Wajah-wajah mereka bukan wajah yang biasa menghiasi koran atau layar televisi kita. Nama mereka tak diabadikan di prangko atau plang jalan, tak pula diabadikan buku teks sekolah kita. Namun, inilah orang-orang yang berani mempertaruhkan segalanya – termasuk nyawa – untuk melindungi orang-orang di sekitar mereka.
1. Didar Hossain, buruh yang menyelamatkan 34 nyawa dari gedung delapan lantai yang ambruk di Bangladesh.
Bulan April 2013, sebuah gedung perkantoran sekaligus pabrik pakaian di Dhaka, Bangladesh amblas dari delapan menjadi tiga lantai. 1129 orang tewas. 2500 lainnya luka-luka. Didar Hossain, buruh pabrik biasa di seberang gedung yang amblas tersebut, bergabung dengan tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan korban dari reruntuhan.
“Waktu pertama kali ke lokasi kejadian, saya melihat jenazah tanpa kepala,” kata Didar kepada BBC. Namun ia berusaha meneguhkan hatinya. “Tugas saya sebagai manusia adalah menolong sebisa saya.”
Diantara korban yang diselamatkannya adalah ibu hamil yang melahirkan sendiri di antara debu dan puing-puing bangunan. Ada juga seorang gadis yang tangan kanannya tertimpa dan terjepit reruntuhan.
Didar tahu gadis itu harus diamputasi agar selamat. Ia pun berlari keluar memanggil dokter jaga. Sayangnya, dokter itu terlalu takut untuk memasuki lokasi kejadian.
“Anda saja yang melakukannya,” sang dokter memberi buruh pabrik itu pisau dan sedikit obat bius.
Setelah Didar memotong tangan sang gadis, terdengar gaung minta tolong dari seorang pria di lantai yang sama – yang kakinya terjepit reruntuhan juga.
Didar berkata obat bius yang dibawanya sudah habis. Tapi pria itu bersikeras.
“Potong saja kaki saya, tak usah pakai obat bius! Saya tak peduli – hidup ini lebih berharga dari rasa sakit.”
2. Rachel Corrie, terlindas bulldozer Israel saat melindungi rumah warga Palestina dari penggusuran.
Sejak sekolah dasar, Rachel Corrie sudah punya kepedulian kuat terhadap isu-isu sosial. Di semester akhir kuliahnya, gadis Amerika ini kemudian bergabung dengan sebuah grup aktivis pro-Palestina bernama International Solidarity Movement (ISM).
Rachel tewas pada tanggal 16 Maret 2003 setelah mencoba menghalangi sebuah bulldozer Israel. Bulldozer itu ditugaskan menggusur pemukiman warga Palestina di Rafah, sebuah kota di Jalur Gaza. Hingga hari ini Pemerintah Israel aktif melakukan penggusuran terhadap pemukiman warga Palestina yang dianggap ilegal.
Rachel Corrie adalah orang kulit putih dan orang Amerika pertama yang tewas menghadang penggusuran rumah warga Palestina. Saat tutup usia, ia berumur 23 tahun.
3. Victoria Soto, guru yang menyembunyikan murid-muridnya dari pelaku penembakan Sandy Hook Elementary School.
Pagi hari tanggal 14 Desember 2012, Adam Lanza (20 tahun) membunuh ibunya sendiri sebelum menyerbu Sandy Hook Elementary School di Connecticut, Amerika Serikat dengan senjata api. 20 siswa SD dan 7 pegawai sekolah tewas di tangannya.
Adam Lanza masuk ruangan di sekolah itu satu-satu. Menurut saksi mata, sesampainya Lanza di ruang Kelas 1 yang terlihat disana hanya sang guru, Victoria Soto (27 tahun). Victoria menyembunyikan murid-muridnya di lemari dan kamar mandi kelas. “Semua murid saya sedang di aula sekolah,” katanya pada Lanza.
Lanza lalu menembak Victoria hingga tewas di tempat. Menurut beberapa saksi mata, Lanza sempat melihat para murid bersembunyi di bagian belakang kelas sebelum ia menembak guru muda itu. Victoria menjatuhkan tubuhnya di depan murid-muridnya untuk menghalangi peluru Lanza, sesaat sebelum pria itu menarik pelatuk pistolnya.
4. Molhem Barakat (1995 – 2013), fotografer remaja di Perang Syria.
Molhem Barakat baru berumur 18 tahun saat lembaga berita ternama Reuters mempekerjakannya sebagai fotografer Perang Syria. Barakat meninggal dalam tugas, sewaktu meliput pertempuran antara pasukan pemerintah Syria dan tentara pemberontak di Rumah Sakit Al-Kindi, kota Aleppo, 20 Desember 2013.
Inilah wajah Perang Syria yang ditangkap lensa Molhem:
(Karya-karyanya yang lain bisa dilihat disini.)
Sewaktu masih kecil, Barakat bercita-cita menjadi anggota Al-Qaeda yang “berjihad” dengan bom bunuh diri. Ia ditakdirkan syahid melalui cara yang sama sekali berbeda: fotografi.
5. Sofyan Hadi, Darman Prasetyo, dan Agus Suroto: pegawai KAI yang tewas dalam kecelakaan KRL vs. truk tangki BBM di Bintaro, Desember 2013.
Setelah tahu bahwa sebuah truk BBM mati mesin di perlintasan yang akan dilewati keretanya, teknisi Sofyan Hadi menghampiri gerbong penumpang. Ia memohon agar para penumpang menyelamatkan diri, dengan cara pindah ke gerbong paling belakang kereta.
Setelah menyampaikan pengumuman, Sofyan tak ikut berpindah gerbong. Justru ia bergabung kembali dengan Masinis Darman Prasetyo dan Asisten Masinis Agus Suroto. Dari gerbong lokomotif mereka mencoba mengontrol kereta, meminimalisir akibat kecelakaan. Ketiganya menjadi korban jiwa.
Nama Sofyan Hadi diabadikan sebagai nama sekolah masinis di Balai Pelatihan Teknik Traksi (BPPT) Bekasi. Sementara dua korban lain, Darman Prasetyo dan Agus Suroto, diabadikan namanya masing-masing di BPPT Yogyakarta dan Balai Pelatihan Operasional dan Pemasaran (BP Opsar) Bandung.
PT KAI juga memberikan hak khusus kepada istri atau salah satu saudara ketiga korban untuk menjadi pegawai mereka, tanpa tes ataupun batasan umur.
Lima kisah di atas adalah contoh nyata betapa tiap-tiap dari kita punya daya untuk berkorban atau melakukan kebaikan demi orang lain, tak peduli seberapa muda umur kita, apapun jenis kelamin kita, atau di mana pun kita bekerja.