Ada kalanya dalam satu masa hidup, kita dihadapkan pada sebuah fase yang sulit. Rintangan menghadang seolah menjegal seretan kaki yang dirasa kian melemah. Sekalipun telah mengerahkan seluruh usaha, itu semua terasa sia-sia. Setiap cucuran keringat yang telah tercurah seakan menemukan jalan buntu.
Kita pun mulai dihadapkan pada dilema — memilih terus berjuang atau berbalik arah pulang dari medan perang. Beribu pertanyaan tak ayal berkecamuk dalam pikiran. Sungguhkah Tuhan mencintai hambanya yang kini sedang terkapar? Ke manakah ia saat jiwa yang lemah ini harus terus bertahan? Kenapa pertolongan tak juga datang? Tak pantaskah dirimu menerima uluran tangan?
ADVERTISEMENTS
Perkara yang datang menghantam membuatmu kehilangan semangat yang dulu seakan tak pernah padam. Jika bisa, rasanya kamu ingin terkapar dan berhenti berikhtiar
Mungkin jika diibaratkan dengan benda, hidup tak ubahnya seperti roda. Setiap masa akan berputar sesuai dengan izin Sang Maha Kuasa. Kamu pasti pernah berada pada puncak kemudahan, di mana rasanya setiap doa yang kamu panjatkan didengar Tuhan lalu dikabulkan. Akan tetapi akan tiba sebuah masa kamu diuji kesabarannya untuk diubah menjadi manusia yang lebih besar.
Bisa jadi saat itu adalah sekarang. Waktu kamu mengerang karena sebuah kesulitan yang menghadang. Kamu jelas bukan manusia lemah yang dengan gampangnya bertumpang tangan. Dengan segala asa, kamu tak pernah berhenti berupaya dan membungkusnya dalam doa. Selama beberapa waktu, kamu masih bersabar menunggu giliran untuk menerima hasil terbaik yang diupayakan. Tapi kini harap itu seolah pudar. Saat kamu dihadapkan pada harapan yang belum juga menyentuh tepian jawaban.
Kamu pun mulai risau dengan keberadaan Tuhan yang tadinya begitu dijagokan. Berkecamuk ribuan pertanyaan dalam diri, mungkinkah aku harus mengakhiri segala usaha ini?
ADVERTISEMENTS
Ketika tiap daya yang diberikan dirasa tidak membuahkan hasil setimpal, sebagai manusia biasa kamu pun mulai lelah dan mempertanyakan keberadaan Tuhan
Semua usaha dan cara yang kamu kenal telah dijalankan. Bahkan ketika kegagalan-kegagalan tersebut seolah tidak pernah lelah menghampiri, kamu pernah jadi orang paling keras kepala dan terus berlari. Tapi kini rasanya seluruh gelora itu telah sirna. Semangat yang dulu seperti tak mengenal stok habis di dada, kini mulai terganti dengan keinginan untuk memaki.
Kamu mulai mencari beribu alasan untuk bisa berhenti. Sembari tak lupa menyinyir Tuhan tentang keberadaannya yang kini mulai dipertanyakan. Kamu juga menyalahi pula aturan kehidupan. Mengapa usaha yang sudah mati-matian kamu lakukan tidak juga menemukan solusi keluar. Pikiran-pikiran nakal mulai datang. Mencari jalan pintas agar segala masalah segera dipertemukan dengan kunci jawaban.
Ini adalah titik di mana kamu mulai merasa lelah disuruh menunggu. Rasa ego sebagai manusia sepertinya menyerap semua kemampuan pasrah kepada Sang pencipta. Kamu melihat segalanya seperti perhitungan matematika– bukankah balasan setimpal seharusnya datang pada tiap upaya?
Kamu pun mulai lelah mencari jalan dan berhenti mengusahakan kebaikan.
ADVERTISEMENTS
Jika mau mendengar sedikit ke dalam hati, ada harapan orang-orang terdekat yang bisa jadi alasan untuk tak berhenti. Dukungan dan pengorbanan mereka menguatkan upaya yang dilakoni selama ini
Kini kamu benar-benar berada jurang keputusasaan. Mungkin berhenti berjalan dan memutar arah adalah keputusan terbaik yang bisa dijalankan. Akan tetapi, sisa-sisa harap tersebut masih berada pada ruang dada. Rasa sakit mulai juga terasa ketika mengingat betapa kecewanya orang-orang terdekat jika melihat kamu memutuskan untuk berhenti berusaha.
Mungkin kini kamu sedang berlari keras menuntaskan tugas belajar demi menggapai gelar sarjana. Usaha penuh air mata itu hingga tulisan ini kamu baca belum juga menemukan titik cerahnya. Hambatan adalah sahabat karib yang kamu temui disetiap hari yang kamu miliki. Jika bisa sesungguhnya kamu ingin berteriak dan mengaku kalah dengan segala tantangan. Tapi mengingat orangtua yang jauh di sana menaruh harap penuh padamu, keputusan untuk menyerah adalah pisau tajam yang membelah hati mereka.
Kenangan-kenangan tentang bagaimana mereka berjuang menyekolahkanmu di perantauan kembali terulang. Pengorbanan mereka adalah rekaman tajam bukti cinta orangtua kepada anaknya. Terbayang sudah tangis malam ibu kalau kamu pulang tanpa ijazah di tangan. Belum lagi raut lelah ayah yang tidak terbayar setelah selama ini bekerja keras membanting tulang. Dalam hati terbersit sebuah pertanyaan:
“Haruskah aku berhenti dan memutar arah pulang?“
ADVERTISEMENTS
Tuhan adalah sutradara kehidupan yang bijaksana. Lakukan usaha terbaik yang diiringi dengan doa. Karena dalam diamnya, Tuhan pasti mendengar setiap pinta
Namun sesulit apapun masalah yang tengah dihadapi, kuharap kamu tidak pernah mengenal kata berhenti. Setidaknya setelah membaca tulisan ini, aku ingin kamu menjadi lebih kuat untuk menghadapi semunya. Melalui kalimat tersebut aku mengirim doa panjang supaya semua tantangan yang harus kamu tuntaskan dapat terselesaikan dengan baik.
Percayalah akan tiba masanya air mata diubah menjadi tawa. Semua usahamu akan dijawab Tuhan tepat pada waktunya. Hal terpenting yang harus kamu percaya bahwa akan selalu ada harga seimbang yang akan Sang Khalik bayarkan sesuai dengan apa kamu lakukan. Tidak ada usaha yang sia-sia selama kamu berusaha. Lakukan upaya terbaik yang bisa kamu lakukan.
Jangan pernah bosan untuk mengusahakan kebaikan. Kamu adalah makhluk yang tidak pernah dipersiapkan hanya untuk merasakan kegagalan. Kalau semua usahamu saat ini belum pula menemukan titik temu, itu adalah bagian cobaan kehidupan yang harus kamu dilewati. Dengan kesabaran dan doa yang tidak bosan dipanjatkan, di depan sana ada jawaban manis yang kelak akan kamu temukan.