Sebagai anak rantau, membuat kamu mendapatkan banyak pengalaman yang mungkin belum tentu kamu dapatkan di kampung halaman. Kabar baiknya di perantauan kamu bisa mengenal lebih banyak orang, membuka lebih banyak sudut pandang, dan tentu saja menambah berbagai wawasan.
Namun jadi anak rantau bukan berarti merasakan enaknya terus. Tentu ada pergolakan batin tak menentu setiap kali rindu rumah. Berkumpul bersama keluarga jelas menjadi impian paling sederhana namun kadang menjadi hal yang sulit diwujudkan. Hidup di perantauan memang akan memberikanmu beragam warna kehidupan. Perjuangan ini pasti pernah kamu rasakan.
ADVERTISEMENTS
1. Anak rantau sering dibilang beruntung. Bisa bebas dan sesukanya tanpa banyak kekangan orangtua. Kadang ada benarnya juga
Enak ya jadi kamu, bisa dibebasin kuliah di luar kota. Nggak banyak yang ngekang deh
Anak rantau sepertimu pasti kerap mendengar perkataan seperti itu, bukan? Betapa beruntungnya kamu yang ‘diikhlaskan’ orang tuanya untuk bisa mengenyam pendidikan atau bekerja di luar kota. Kebebasanmu membuat mereka yang tinggal satu kota dengan orangtuanya merasa iri.
Ada kalanya kamu merasa senang bisa tinggal berjauhan dari orangtua. Pulang jam berapapun kamu bebas, makan mie instan sesukamu juga bisa. Jauh dari kata jangan yang kerap dilontarkan orangtua.
Asik memang bisa sedikit bisa lebih leluasa daripada lainnya, namun bukan berarti kamu bisa bertingkah seenaknya. Ada tanggung jawab pada orangtua yang kamu pikul, ada rasa rindu yang kerap memberatkan langkahmu.
ADVERTISEMENTS
2. Kamu yang anak rantau pasti tahu rasanya sakit dan tidak ada yang mengurus. Pasti ingin telfon Ibu dan minta dijenguk
Ketika sedang tidak enak badan, ingin sekali rasanya ada yang merawat. Namun, anak rantau sepertimu mungkin jarang ada yang merawat ketika sakit.
Berjauhan dari Ibu dan Ayah membuatmu harus bisa menjaga diri sebaik-baiknya. Namun ketika sakit, selalu ada rasa ingin berkeluh kesah dan ingin dirawat orangtua. Sayangnya kamu tak bisa melakukan hal itu karena tak ingin membuat orangtuamu khawatir.
Bebanmu terasa makin berat ketika jauh dari keluarga, tak hanya harus pintar-pintar jaga diri, namun juga menjaga perasaan mereka dan membuktikan bahwa kamu bisa mandiri dengan sendirinya.
ADVERTISEMENTS
3. Seenak-enaknya makan di restoran tiap awal bulan, namun masakan Ibu tak akan pernah bisa dikalahkan
Jadi anak rantau membuatmu jarang makan enak, hanya awal bulan atau momen ulang tahun teman saja yang bisa menjauhkanmu dari makan di warteg atau mie instan. Mengelola uang saku per bulan jadi keahlian yang harus segera kamu miliki biar bisa hidup aman.
Kalaupun kamu dapat kesempatan makan enak di restoran, tapi rasanya tak akan pernah mengalahkan kenikmatan masakan ibu di rumah. Anak mana yang tak mengatakan masakan ibu mereka adalah yang paling enak?
ADVERTISEMENTS
4. Kamu pun kerap merasakan sepi dan sendiri sekalipun memiliki banyak teman. Merantau di kota orang, membuatmu selalu merasa asing
Sepi dan kerap merasa sendirian pasti kamu pernah alami. Ketika berkumpul bersama teman atau sedang ada kegiatan, rasa sepi itu mungkin menguap, tapi saat kamu sendirian di dalam kamar kos, bayang-bayang rumah dan kamarmu yang nyaman kerap membuatmu merasa asing sekalipun telah lama merantau.
Berada jauh dari kota kelahiran, tak memiliki saudara yang bisa kamu kunjungi sesekali kian membuatmu tersiksa. Tiap doamu hanya ingin cepat bisa pulang dan bisa berkumpul dengan mereka yang kamu kenali, karena kamu lelah merasa sendiri dan terasing.
ADVERTISEMENTS
5. Semua kamu lakoni sendiri, mulai dari masak sampai mencuci. Diharuskan mandiri padahal masih sangat ingin bisa bermanja-manja
Jadi anak rantau membuatmu banyak belajar. Mulai dari mengatur keuangan sendiri sampai mandiri untuk bisa berbenah dan bersih-bersih, yang ketika di rumah sudah dibereskan oleh Ibu. Hidup merantau tanpa keluarga menuntutmu bisa melakoni banyak pekerjaan sendiri, hingga mencuci dan memasak kini telah jadi rutinitasmu.
Bukannya tak bisa mengerjakan sendiri, tapi kamu masih kerap berharap ada Ibu atau saudara-saudaramu untuk bisa diajak berbagi pekerjaan. Sifat manjamu masih sesekali muncul, apalagi ketika kamu lelah dan merasa rindu rumah.
ADVERTISEMENTS
6. Inginnya bisa sesering mungkin pulang dan menengok orangtua. Tapi beban pekerjaan seakan tak ada ujungnya
Jadi anak rantau yang tidak bisa sering-sering pulang tentu membuatmu menimbun rindu. Wajah orang-orang di kampung halaman kerap membuatmu terbayang tentang indahnya bisa selalu dekat dengan mereka. Namun kamu menyadari bahwa merantau selalu sepaket dengan jarak dan konsekuensinya, tak bisa sesering yang kamu mau untuk bisa pulang.
Selain dipisahan jarak, rentetan tanggung jawab jadi salah satu tembok penghalang untukmu. Jangankan punya waktu untuk pulang, sekadar bisa merebahkan badan di kamar kos saja tak leluasa. Namun itulah yang mesti kamu jalani, memutuskan merantau untuk mengejar kesuksesanmu sendiri, dan kamu pasti bisa melewatinya meski seorang diri.
7. Sebagai gantinya, kamu hanya mampu menyapa keluarga lewat suara. Tak bisa memberi kepuasan memang, tapi kamu setidaknya mampu membuatmu lega
Ponsel menjadi satu-satunya alat yang bisa menjembatani rindumu dengan keluarga, ketika sebuah pertemuan masih menjadi doa. Bisa mendengar suara keluargamu saja sudah membahagiakan luar biasa, walau tak bisa membayar rasa rindumu dengan tuntas.
Tapi melalui suara bisa meyakinkanmu bahwa keluargamu disana dalam keadaan baik, atau sekadar bisa saling bertukar cerita sudah membuatmu lega. Perlu kamu tahu, ada sebuah cara untuk mengungkapkan rindu dengan lebih indah dan bahkan langsung tersampaikan, yaitu dengan doa.
Selipkan doa untuk keluargamu seperti mereka selalu mendoakan kepulanganmu segera, lengkap dengan kesuksesan yang bisa kamu raih. Sampaikan rindumu lewat doa, dengan harapan mereka selalu sehat dan bisa selalu mendukungmu sampai berada di puncak.
Hidup berjauhan dari keluarga memang membuatmu merasa bebas dan belajar soal kemandirian yang sebenarnya. Namun kamu kerap merasakan konflik batin, tentang rindu dan juga rasa malu karena belum bisa meraih mimpi-mimpimu. Walaupun keluarga tak begitu mempermasalahkan, pulang ke rumah dengan tangan hampa pasti tak pernah kamu bayangkan. Tak mengapa, berjuanglah sampai kamu merasa tak mampu lagi bangun, karena hidup memang harus terus diperjuangkan.