Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

Alasan Menemui Psikolog

Tak terasa tahun ini sudah akan melihat ujungnya. Melihat jauh ke belakang, kesehatan mental menjadi salah satu isu yang sangat berkembang. Apalagi di tahun ini sungguh berjalan tidak mudah. Pandemi, banyak pemutusan hubungan kerja hingga kita yang dipaksa berdiam di rumah aja.

Di sisi lain, di tahun 2020 ini kesadaran akan kesehatan mental mulai meningkat. Film Joker yang rilis tahun lalu juga turut menyadarkan masyarakat bahwa depresi dan penyakit mental lainnya bukan hal yang bisa dianggap sepele. Film ini menceritakan bagamana perundungan mengambil peran teramat besar dalam sebuah penyakit mental. Sejalan dengan itu, penelitian yang saya baca hari ini menyebutkan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia berkeinginan mengakhiri hidupnya sendiri , dan perundungan menjadi salah satu penyebabnya.

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

film Joker via www.insider.com

Lalu dari dunia musik, tahun ini album Mantra-Mantra milik Kunto Aji yang dirilis tahun 2018 dinobatkan sebagai Album Terbaik-Terbaik pada ajang Anugerah Musik Indonesia 2019. Lagu-lagu dalam album ini benar-benar bisa menjadi mantra untuk lebih tegar dan tenang dalam menghadapi berbagai tragedi yang mungkin terjadi. Lewat lagu-lagunya, Kunto mengajak kita mengerti bahwa kegelisahan, kesedihan, kehilangan, kebingungan, adalah hal-hal yang perlu diakui eksistensinya. Di antaranya, lagu Rehat adalah yang paling saya sukai. Sebab, lagu itu bisa menjadi obat ketika saya benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan selain menangis tersedu-sedu. Kunto seolah menepuk pundak dan berkata: nangis aja dulu nggak apa-apa, semuanya akan baik-baik aja.

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

Mantra-Mantra bu Kunto Aji via www.provoke-online.com

Bicara soal kesehatan mental, saya percaya setiap orang menghadapi masalah yang berbeda. Setiap orang memiliki ketakutan yang berbeda. Saya juga pernah sangat mengkhawatirkan kewarasan saya sendiri. Rasa panik dan ketakutan yang mencekam itu pernah saya alami hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk konsultasi pada psikolog.

Tentu saja itu bukanlah langkah yang sederhana. Beberapa teman dekat menuduh saya tidak punya Tuhan, sedangkan yang lain bertanya-tanya apakah saya gila. Padahal mendatangi psikolog ‘kan tidak berarti saya gila. Saya hanya merasa ada sesuatu dalam diri saya yang tidak baik-baik saja. Ada gelisah dalam diri yang butuh ditenangkan, dan saya tidak bisa melakukannya sendirian. Berikut beberapa hal yang membuat saya memutuskan bahwa saya butuh bantuan.

ADVERTISEMENTS

1. Moodswing saya semakin parah. Kadangkala saya merasa sedih dan bahagia tanpa saya ketahui sebabnya

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

mood swing via www.pexels.com

Perubahan mood yang dadakan itu ternyata benar-benar ada. Ada kalanya saya merasa sangat lega, segalanya terasa sempurna, situasi hati sangat tenang dan santai. Namun, dalam satu menit, saya mengingat sebuah fakta, dan itu menggugurkan semua “bahagia” yang saya rasakan sebelumnya. Di momen ini, saya bahkan lupa kenapa tadi saya bahagia, padahal ada kenyataan yang begitu menyedihkan.

ADVERTISEMENTS

2. Di sisi yang lain, saya menjadi penuh curiga pada rasa bahagia. Pernah saya percaya bahwa bahagia dan senang adalah awal dari sebuah bencana

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

curiga pada bahagia (Photo by Stefan Stefancik) via www.pexels.com

Mungkin orang akan berkata bahwa saya bodoh, tidak bersyukur, dan terlalu overthinking (sudah over, terlalu pula). Namun, jika ditanya, ini di luar pengendalian diri saya. Ketika sebuah kabar baik datang, rasa senang itu hanya sesaat. Selebihnya pikiran saya menjadi curiga dan waspada karena saya berpikir ada hal-hal buruk yang akan segera terjadi. Dan pikiran akan hal ini membuat saya ketakutan sendiri.

ADVERTISEMENTS

3. Setiap sakit fisik yang saya rasakan, selalu saya hubungkan dengan penyakit mematikan. Rasanya seluruh tubuh ini penuh dengan sel kanker yang mengerikan

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

banyak pikiran mengerikan (Photo by
Ben Blennerhassett) via unsplash.com

Migrain yang tak kunjung reda membuat saya bertanya-tanya apakah saya terkena kanker otak. Munculnya nyeri di dada kiri membuat saya memvonis diri sendiri punya sakit jantung. Rasanya, banyak sekali penyakit mengerikan dalam diri saya. Dari situ saya bolak-balik dari satu dokter ke dokter yang lain, dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain, sebab pernyataan dokter bahwa saya baik-baik saja tak bisa saya percaya.

ADVERTISEMENTS

4. Pola tidur saya pun terganggu, sebab alam mimpi terasa begitu mengerikan dan tak bisa dikendalikan. Pun saya takut tak bisa bangun lagi jika ketiduran

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

tidak berani tidur (Photo by Jen Theodore) via unsplash.com

Memang sedikit aneh, tapi ada masa-masa saya begitu takut untuk tidur. Ya, tidur, sebuah kebutuhan manusia yang terasa sangat mengerikan bagi saya. Tidur akan membuat saya bertemu alam mimpi, di mana kendali saya nol persen di sana. Beragam hal buruk bisa terjadi dan saya tidak bila melakukan apa-apa. Di sisi yang lain, dengan berbagai penyakit yang (saya yakini) ada dalam diri saya, membuat saya takut tidak bisa bangun jika tertidur.

ADVERTISEMENTS

5. Serangan panik datang dan pergi semakin sering dan naiknya asam lambung sudah seperti rutinitas

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

panick attact datang dan pergi (Photo by Melanie Wasser) via unsplash.com

Apa yang terjadi dalam pikiran ternyata sangat besar pengaruhnya bagi fisik. Di masa-masa itu, saya sering panik tanpa sebab. Tangan basah dan kesemutan, kepala berputar-putar, dan terkadang rasa mual itu juga datang. Di sisi yang lain, asam lambung semakin tak terkontrol mengiris-ngiris meninggalkan nyeri di ulu hati. Berobat ke dokter pun percuma, sebab kata dokter, yang perlu dikendalikan itu stres saya.

ADVERTISEMENTS

6. Segala tekanan dan kegelisahan yang semakin menekan membuat hidup saya terasa sesak. Saya ingin membaginya, tapi tak tahu dengan siapa

Pada Akhirnya Saya Putuskan ke Psikolog. Saya Tidak Gila Meski juga Tidak Baik-baik Saja

saya tahu saya butuh bantuan (Photo by Cherry Laithang) via unsplash.com

Di satu titik ketika nyeri di ulu hati semakin terasa dan pola tidur semakin kacau balau, ketakutan itu semakin mencekik, saya merasa harus bercerita kepada seseorang. Saya takut hari-hari ke depan akan semakin berat dan saya tahu saya butuh bantuan. Setelah ke psikolog, memang ketakutan dan masalah-masalah yang saya hadapi tidak langsung selesai. Namun, setidaknya, sedikit demi sedikit saya bisa mengendalikan diri dan mencari solusi.

Syukurlah saya masih tegar berdiri sampai sekarang. Namun, banyak yang tidak seberuntung saya. Karenanya, dengan segera berakhirnya tahun 2020, yuk, lebih peduli lagi pada isu-isu kesehatan mental. Agar kelak tidak ada lagi yang merasa ragu untuk ke psikolog atau psikiater hanya karena takut dianggap gila.

Saya juga yakin bahwa toleransi masalah setiap orang berbeda. Saya tidak bisa menganggap masalah yang dihadapi seseorang itu sepele karena saya tidak tahu pasti bagaimana dia menghadapi itu. Depresi karena putus cinta bukan berarti dia lemah. Karenanya, yuk menjadi lebih baik hati lagi di tahun baru nanti, karena kita tidak pernah tahu apa yang orang lain hadapi.

Depresi bukan sesuatu yang bisa dianggap angin lalu. Teruntuk kamu yang sedang berjuang menghadapi masalah, atau kamu yang pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupmu sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan kepada ahlinya. Kamu bisa menghubungi Yayasan Pulih di (021) 78842580 atau di Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes di 021-500-454. Ingatlah, bahwa dunia ini masih mengharapkan kehadiranmu. Percayalah, kamu tidak sendiri. Semangat!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

Editor

Not that millennial in digital era.