“Kapan nikah”
Di usia yang sekarang, mungkin pertanyaan itu yang seringkali menghantuimu. Melihat satu demi satu teman akhirnya mantap melepas masa lajang dan naik pelaminan, rasanya ada kegalauan yang sulit untuk diungkapkan.
Ya, wajar kalau kamu punya keinginan yang sama. Berharap segera dapat giliran yang berikutnya untuk segera membina rumah tangga. Tapi, bukankah masing-masing orang punya jalan hidup yang berbeda? Nanti juga akan tiba gilirannya, namun bukan berarti harus sekarang juga ‘kan?
ADVERTISEMENTS
Di usia ini kamu mungkin masih sibuk mengenal dirimu sendiri. Menemukan apa yang sebenarnya paling kamu ingini.
Angka bisa jadi tak berarti apa-apa. Meski sudah sampai di usia 20-an, bukan berarti kamu sudah khatam segalanya. Banyak momen kehidupan yang dilewati juga bukan berarti kamu selesai dengan dirimu sendiri. Mungkin, saat ini kamu masih mencari-cari – apa sih yang sebenarnya paling kamu ingini dalam hidup ini?
Setiap orang berhak menjalani hidup seperti apa yang diinginkannya. Menghabiskan seumur hidup mendalami agama, jadi traveler yang sibuk keliling dunia, jadi aktivis dan mengabdikan diri pada negara; apapun itu kamu bebas menentukan pilihan. Dan sebelum menemukan apa yang paling diinginkan, mungkin belum saatnya bicara soal pernikahan.
ADVERTISEMENTS
Menjadi dewasa juga bukan perkara sederhana. Kamu sedang belajar agar bisa sabar dan bijak menghadapi setiap permasalahan.
Menikah itu butuh kedewasaan. Sayangnya, sekali lagi usia tak bisa dijadikan acuan. Sekalipun secara angka kamu sudah bisa dibilang matang, belum tentu dirimu sudah benar-benar siap ‘kan? Bisa jadi kepribadian, karakter, dan mentalmu masih harus ditempa.
Cobalah untuk merunut kembali masalah-masalah yang pernah kamu hadapi. Saat berselisih paham dengan rekan kerja, orang tua, atau teman kantor misalnya. Apa selama ini kamu sudah bisa bersikap dewasa? Atau, justru mudah meledak dan terbawa emosi? Kamu yang bisa mengukur kesiapan dirimu sendiri. Dan apakah akan menikah segera atau lebih baik berbenah diri lagi.
ADVERTISEMENTS
Belum lunas meraih mimpi, mungkin di usia ini kamu masih ingin melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.
Pasti ada alasan dibalik keputusanmu yang memilih melajang hingga sekarang. Salah satunya bisa jadi soal pendidikan. Ya, kamu punya keinginan untuk fokus pada pendidikanmu dulu. Apakah itu menyelesaikan S1, S2, atau bahkan S3 misalnya. Sah-sah saja, toh semua orang berhak mengejar apa yang paling diimpikannya termasuk soal pendidikan. Jika menurutmu sendiri dulu justru akan meringankan langkahmu menuntut ilmu, kenapa harus nikah buru-buru?
ADVERTISEMENTS
Memasuki dunia kerja, kamu justru sibuk dengan tugas-tugas kantor yang sedang asik-asiknya.
Ibu: “Kak, kok kamu gak pernah bawa pacar atau calonmu ke rumah?”
Kamu: “Hahaha. Emang belum ada kok, Bu.”
Ibu: “Ya gimana mau dapat kalau kamu sibuk kerja terus.”
Kamu: “Doanya aja, Bu.”
Setelah lulus kuliah dan bekerja, kamu merasa menemukan dunia yang baru. Pekerjaan pertama terasa sedang seru-serunya dijalani. Bahkan meski harus mengerjakan tugas-tugas kantor yang seperti tak ada habisnya, kamu merasa happy saja. Menemukan pekerjaan yang sesuai dengan passion-mu dan melihat saldo rekening yang tak seperti dulu lagi membuatmu menikmati masa-masa ini. Belum rela rasanya jika dunia kerja yang baru saja ditapaki harus sejenak diabaikan demi mempersiapkan pernikahan.
ADVERTISEMENTS
Menikah bukan berarti kamu tak lagi bisa bersenang-senang. Hanya saja, ada pasangan dan anak-anak yang juga harus dipikirkan.
Menikah memang tak lantas mengubah kehidupanmu secara total. Kamu pun masih bisa bersenang-senang, menekuni hobi, atau melakukan apa yang kamu sukai. Namun, setelah menikah tentu kondisinya akan berbeda. Kamu bukan lagi single yang bisa membuat keputusan sesuai keinginanmu saja. Ada pasangan yang harus dimintai pertimbangan, ada anak-anak yang juga harus dipikirkan.
Traveling ke luar pulau sih boleh-boleh saja, tapi coba tanyakan pasanganmu – apa dia rela ditinggal di rumah sendiri saja? Mau nonton konser berdua juga oke-oke saja, tapi apa sudah dipastikan kalau pengeluaran itu tak menganggu kebutuhan pokok lainnya?
ADVERTISEMENTS
Keluarga seharusnya jadi prioritas utama. Setelah bekerja dan punya penghasilan sendiri, puaskan dulu membahagiakan mereka.
Ya, keluarga memang sepatutnya jadi prioritas utama. Apalagi orang tua, mereka yang sudah demikian berjasa dalam hidupmu. Mencukupkan kebutuhan dan pendidikanmu hingga sekarang kamu dewasa dan punya banyak bekal untuk melanjutkan hidupmu. Setelah sekarang kamu sudah lulus dan bekerja, bukankah ingin rasanya fokus membahagiakan mereka?
Dan tentu saja kebahagiaan tak selalu berupa materi. Bukan berarti cukup dengan kamu memenuhi kebutuhan di rumah sampai membayar biaya sekolah adik-adikmu. Ayah dan ibu juga butuh waktu bersama denganmu. Setidaknya sebelum suatu saat nanti menikah, kamu bisa memprioritaskan mereka terlebih dahulu.
Menikah pastilah butuh modal. Bukan cuma biaya resepsi, persiapan buat beli rumah dan kendaraan juga harus maksimal.
“Eh, loe kapan nikah? Buruan nyusul gih! Temen-temen sekelas hampir semua udah nikah lho!”
Menikah tak sesederhana pergi ke KUA, ijab qobul, lalu hidup bahagia berdua selamanya. Selain kesiapan mental yang sudah dijelaskan di poin sebelumnya, soal materi biasanya jadi hambatan utama. Demi bisa menggelar resepsi pernikahan, kamu harus menabung sejak jauh-jauh hari. Meski resepsi juga bisa dibuat sederhana, kehidupan setelah menikah adalah salah satu yang tak bisa kamu abaikan begitu saja. Mau tinggal dimana? Punya kendaraan apa? Mau punya anak berapa? Jika ingin kehidupan rumah tangga yang bahagia, tentu hal-hal itu wajib diperhatikan juga.
Mau gimana lagi kalau jodohnya memang belum dikirim Tuhan? Nggak mungkin juga ‘kan kalau naik pelaminan sendirian?
Meski menikah adalah harapan yang tak henti-hentinya kamu semogakan, sadarilah bahwa ada kekuatan Maha Besar sudah mengaturnya. Jalan nasib dan garis takdir sudah ditentukan Tuhan, kamu hanya harus berdoa dan berusaha mewujudkan. Tapi jika jodoh memang belum dikirimkan sekarang, santai dan sabar saja menunggu giliran. Toh, nggak mungkin juga ‘kan kekeuh naik pelaminan sendirian. Kalau naik pelaminan teman buat sekadar foto-foto sih boleh-boleh saja.
Seringkali kita terlalu peduli komentar dan pendapat orang lain, sampai-sampai lupa pada diri sendiri. Padahal, hidup ini akan lebih sederhana, kalau kita fokus pada keyakinan dan intuisi diri sendiri saja.
Hubungan yang gitu-gitu aja, coba kamu curhatin ke @migmegalau aja.