Foto-foto silih berganti muncul saat kamu scrolling Instagram. Ada yang mengunggah foto anak pertama, ada juga yang bercuap-cuap tentang kuliner yang baru dicobanya. Pandanganmu lantas terhenti di unggahan salah seorang teman. Yang tengah menunjukkan aktivitas keseharian di kampung halaman. Mungkin itu bukan foto liburan ke luar negeri. Bukan pula foto kemewahan yang membuat decak orang tak henti-henti. Namun justru foto itulah yang mengundang rasa “nyes” di hati.
Lantas kamu pun mengedarkan pandang. Di sekeliling yang terlihat hanya kemacetan dan langkah-langkah sibuk manusia. Sudah bertahun-tahun sejak kamu meninggalkan keluarga dan merantau di ibukota. Kadang hati teriris saat banyak yang bilang kamu egois dan cuek terhadap keluarga. Kehidupan di rantau pun tak selalu mudah seperti kelihatannya. Wahai anak rantau, apakah hal-hal ini yang kamu rasakan sehari-hari?
ADVERTISEMENTS
1. Kata siapa terlalu sibuk kerja sampai nggak kangen keluarga? Di rantau harus pintar-pintar memendam rasa
Kerabat di kampung halaman sering berkata “Enak ya kerja di kota. Gajinya gede, apa-apa juga ada.”. Dalam hati kamu membenarkan, namun tentu saja tak semudah kedengarannya. Berjuang sendiri di ibukota harus membuatmu pintar-pintar memendam rasa. Setidaknya rindu yang menggelora itu tak bisa segera dipenuhi. Sebab bagaimana pun saat ini posisimu baru karyawan biasa, yang kalau ingin pulang, izinnya tergantung approval dari atasan.
ADVERTISEMENTS
2. Setiap ada promo liburan, langung kepikiran ajakin liburan keluarga. Semoga segera cukup ya tabungannya
Kenanganmu pun melayang kembali ke masa kecil. Dulu Bapak dan Ibu sering mengajakmu jalan-jalan, meski hanya sesederhana ke pasar malam. Namun ingatanmu pun mencatat betapa senangnya kamu di sana. Sekarang, setiap kali melihat promo liburan, kamu hanya terpikir bagaimana caranya bisa mengajak liburan keluarga. Lalu kamu pun menyadari, tabunganmu belum sebanyak itu. Bekerja lebih keras lagi adalah satu-satunya kunci.
ADVERTISEMENTS
3. Jauh dari rumah membuatmu belajar menyimpan kabar-kabar yang tak menyenangkan. Bukan tak ingin berbagi, hanya tak mau membuat khawatir
Berada jauh dari rumah juga membuatmu belajar menyimpan kabar-kabar kurang menyenangkan. Kamu tahu, Bapak atau Ibu bisa saja langsung datang saat kamu mengeluh demam. Jarak terkadang membuat ketakutan dan kekhawatiran semakin membesar. Karenanya, kini kamu mulai terbiasa menjawab “Alhamdulillah sehat”, saat ditanya kabar. Padahal badan sedang tak karuan rasanya, supaya tak perlu membuat khawatir keluarga.
ADVERTISEMENTS
4. Bukannya tak senang mendapat telepon dari keluarga di kampung. Namun rasa was-was itu seringkali menyelinap tak bisa ditahan, ada apakah gerangan?
Ingatkah kamu momen-momen hening saat kamu menatap ponsel yang menampilkan panggilan dari anggota keluarga, entah kakak atau adikmu. Bukannya kamu sengaja berlama-lama, tapi berada jauh dari rumah, menerima telepon keluarga kadang menimbulkan rasa horor. Apalagi kamu sadar orangtuamu semakin menua. Segala pikiran buruk itu kadang tak bisa dikontrol datangnya. Apakah semuanya baik-baik saja di rumah? Tidak ada kabar buruk bukan?
ADVERTISEMENTS
5. Menjauh dari keluarga dianggap tak ingin tahu apa-apa. Tapi kaki rasanya gemetar saat ada kabar dan tak bisa segera pulang
Mengapa takut mendengar kabar buruk dari keluarga? Bukannya tak ingin tahu ataupun memilih lepas dari tanggung jawab. Hanya saja kamu tahu, kakimu tak akan bisa melangkah cepat melipat jarak untuk bisa segera ada di sana saat dibutuhkan. Hal ini, kadang-kadang membuatmu merasa benar-benar egois dan tak berguna bukan? Tak apa-apa, rasa itu manusiawi kok. Namun yakinlah, bahwa kamu sudah mengusahakan yang terbaik yang kamu bisa. Keluargamu di sana, pasti akan mengerti pada akhirnya.
ADVERTISEMENTS
6. Memperbanyak kegiatan adalah satu opsi. Bukannya sok sibuk, hanya supaya kamu bisa melipur diri
Agar rindu tak semakin mencekik dan membuat tangan gatal untuk melihat kalender melulu, kamu pun membuat banyak kegiatan. Sering kumpul dengan teman, atau ikut berbagai komunitas menyenangkan di akhir pekan. Semua itu dilakukan semata-mata untuk penghiburan. Karena bila bengong semata, rasanya waktu jadi kian lama.
7. Kadang terpikir untuk pulang ke kampung halaman, supaya dekat dengan keluarga. Tapi bingung juga mau kerja apa
Lelah dengan segala kekhawatiran dan rindu, kamu pun mulai memikirkan jalan pintas. Bila teman-temanmu bisa hidup di kampung halaman, kamu tentunya juga bisa bukan? Namun lagi-lagi kamu berkaca pada kenyataan. Mata pencaharianmu ada di sini, dan kamu belum tahu rencana apa yang bisa diterapkan di kampung nanti. Membuat usaha sendiri jelas bukan pilihan yang tepat saat ini. Sebab penghasilanmu bahkan baru cukup untuk diri sendiri.
Menjadi anak rantau memang banyak serba-serbinya. Lucunya ada, enaknya ada, nyeseknya pun banyak. Pertanyaan “Kapan pulang?” dari orangtua sering membuatmu seakan ingin mencelat dan terbang pulang. Namun kamu bisa menjalaninya sampai sejauh ini. Meski kini hanya bisa sesak menahan rindu, suatu saat nanti solusinya pasti ketemu. Entah itu liburan bareng-bareng seperti yang kamu idam-idamkan, atau keputusan untuk pulang dan satu rencana yang hendak kamu wujudkan di kampung halaman. Sabar yaaa, sebab katanya, semua akan indah pada waktunya.