Setelah resmi menjadi sarjana, kamu tentu akan bertarung di bursa kerja dan memulai karier. Harapannya, ilmu yang selama ini kamu dapatkan di kelas dan karakter yang selama ini ditempa di organisasi bisa kamu maksimalkan. Rasanya pun senang ketika kamu bisa mendapat sejumlah bayaran.
Namun menjadi karyawan bukan satu-satunya cara yang bisa kamu tempuh untuk mengembangkan diri, lho. Saat ini sudah banyak sekali anak muda yang langsung mengambil kuliah S-2 tanpa perlu kerja bertahun-tahun dulu. Selain untuk memperdalam ilmu, gelar S-2 juga bisa berguna untuk semakin mengasah karaktermu dan mengenal apa yang kamu suka dan tak suka. Ketika kembali ke dunia kerja lagi nanti, kualitasmu pun akan jauh lebih baik dibandingkan saat masih fresh graduate dulu.
Mungkin kamu masih ragu untuk mengambil gelar S-2 sekarang juga. Pertanyaan terbesar yang ada di kepalamu, “Bergunakah jika aku melanjutkan S-2?” Berbagai pertanyaan dan sedikit perasaan malas membuatmu urung melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebenarnya kamu tak perlu terus meragu. Sebagai bahan pertimbangan menjawab pertanyaanmu, berikut ini adalah alasan kenapa kamu harus melanjutkan S-2.
ADVERTISEMENTS
1. Tuntutan zaman sudah berubah. Jika dulu gelar sarjana masih bisa dibilang ‘wah’, sekarang hal yang sama tak lagi istimewa.
Kondisi zaman sekarang sudah jauh berbeda dari kondisi ketika ayah-ibumu berkuliah. Zaman dulu, lulusan paling cepat sekalipun mesti menempuh pendidikan kurang-lebih sekitar enam tahun. Bayangkan saja, mereka membuat skripsi masih dengan mesin ketik; buku referensi pun tak bisa dicari lewat Google. Berbeda dengan sekarang yang sudah serba digital. Mau revisi skripsi, kamu tinggal buka file di komputer dan mengutak-atiknya. Mau mencari referensi, banyak juga jurnal atau buku digital yang bisa diunduh.
Makanya nggak heran kalau saat ini lulusan sarjana masih muda-muda dan jumlahnya banyak. Kalau dulu sarjana menjadi sesuatu yang ‘wah’, sekarang sudah biasa saja. Jika ingin kualifikasimu di atas rata-rata, tentu kamu perlu melanjutkan S-2.
ADVERTISEMENTS
2. Usia yang masih sangat muda membuatmu lebih mudah fokus pada tuntutan kuliah. Pikiranmu tak harus terbelah pada urusan anak dan rumah.
Karena usiamu masih sangat muda, tanggungan hidupmu tentu jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang sudah berkeluarga. Kamu tak perlu memikirkan biaya susu formula anak, bagaimana jika dia jatuh sakit, atau ke mana dia bisa dititipkan jika kamu harus menghadiri kelas. Yang perlu kamu perhatikan hanyalah materi kuliah, isi presentasi, dan tugas-tugas dari dosen. Dengan begini kamu bisa lebih fokus pada beban akademikmu, dan kuliahmu pun bisa berjalan dengan lebih lancar.
Selain itu, langsung meneruskan S-2 tak lama setelah lulus S-1 juga menjamin bahwa otakmu masih “segar”. Berbeda dengan mahasiswa S-2 yang sudah lama tidak jadi mahasiswa — yang tentu akan kagok ketika tiba-tiba kembali ke meja belajar lagi. Dijamin, menyerap ilmu di jenjang S-2 nanti tak akan menjadi sesuatu yang sulit buatmu.
ADVERTISEMENTS
3. Ilmu mereka yang lebih dalam dan karakter yang lebih matang turut menjadikan lulusan S-2 kandidat yang terbaik di dunia kerja.
“Ah, lulusan S-2 sama lulusan S-1 juga gajinya bakal sama, kok. Yang lebih pengaruh itu pengalaman kerja, bukan gelarnya.”
Mungkin memang benar bahwa di banyak perusahaan, fresh graduate S-1 dan S-2 akan memulai karier dengan gaji yang sama besarnya. Namun, ini tidak menafikan bahwa lulusan S-2 punya ilmu yang lebih dalam dan karakter yang lebih dewasa dibandingkan lulusan S-1 pada umumnya. Ilmu dan karakter yang lebih matang ini terbentuk bukan hanya dari kelas-kelasnya, namun juga kegiatan ekstrakulikuler dan interaksi yang lebih akrab antara mahasiswa dan dosen. Karakter yang lebih terasah ini menjadikan para lulusan S-2 karyawan-karyawan terbaik di bidangnya, sehingga jalan mereka untuk naik pangkat di kantor bisa lebih mulus. Jadi, masih ragu untuk melanjutkan pendidikanmu?
ADVERTISEMENTS
4. Jika saat S-1 kamu masih kuliah berdasarkan jurusan yang disarankan ortu, jenjang S-2 adalah kesempatan mendalami ilmu yang memang kamu mau
Banyak di antara kita yang hanya mengikuti saran dari orangtua ketika memilih jurusan untuk S-1 dulu. Mungkin karena kita belum tahu minat dan bakat kita yang sebenarnya, sekadar ingin menyenangkan orangtua, atau ingin terlihat keren saja. Ternyata kamu sama sekali tidak memiliki minat di jurusan itu dan menyelesaikannya dengan seadanya. Nah, di jenjang S-2, kamu punya kesempatan untuk ‘mengubah jalan hidupmu’ dengan mengambil jurusan yang memang setulusnya kamu inginkan. Dan jangan kamu anggap jurusan S-2 hanya untuk ilmu-ilmu eksak dan sosial. Ada juga lho pendidikan Master untuk jurusan-jurusan kesenian.
Mengambil S-2 di usia yang masih muda berarti kamu memang peduli akan ilmu. Kamu akan fokus menekuninya untuk mencari ilmu, sehingga gelar yang kamu peroleh benar-benar ditunjang dengan kemampuan yang kamu miliki. Sementara, orang yang sudah berumur akan mengambil S-2 demi kenaikan pangkat di tempat kerja. Untuk itu fokus mereka bukanlah ilmu, melainkan gelar. Tentu kamu tak hanya mengincar gelarnya saja, bukan?
ADVERTISEMENTS
5. Kuliah S-2 itu lebih seru karena kelas yang kamu ambil bisa sesuai keinginanmu. Mata kuliah wajib yang setumpuk? Itu cuma ada di S-1.
Ketika S1, banyak mata kuliah wajib yang harus kamu ambil — padahal materinya tidak menarik minatmu atau bahkan bisa jadi tidak berguna di dunia kerja. Mungkin ini yang sering ada di pikiranmu dulu:
“Gila, mata kuliah apaan nih. Bahannya nggak jelas, temanya nggak jelas, dosennya nggak jelas, hidupku lama-lama ikutan nggak jelas!”
Tapi tenang saja: saat mengambil S-2 nanti, kamu tidak akan mengalami hal itu. Jenjang S-2 mengizinkan mahasiswanya mengambil kelas sesuai minat yang benar-benar dimiliki mereka. Kalaupun ada mata kuliah wajib, biasanya hanya satu per semester. Sisanya terserah kamu dan bisa kamu sesuaikan dengan tema tesismu nanti. Sering malas masuk kuliah karena temanya nggak sesuai dengan minatmu? Di jenjang S-2, kamu nggak perlu mengkhawatirkan itu!
ADVERTISEMENTS
6. “Tapi aku ‘kan sudah keterima kerja, sayang kalau harus keluar buat kuliah lagi.”
Keraguan yang sering muncul adalah ketika kamu sudah bekerja dan merasa ragu untuk meninggalkan pekerjaanmu untuk kuliah. Jangan khawatir, karena banyak perusahaan dan manajer yang justru senang bila pegawainya sekolah lagi. Bahkan ada di antara mereka yang bersedia memberikan masa cuti panjang (1-2 tahun) untuk pegawai potensial yang ingin melanjutkan kuliah. Coba konsultasikan pada atasanmu mengenai hal ini.
Kalau ternyata beliau tidak setuju, banyak juga kok universitas yang membuka program S-2 untuk profesional. Kuliah biasanya dilakukan di malam hari atau Sabtu-Minggu, sehingga pekerjaanmu di kantor tetap bisa berjalan lancar seperti biasanya.
7. “Tapi ‘kan ngurusnya ribet. Mesti tes ini-itu, legalisir ijazah, belum lagi kalau mau beasiswa harus minta surat rekomendasi. Males ah!”
No pain, no gain! Tidak ada kemewahan yang diperoleh tanpa perjuangan. Pastinya banyak urusan administrasi yang harus kamu selesaikan untuk mendaftar S-2, apalagi kalau mau memperoleh beasiswa luar negeri. Serangkaian tes juga harus kamu jalani, dari Tes Potensi Akademik, TOEFL, sampai mengajukan proposal untuk tesis. Jangan dulu mengeluh, setiap pilihan pasti membutuhkan usaha. Jalani saja dulu, dan bayangkan buahnya jika kamu berhasil.
8. “Duh, lulus S-1 aja nilainya pas-pasan. Gimana nanti pas S-2?”
S-2 pasti lebih menantang dari S-1, sehingga sah-sah saja jika kamu merasa tidak mampu menjalaninya. Pikirmu, kalau S-1 saja dulu kamu harus terseok-seok, apalagi S-2?
Tapi kondisi S-1 dan S-2 tentu jauh berbeda. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, saat S1 mungkin ada mata kuliah yang tidak kamu sukai sehingga membuat kamu malas. Mungkin kamu kurang suka dengan jurusan yang kamu pilih sehingga kamu asal-asalan menyelesaikannya. Mungkin kamu terlalu aktif di kegiatan mahasiswa sehingga kelulusanmu harus tertunda. Sementara di S-2, kamu benar-benar datang ke kampus untuk kuliah. Itupun kamu bisa mengambil jurusan yang memang kamu suka.
Masih takut tidak mampu? Ingat saja bahwa tak semua mahasiswa S-2 lulus jenjang S-1 dengan predikat cum laude.
Perasaan lain yang sering membuatmu takut adalah bagaimana nanti kalau kamu tampak paling bodoh di kelas. Padahal teman-temanmu di S-2 nanti juga bukan Einstein atau B.J. Habibie, sehingga kamu tidak perlu merasa rendah diri. Mungkin saja S-2 ini benar-benar sesuai dengan minatmu dan kamu malah jadi orang yang paling menguasai materi di kelas?
9. Dan di usiamu yang semuda ini, banyak beasiswa yang terbuka lebar untukmu — baik dari dalam maupun luar negeri.
Di usia yang cukup muda ini, kamu juga memiliki banyak kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Tak hanya untuk S-2 di dalam negeri, namun juga luar negeri. Pemerintah Indonesia saja punya beasiswa LPDP, DIKTI, dan President Scholarship. Belum lagi pemerintah Uni Eropa (Erasmus Mundus), Inggris (Chevening), Amerika (Fulbright), Australia (AUSAID), Belanda (NESO), dan Belgia (VLIR-UOS). Ada juga lho beasiswa-beasiswa lain ke luar negeri yang jarang diketahui meskipun bergengsi.
Tentunya tinggal dalam waktu lama di luar negeri merupakan pengalaman menarik yang diimpikan jutaan pemuda Indonesia lainnya. Ada yang mengatakan, memperoleh beasiswa itu menyenangkan bukan karena uang yang diterimanya; melainkan karena kebanggaan karena telah berhasil terpilih dari sekian banyak kandidat yang mendaftar.
10. Setelah menjalaninya kamu akan sadar, ternyata S-2 tak sesulit yang kamu bayangkan.
Ketika kamu telah mendaftarkan diri melalui segala proses yang ribet dan tes yang menantang, kamu pun diterima sebagai mahasiswa S-2. Kamu akan menjalani hari-harimu sebagai mahasiswa pascasarjana dan bertemu banyak teman baru dengan berbagai pengalaman yang berbeda. Setelah mengikuti kuliah, kamu mulai sadar bahwa ketakutan yang kamu rasakan selama ini sebenarnya tak lebih dari paranoia.
Semuanya toh akan berjalan lancar. Dosen-dosenmu tidak semenyeramkan yang kamu bayangkan. Teman-temanmu tak kalah serunya dari sahabat-sahabat yang kamu temui saat S-1. Diskusi di kelas berjalan seru dan membawa banyak ilmu baru. Kamu pun berkembang menjadi individu yang lebih matang dan berkualitas dari sebelumnya.
“Hebat ya, masih muda sudah Master,” pada saatnya nanti pujian ini akan selalu kamu dengar.
Hanya dalam waktu tak terlalu lama, kamu pun akan mampu menyelesaikan studimu dengan nilai memuaskan. Ketika kembali pada dunia kerja, kamu sudah punya bekal ilmu dan pengalaman baru. Jangan heran jika banyak orang memujimu karena mampu meraih master di usia yang masih belia. Nah, apa lagi yang masih membuatmu ragu? Ayo, segera cari info universitas yang paling baik untuk meneruskan studimu!