Apa hal yang bisa membuatmu bahagia di dunia? Jawaban yang umum adalah dicintai dan mencintai, memiliki pekerjaan yang diinginkan (atau paling tidak, pekerjaan yang mapan), keluarga yang membahagiakan, dan makanan enak di kedua tangan. Memang benar, hal-hal itu bisa membuat hati jadi bahagia — atau paling tidak, menghangatkan hati.
Tapi bagi sebagian orang, hal yang membuat mereka bahagia berwujud begitu sederhana: hujan dan bau tanah yang datang setelah ia reda.
Hujan? Tidak salah?
Tidak. Bahkan para pecinta hujan punya namanya sendiri: pluviophile. Kalau kamu bertanya mengapa seseorang bisa begitu mencintai hujan, mungkin alasan-alasan ini bisa membuatmu berhenti menyimpan rasa penasaran:
ADVERTISEMENTS
Hujan adalah pembersih udara alami. Aroma jalan sesaat setelah hujan begitu sejuk dan murni, seperti bayi yang terlahir kembali.
Simpan keluhan kita ketika hujan datang. Bukankah hujan justru akan membuat udara di sekitar kita kembali bersih? Menghanyutkan sisa-sisa polusi di udara dan menggantikannya dengan bau tanah serta dedaunan basah? Di balik wujudnya yang “merepotkan”, ia adalah cara paling alami dan sederhana untuk kembali menyegarkan paru-paru kita.
Secara teknis, air hujan akan memperbaiki kualitas udara yang ada di bumi. Berbagai polutan serta kotoran seperti debu, dan asap kendaraan akan disapu bersih oleh air hujan. Air hujan akan menghanyutkan partikel-partikel merugikan yang ada di udara, sehingga tak heran jika setelah hujan, kita akan menghirup udara bersih seperti pada saat pagi hari. Bahkan tak jarang karena hujan, kita dapat menghirup aroma tanah yang basah, beserta lembabnya pepohonan.
ADVERTISEMENTS
Hujan mengingatkanmu pada saat-saat terbaik bersama mereka yang berharga. Gigil tubuh sanggup dipadamkan oleh dekap dan tulusnya rasa.
Hujan sering dikaitkan sebagai sesuatu yang romantis. Banyak cerita-cerita dalam buku-buku dongeng, lagu, maupun kisah layar lebar yang menggambarkannya. Bermain air di kala hujan sambil berpegangan tangan dan berpelukan adalah sebuah frame yang sering digambarkan dalam film-film roman.
Bahkan ketika kecil kita sering dimarahi Ibu karena sengaja bermain hujan di halaman rumah. Sengaja berbasah-basah, tak takut sakit, karena memang hujan adalah sesuatu yang kita pikir menyenangkan. Tak ada alasan untuk berubah menjadi anti-hujan setelah dewasa seperti sekarang, bukan?
ADVERTISEMENTS
Jangan salahkan hujan jika banjir terjadi, salahkan diri kita sendiri yang tak mampu menjaga bumi
“Yah, hujan lagi nih? Batal malam mingguan dah!”
“Kalo hujannya deres gini semaleman, pasti besok bakal banjir.”
Tanpa sadar kita sering melontarkan perkataan-perkataan kecil tersebut saat hujan tiba. Terdengar sepele memang. Namun tahukah kamu bahwa perkataan yang sering kamu lontarkan itu tanpa sadar telah merutuki nikmat Tuhan yang paling krusial?
Segala musibah dan bencana yang terjadi ketika hujan datang seolah-olah merupakan salah air hujan yang mengguyur bumi. Padahal kita sebagai penghuni bumi-lah yang tak mahir menjaga tempat tinggal kita ini. Membuang sampah sembarangan, membabat habis hutan untuk pemukiman, dan membangun gedung-gedung tinggi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.
Alhasil karena ulah kita, bumi tak bisa lagi meresap air hujan. Karena tanah yang ada sudah berubah menjadi beton dan aspal. Pembangunan sembarangan menyebabkan sistem drainase tak bisa berjalan dengan baik. Sampah yang menumpuk menyebabkan aliran sungai tersumbat, dan meluapkan air ke jalanan dan ke perkampungan. Oleh karenanya, sebenarnya siapakah yang salah? Hujan ataukah diri kita sendiri?
ADVERTISEMENTS
Hujan tetap patut disyukuri, karena ia merupakan bukti cinta kasih Tuhan terhadap makhluk di bumi
Hujan adalah bentuk rasa cinta Tuhan kepada seluruh makhluknya yang ada di bumi. Dengan hujan, sebuah kehidupan tercipta. Pohon-pohon tumbuh, petani dapat mengairi sawah dan kebun, dan binatang-binatang ternak dapat minum serta makan dari tumbuhan yang tumbuh karena air hujan. Tanpa hujan, mustahil akan ada kehidupan. Tak ada tetumbuhan yang tumbuh karena tanah kekurangan air yang berfungsi untuk menghidupi mikroorganisme yang hidup di dalamnya.
Bayangkan jika sebuah negeri tak pernah diguyur hujan dalam waktu lama, bisa dipastikan kita akan semakin sulit menjalani kehidupan. Kita mesti pergi berkilo-kilometer untuk mengambil air yang belum tentu rasanya sesegar seperti yang kita nikmati saat ini. Jika kamu ingin melihat bukti nyata, pergilah ke Timur Tengah, di daerah yang tak mesti setahun sekali turun hujan. Lihatlah bagaimana masyarakat disana rela menggelontorkan banyak uang untuk menyuling air laut, demi mendapatkan air tawar yang segar dan layak konsumsi.
Sangat berbeda sekali dengan kita yang tinggal di negara dengan hujan dan air yang melimpah sepanjang tahun. Kita bisa dengan mudah hanya menimba air di sumur yang ada dirumah, atau hanya membayar sekian puluh ribu untuk berlangganan air PAM. Sungguh harga yang amat sangat murah untuk kehidupan.
Ah, masih adakah alasan untuk tidak mencintai hujan?