengikuti rasa senang di dada setiap berduaan bersamanya. Atau menjajal semua tempat baru agar kalian tidak tertinggal dari kawan lainnya. Ada sisi lain dari jodoh yang sering kita lupa.
Menyatukan ekspektasi berdua.
Kalian akan berdebat panjang soal bagaimana melunasi cicilan KPR yang datang tiap bulannya. Bagaimana mengatur transportasi dengan kendaraan yang cuma 1 untuk berdua. Yang kemana-mana berdua memang bisa membuatmu bahagia. Tapi bukan cuma berduaan yang dibutuhkan dalam ikatan yang dewasa.
ADVERTISEMENTS
2. Bahkan approval keluarga juga bukan jaminan. Apalagi yang sekadar jadi teman makan biar gak kesepian?
Approval keluarga saja bisa mental dalam hubungan kalian. Walau sudah dikenalkan dan direstui kedua orangtua jika memang kalian tidak baik bersama, jalannya tidak akan terbuka. Sekadar,
“Iya. Boleh sama dia. Mama suka.”
saja tidak bisa membantu. Bagaimana dengan dia yang cuma jadi distraksi agar sepi tidak masuk lagi dalam harimu?
ADVERTISEMENTS
3. Kemana-mana bareng (sama orang yang belum pasti) sebenarnya bikin rugi. Gimana kalau saat itu kamu ketemu jodoh yang ditunggu selama ini?
Kalau jodoh memang teka-teki, kita harus mempersiapkan diri dong? Salah satu caranya adalah dengan tidak menutup diri dengan status ‘taken’ yang belum resmi.
Kemana-mana berdua membuat duniamu hanya berporos padanya. Ada keharusan tidak tertulis yang membuat kalian merasa hanya milik masing-masing saja. Padahal hidup selalu siap dengan berbagai kejutannya. Bisa jadi waktu kamu sedang terlalu sibuk berduaan, kakak kelas yang sesungguhnya tertakdirkan mulai mengamatimu dari kejauhan. Atau malah ada orang yang meliatmu sudah punya gandengan lalu tidak berani kenalan.
ADVERTISEMENTS
4. Selalu kemana-mana berdua bikin kalian jatuh nyaman. Akan susah saat nanti harus saling mengikhlaskan
Hati bukan komputer yang dengan mudah bisa di-reset ulang. Akan ada lubang yang tertinggal selepas bagian besarnya hilang. Bukan berarti lubang ini tidak bisa disembuhkan. Hanya saja butuh waktu sebelum membuatmu kembali merasa siap berjalan. Sayangnya, terkadang proses ini tidak ringan dan menyakitkan.
Belajar melupakan dan mengikhlaskan tidak pernah masuk kategori gampang. Dalam perjalanannya kalian akan habis-habisan dihajar gamang. Sanggupkah kamu menghadapi malam-malam yang penuh remang dan gamang?
ADVERTISEMENTS
5. Parahnya, kemana-mana ditemani membuatmu makin tidak mandiri. Kamu lupa untuk tetap baik-baik saja walau nanti dia pergi
Terbiasa kemana-mana berdua sedikit banyak mempengaruhi kemandirianmu dan dia. Ada rasa tidak lengkap, kurang genap — saat nanti dia tidak ada. Terbiasa memikirkan sesuatu lewat dua kepala meninggalkan rasa tak yakin saat nanti harus bertempur sendirian saja.
Bersamanya sekian lama membuatmu lupa bahwa dulu hidupmu sempat berjalan baik-baik saja, meski tanpa dia. Parahnya, perlu waktu cukup lama untuk kembali membangun rasa percaya. Banyak kesempatan bisa hilang saat kamu sedang berjibaku dengan kegalauan tingkat dewa.
ADVERTISEMENTS
6. Apa yang lebih menakutkan dari percaya pada sesuatu yang belum pasti — sehingga lupa bahwa diri ini sudah genap sendiri?
Selama ini kita boleh percaya bahwa kita butuh orang lain untuk merasa lengkap. Bahwa kehadiran orang barulah yang akan membuat kita merasa genap.
Hal ini sesungguhnya misleading sekali. Bukankah kita tidak lahir dengan separuh hati? Sedari dulu pun kita sudah genap sebagai pribadi. Picik sekali kalau kita merasa butuh orang lain demi merasa ‘penuh’ lagi. Bukankah hubungan yang baik dimulai dari 2 orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri?
Setelah membaca apa yang Hipwee ungkap di sini, yakin masih mau berduaan terus ke mana-mana?