Semakin bertambah usia, banyak hal yang melintas di otak saya sebagai anak dan manusia biasa. Saat kecil dulu saya hanya ingin cepat-cepat hari Minggu, agar bisa bangun pagi dan menonton acara kartun di televisi tanpa perlu mandi dulu. Beranjak remaja, saya ingin segera lulus sekolah agar tak bertemu lagi dengan pelajaran eksakta. Awal beranjak dewasa saya pernah mengatakan pada bapak dan ibu ingin segera menikah. Namun dalam perjalanannya, saya justru terlena pada mimpi-mimpi yang terlanjur saya buat sendiri.
Setiap hari, usia saya memang bertambah dan semakin dewasa. Saya juga paham bahwa bapak dan ibu semakin menua tiap harinya. Perihal jodoh dan menikah, memang berulang kali menjadi topik obrolan ketika malam menjelang. Saya tahu bapak dan ibu sudah tak sabar menyambut anggota keluarga baru. Saya juga tahu bapak dan ibu diam-diam iri dengan mereka yang sudah menimang cucu. Pak, Bu, saya mohon pengertiannya sedikit lagi. Sebelum mengepakkan sayap dan pergi dari rumah ini, izinkan saya meraih dan memenuhi mimpi serta janji yang sudah terlanjur dirapalkan dalam hati. Sebab saya yakin, jika tak sekarang saya lakukan, kelak akan ada rasa bersalah di masa depan.
ADVERTISEMENTS
1. Perihal usia, saya memang sudah saatnya menikah. Namun selagi ada kesempatan dan semangat, saya ingin menuntaskan pendidikan yang sempat tertunda
Jika dilihat dari usia, saya memang sudah waktunya menikah bahkan mempunyai keturunan. Meskipun begitu, saya masih ingin menuntaskan janji dan mimpi pada bapak dan ibu, sekolah hingga wisuda. Menyelesaikan pendidikan memang bisa saya lakukan saat sudah menikah nanti, tapi hati dan pikiran ini tak sampai hati menggantungkan janji ini. Menuntaskan pendidikan ini juga merupakan jalan menuju mimpi saya Pak, Bu. Mimpi untuk menjadi orangtua yang ‘kaya’ secara wawasan dan pengetahuan.
ADVERTISEMENTS
2. Punya pekerjaan dan pendapatan juga harus saya raih dahulu. Demi bisa lebih membanggakan bapak dan ibu
Selepas tuntas pendidikan, menikah juga masih jauh dari to-do-list saya. Saya perlu mencari pekerjaan guna menerapkan apa yang selama ini telah saya pelajari. Selain itu, saya juga ingin merasakan nikmatnya menenggak air dari hasil keringat sendiri. Pekerjaan dan pendapatan ini juga sebagian mimpi saya untuk membuat bapak dan ibu bangga. Biar tak ada orang yang merendahkan keluarga kita lagi dikala ada yang bertanya, anaknya bekerja di mana?
ADVERTISEMENTS
3. Saya pun tak mau jadi anak yang tak tahu diri. Langsung pergi meninggalkan bapak dan ibu setelah bertahun-tahun disayang dan dibiayai
Sebelumnya saya tak pernah berpikir menjadi anak itu luar biasa rasanya. Saya dikasihi dan dirawat dengan sepenuh hati. Meski saya sempat melakukan kesalahan, bapak dan ibu selalu merengkuh dan memaafkan. Saya tak mau menjadi anak yang tak tahu diri, Pak, Bu. Saya tak mau meninggalkan dua orang paling hebat yang telah menuntun saya untuk sampai di titik ini. Saya masih ingin menjadi anak kesayangan bapak-ibu dan menikmati kebersamaan selagi kesempatan masih ada.
ADVERTISEMENTS
4. Tak apa jika saya dijuluki ketinggalan dari teman-teman. Asal punya kesempatan mengembangkan hobi dan passion sendiri
Saya tahu benar jika bapak dan ibu sedih ketika ada yang bilang saya tak seperti yang lainnya. Di saat mereka seakan berlomba untuk menikah dan punya momongan, saya justru masih disibukkan dengan diri sendiri dan pekerjaan. Di dalam lubuk hati, tak apa-apa jika saya dijuluki tertinggal dari teman-teman sebaya. Bukannya tak laku, tapi saya hanya ingin merasakan jadi sepenuhnya manusia dengan mengembangkan passion yang ada di dalam diri. Alangkah durhakanya saya kepada Sang Pencipta jika bakat dan passion itu hanya dibiarkan begitu saja.
ADVERTISEMENTS
5. Mimpi untuk menginjakkan kaki di belahan bumi yang lain juga rasanya perlu saya cicipi dulu, sebelum membangun sebuah keluarga baru
Omongan orang lain memang kadang buat bapak dan ibu tak bisa tidur. Mohon maaf jika karena saya bapak dan ibu jadi bertambah beban pikirannya. Namun sebagai manusia, saya juga punya mimpi untuk menantang diri sendiri. Salah satunya seperti menginjakkan kaki di berbagai belahan bumi. Saya masih ingin menakar sejauh mana saya bisa berpetualang dan menikmati indahnya dunia ini. Bukankah semakin jauh melangkahkan kaki, rindu akan pulang ke rumah akan tercipta lebih besar lagi? Dan saat rasa rindu akan ‘rumah’ sudah cukup terpenuhi, saya janji akan segera pulang dan memenuhi kodrat sebagai penerus keluarga.
ADVERTISEMENTS
6. Bapak dan ibu tak perlu khawatir soal status saya yang masih lajang. Menikah tetap ada dalam impian, tapi maaf belum bisa saya lakukan sekarang
Perihal saya yang masih lajang, saya mohon bapak dan ibu tak perlu mengkhawatirkan. Sebagai manusia biasa saya jelas ingin melangsungkan sebuah pernikahan. Sebagai seorang anak, saya memang ingin meneruskan keluarga dengan keturunan. Tapi sekali lagi mohon maaf, hal tersebut belum bisa saya dahulukan. Masih ada mimpi-mimpi yang harus saya kerjakan.
Bapak dan ibu tak perlu cemas apalagi was-was, menikah tetap menjadi momen sakral yang diam-diam juga saya impikan. Sekarang, izinkan saya melunasi mimpi-mimpi ini dulu. Perihal menikah, saya yakin pasti nanti ada waktu.