Seandainya, ada kejuaraan kata paling populer tahun 2022, kata “healing” pasti menempati posisi pertama. Bagaimana tidak? Rasanya kita semakin sering mendengar kata ini, baik di kehidupan nyata atau di dunia maya. Sedikit-sedikit, orang menyematkan embel-embel healing dalam aktivitasnya.
Aku mau maraton nonton Netflix seharian, nih. Healing dulu~
Healing ke Bali, yuk!
Healing-ku mah nggak kemana-mana, cuma checkout barang di keranjang toko oranye.
Kemarin, aku staycation. Healing di hotel bintang lima.
Maraknya penggunaan istilah healing, terutama oleh anak muda, bukan tanpa masalah baru. Muncul prasangka buruk kalau kata “healing” dipakai sebagai dalih untuk mangkir dari tanggung jawab saja. Soalnya, nggak sedikit orang yang memaknai kata “healing” sebagai aktivitas yang bersifat senang-senang demi kepuasan diri semata. Kesan lain yang timbul, menyembuhkan luka batin dianggap proses yang instan.
Sebenarnya nih, pemahaman tersebut belum utuh atau kurang tepat. Healing, menurut Nago Tejena, seorang psikolog klinis, memang mengandung aspek kenyamanan emosi. Makanya, dalam proses healing, kita juga perlu melakukan hal-hal yang disukai untuk mendapatkan kenyamanan tersebut. Sayangnya, kebanyakan orang lupa dengan hakikat healing yang lain. Mereka luput memperhatikan satu aspek yang nggak kalah krusial, yakni menyembuhkan luka.
Sementara itu, proses penyembuhan luka dan pemulihan diri nggak bisa sekadar melakukan aktivitas yang sifatnya rekreasional saja, SoHip. Ada banyak aspek yang kompleks, bahkan terkadang bikin kita nggak nyaman menjalani prosesnya. Duh, pengin udahan aja~
Lalu, healing seharusnya kayak gimana, sih?
Hipwee Premium udah merangkum penjelasan lengkapnya nih. Mulai dari pemahaman keliru tentang healing sampai pendapat ahli tentang healing yang benar. Simak ulasannya, yuk!
ADVERTISEMENTS
Cek 4 hal tentang healing yang selama ini kita salah pahami. Bukannya sembuh, malah membiarkan luka tetap menganga~
Menjadi dewasa, kita ternyata dituntut untuk mengakui bila sedang merasa tidak baik-baik saja. Apalagi, seiring bertambahnya usia, kita akan menghadapi banyak masalah hidup yang menyebabkan batin kita terluka, seperti persoalan hubungan, pekerjaan, keuangan, atau pertemanan. Meski kesulitan datang dan pergi tanpa permisi, kita tetap harus tahu caranya berdiri. Healing menjadi salah satu caranya.
Namun, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini justru mendatangkan keprihatinan sebab banyak orang salah kaprah dalam memahami healing. Alih-alih sembuh, tanpa sadar mereka malah membiarkan luka tetap menganga. Padahal, fokus utama healing adalah menyembuhkan luka batin. Jika pemahaman dan metode healing kurang tepat, bukankah batin kita justru semakin jauh dari kata “sembuh”?
Ini dia beberapa pemahaman tentang healing yang perlu kita pikirkan kembali. Coba direnungkan, jangan-jangan konsep healing yang ada di kepala kita memang belum tepat dan benar.
a. Healing membutuhkan waktu, nggak instan~
Pernahkah kamu tetap merasa sumpek setelah liburan? Padahal, dengan “healing” ini, kamu berharap bisa membaik lagi. Nah, inilah yang kerap disalahpahami oleh kebanyakan orang. Healing bukan proses instan, tapi dibutuhkan usaha terus-menerus. Terkadang butuh waktu bertahun-tahun atau malah seumur hidup untuk menyembuhkan diri.
Proses healing juga nggak seperti garis lurus vertikal. Sebaliknya, garis naik-turun justru paling menggambarkan perjalanan healing. Dengan kata lain, ada kalanya kamu gagal mengatasi emosi yang memburuk, ada saatnya kamu berhasil. Semua proses itu wajar, bukan berarti proses healing-mu gagal. Sebaliknya nih, itulah proses healing yang normal. Kuncinya adalah tetap berproses.
Tebak mana yang benar dan mana yang salah | Illustration by Hipwee
b. Bukan tentang kemewahan
Makin ke sini, healing malah makin identik dengan kemewahan. Padahal, healing bisa dilakukan dengan sederhana dan tanpa mengeluarkan bujet yang mahal.
Healing nggak selalu dilakukan dengan jalan-jalan, liburan ke luar kota, staycation di hotel berbintang, atau belanja sampai menguras uang tabungan. Sebenarnya, sekadar tinggal di rumah aja tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, kamu tetap bisa healing kok. Kan, healing merupakan proses menyembuhkan luka, jadi bisa dilakukan di mana aja.
c. Aktivitas berlibur bisa disebut healing, asalkan….
Sebenarnya, healing terutama yang dilakukan oleh diri sendiri (self-healing) bukan istilah baku dalam Teori Psikologi. Idei K. Swasti, dosen Psikologi Klinis Universitas Gadjah Mada ini nggak terlalu mempermasalahkan pemakaian istilah tersebut. Apalagi, merujuk kata “self” yang diartikan sebagai upaya individu untuk menyelami dirinya dan mengatasi permasalahan serta luka-luka batin.
“Dengan demikian, sebenarnya pun tidak ada istilah ‘benar’ atau ‘salah’ dalam melakukan tindakan ini, karena sifatnya sangat subjektif. Hanya saja, self healing menjadi tidak ‘tepat’ ketika langsung diartikan sebagai tindakan berlibur/foya-foya,” terang Idei.
Nah, ada dua bentuk healing, yakni hedonic well being dan eudaimonic well being. Ketika individu membahagiakan dirinya melalui tindakan untuk memperoleh kenikmatan, ini bukan sesuatu yang salah. Akan tetapi, jika dilakukan dalam jangka panjang menjadi tidak tepat karena sifatnya cenderung konsumtif dan menghindari rasa sakit. Jadi, lebih mirip mencari pelarian.
Jalan-jalan memiliki tujuan untuk bersenang-senang dan mengisi energi lagi. Proses ini nggak bisa disebut healing karena nggak ada proses untuk mengurai diri dengan segala pola pikir dan emosi.
Sementara itu, eudaimonic well being memungkinkan terjadinya pemaknaan pengalaman. Individu menikmati waktu sendiri untuk merefleksikan perjalanan hidup dan berupaya untuk berhadapan dengan hal-hal yang selama ini ditolak/dihindari. Contohnya nih, aktivitas berlibur dijadikan sebagai kesempatan untuk hening dan berkontemplasi. Bila ada proses memaknai pengalaman serta meregulasi emosi, maka aktivitas berlibur bisa disebut healing, bestie~
d.Bisa jadi prosesnya nggak mudah dan nggak enak
Tujuan healing adalah menyembuhkan luka batin agar hidup lebih berkualitas dan nyaman. Nah, demi mencapainya, kita justru harus menghadapi dan melakukan hal-hal nggak nyaman. Sama seperti saat kita sedang sakit fisik, kita perlu minum obat yang rasanya pahit demi kesembuhan diri.
Jangan membayangkan proses healing yang serba menyenangkan. Dalam prosesnya, kita bisa jadi merasa lelah, muak, cemas, khawatir, atau takut karena ada pergulatan batin dalam diri. Nah, proses yang nggak mudah ini bisa dihadapi dengan komitmen yang kuat dan konsisten.
ADVERTISEMENTS
8 aspek healing yang benar. Fokus utamanya adalah pilih aktivitas yang produktif, nggak cuma demi kepuasan diri
Healing ibarat pintu yang membuatmu tumbuh menjadi sosok yang tangguh. Ketika berhasil sembuh, kamu belajar untuk menghadapi ketidaknyamanan-ketidaknyamanan dalam hidup dengan tepat, bukan malah melarikan diri. Sementara itu, healing yang identik dengan kesan bersenang-senang justru kerap dijadikan dalih untuk pelarian. Waduh, ini, sih, namanya bukan healing, tapi lari dari masalah, ya~
Kamu nggak mau, kan, proses healing-mu malah jauh dari tujuan? Yuk, simak 8 aspek healing yang benar ini! Sehingga kamu bisa menerapkan healing dengan tepat, yakni tetap melakukan aktivitas yang sifatnya senang-senang, tapi juga sadar untuk menyelesaikan akar masalah.
Bersedia mencari dan menerima bantuan
Langkah awal yang membuka pintu kesembuhan adalah kesediaanmu mencari dan menerima bantuan. Ini bukan tanda kamu lemah, ya. Perjalanan menuju sembuh akan sangat berat kalau kamu menanggungnya sendiri. Wajar kok, bila kamu melibatkan orang lain seperti psikolog agar proses kesembuhanmu lebih terarah. Bantuan dari pihak profesional akan membantumu memetakan masalah.
Carilah support system
Lantaran proses healing nggak mudah, kamu berhak mendapatkan support system yang tepat. Carilah orang-orang terdekat yang bisa kamu percaya dan bisa diandalkan untuk menjadi pendukung. Kehadiran mereka membantumu untuk tetap kuat dan fokus dengan kesembuhan diri. Ketika lelah menjalani proses healing, kamu juga bisa bersandar pada mereka. Hindari mengisolasi diri karena bisa-bisa kamu malah semakin terpuruk.
Healing yang sebenarnya | Illustration by Hipwee
Lakukan aktivitas fisik
Mengutip Very Well Mind, olahraga atau aktivitas fisik dapat membantu proses kesembuhan jiwa yang terluka. Soalnya, olahraga menghasilkan zat endorfin yang menghilangkan stres. Kalau kamu nggak terlalu suka olahraga, berjalan-jalannya ke lingkungan sekitar, bersepeda, atau yoga bisa juga dilakukan. Intinya, lakukan kegiatan yang melibatkan gerakan tubuh.
Terapkan self care
Perawatan diri (self care) adalah bentuk mencintai diri sendiri. Selama dilakukan dengan porsi yang pas, kualitas hidupmu bakal meningkat. Sisihkan waktu untuk merawat diri sendiri dan lakukan hal-hal yang membuatmu merasa dicintai. Kamu nggak perlu mengeluarkan biaya mahal, dengan menjaga kebersihan tubuh aja, kamu udah bisa dikatakan telah menerapkan self care.
Pahami emosi dengan journaling
Dalam proses healing, salah satu PR terbesarmu adalah memahami emosi. Nah, menulis jurnal bisa jadi opsi untuk membedah emosi yang kadang terasa rumit. Belajar menerima, mengakui, dan mengelola emosi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kesembuhan. Soalnya, kamu belajar untuk menyelami dirimu sendiri secara lebih baik.
Izinkan dirimu untuk rehat
Healing membutuhkan banyak energi. Prosesnya mungkin saja menguras energimu secara fisik maupun mental. Jika ini terjadi, jangan ragu untuk rehat sejenak. Secara nggak langsung, kamu pun belajar untuk berbaik hati pada diri sendiri.
Berlatih meditasi
Lakukan meditasi untuk mengasah alam kesadaran. Semakin sering berlatih meditasi, kamu akan makin lihai untuk fokus pada diri sendiri dan nggak gampang terpengaruh kondisi eksternal. Artinya, tingkat stres pun menurun. Selain itu, meditasi membantumu mengambil setiap keputusan dengan penuh kesadaran. Dampak baik meditasi ini memudahkan proses kesembuhanmu.
Lakukan kegiatan yang mengasah kreativitas
Menyibukkan diri dengan kegiatan kreatif bisa berdampak positif bagi kesehatan fisik dan jiwamu. Ketimbang mengalihkan diri dengan kegiatan yang rentan merugikan, cobalah kegiatan-kegiatan produktif seperti bermain musik, melukis, menulis, atau membaca.
Itu pemaparan tentang healing yang sebenarnya. Sekarang, SoHip udah tahu, kan, healing nggak selamanya tentang hal-hal yang enak dan nyaman aja? SoHip justru didorong untuk lihai dalam menghadapi ketidaknyamanan.