“Pas SMA dulu, saya ngelabrak adik kelas sampai asmanya kumat. Saya dipanggil ke BP, untung nggak sampai diskors :)”
Kata “nakal” selalu identik dengan hal buruk dan merugikan orang lain. Tapi, ini nggak berlaku buat saya, anak perempuan yang hidup di lingkungan Pantura. Bukan menjelek-jelekkan orang Pantura, justru saya bersyukur karena dari sanalah saya mendapat banyak pengalaman, terutama dari segi pergaulan dan penggunaan bahasa. Adakah di sini yang asli Pantura juga?
Berangkat dari latar belakang saya ini, saya pun memilih meneruskan sekolah di SMA yang agak “selo”. Saya sih mikirnya simpel, sekolah di sekolah dengan model begini bisa dapat teman banyak dan pacar ganteng. Duh, ini idealisme zaman baheula yang JANGAN ditiru, ya!
Nah, berdasarkan cerita nyata saya ini, saya ingin memberi tahumu selaku kids zaman now mengapa menjadi anak nakal itu perlu, meski hanya sekali dalam hidup. Lho, kenapa bisa gini? Ini penjelasannya…
ADVERTISEMENTS
Setelah dewasa, kamu akan paham menjadi orang baik itu banyak manfaatnya
Jujur, saya nyesel banget pernah foto pakai kamera 360 dengan pose duckface dan menjadikannya foto profil Facebook!
Bukan, ini bukan bentuk dari kenakalan saya. Saya cuma nyesel aja pernah berada di lingkungan yang menganggap “cantik itu ya ngikutin zaman!”. Kenapa ya saya dulu nggak berpikir sebaliknya, kenapa saya nggak PD aja dengan diri saya apa adanya? Dan kini saya makin menyadari, bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu sama sekali nggak ada faedahnya.
Kamu pun menjadi lebih waras setiap melakukan sesuatu, termasuk memilih foto mana yang akan di-post ke Instagram. Pokoknya, kamu bakal anti deh sama hal-hal vulgar kalau pernah berada di fase alay dan terlalu buka-bukaan terhadap segala sesuatu.
ADVERTISEMENTS
Kamu nggak terlalu kesulitan saat bertemu hal baik dan buruk dalam satu waktu
Jujur, saya bisa dibilang sudah terlalu mengikuti arus pergaulan meski nggak sampai mabuk-mabukan dan hamil di luar nikah. Untuk ukuran sekolah di kampung, saya sudah kelewat batas dengan memakai rok sekolah jauh di atas lutut dan kancing baju bagian atas selalu terbuka. Banyak yang nyinyir waktu itu, tapi semuanya oke-oke aja karena saya kelewat cueknya. Astaghfirullah, saya nulis ini sambil istighfar karena malu. Hiks.
Kalau pernah mengalami fase di atas, setelah tua nanti kamu akan tahu betapa batasan antara kebaikan dan keburukan itu beda tipis. Saat kamu melakukan hal buruk dan merugikan orang lain, sebenarnya di sanalah terletak kebaikan-kebaikan yang siap membawamu ke tempat yang lebih layak.
ADVERTISEMENTS
Setelah tiba waktunya, menjadi orang dewasa yang benar-benar dewasa itu bukan hal yang memusingkan
Saat orang lain terlalu takut ketika bertambah usia, kamu justru sebaliknya. Pertambahan usia yang seharusnya dibarengi dengan kematangan berpikir menjadi sebuah fase menantang buat perjalanan hidupmu.
Jika dulu saya bangga dengan rok mini ke mana-mana, termasuk di sekolah, kini semuanya berubah drastis. Saya memang nggak bisa menjamin saya sudah jadi orang baik atau belum, tapi setidaknya akhlak saya nggak separah dulu. Jilbab, rok dan kemeja panjang sudah menjadi item wajib buat saya yang sekarang. Herannya, mengenakan baju gombrong macam ini ternyata nyaman dan nggak bikin kaki “gosong” kayak pas zaman rok mini dulu. Alhamdulilah, ya…
Fase nakal masing-masing orang memang berbeda. Kalau buat saya ngelabrak orang dan pakai rok mini itu udah kelewat batas, bagaimana dengan kalian? Share yuk pengalaman paling nakal versimu di kolom komentar!
ADVERTISEMENTS
#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu
Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!