“Pas umur 27, lo akan mengambil sebuah keputusan penting yang akan mengubah hidup lo.” – Yusuf, ‘Tiga Hari untuk Selamanya’
Usia 27 adalah angka yang ‘sakral’. Inilah masa transisi seseorang, dari anak muda yang mencari jati diri menjadi manusia dewasa yang sesungguhnya. Ketika kamu menginjak angka 27, banyak hal yang telah terjadi pada hidupmu. Kamu pun mesti mengerti, masa depan adalah jalan yang harus berani kamu tapaki.
Ada sebuah keputusan penting yang saya ambil sewaktu menginjak usia 27: pergi dari status quo dan memburu renjana saya. Hasilnya, saya bisa berbagi pikiran dengan kalian lewat tulisan. Siapa tahu, menjelang usia 27 kamu sendiri juga dihadapkan pada sebuah jalan bercabang. Kamu mengerti bahwa masing-masing opsi akan berdampak besar pada hidupmu di masa mendatang.
Untuk mengambil pilihan tepat menjelang usia krusial ini, ada beberapa realita hidup yang harus kamu mengerti. Inilah beberapa di antaranya:
ADVERTISEMENTS
1. Kartu kredit itu bukan berarti belanja gratis!
Dengan kartu kredit, aktivitas berbelanja akan terasa lebih mudah. Mau makan di restoran enak, tinggal gesek. Mau pesan tiket pesawat, tinggal modal jempol tangan. Belum lagi puluhan bonus dan diskon yang datang padamu sebagai pemegang kartu kredit dari bank tertentu.
Ketika usiamu hampir 27, kamu mungkin sudah mulai terbiasa hidup mapan. Setelah meninggalkan bangku kuliah dan mulai masuk dunia kerja beberapa tahun yang lalu, gajimu mulai “parkir” di angka yang lebih dari lumayan.
Masalahnya, kamu mungkin lupa kalau kemapanan ini belum tentu berlangsung selamanya. Kalau kamu terlena, bisa bahaya. Kamu akan asal gesek kartu kredit — bahkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting-penting amat — karena merasa bahwa uang akan selalu ada. Padahal, inti dari kartu kredit adalah membeli suatu produk atau jasa dengan uang yang belum kamu punya.
Sebelum usiamu 27, pastikan bahwa kamu sudah bijak menyikapi kemapananmu kini. Ingat, kartu kredit itu kartu hutang. Dan hutang harus dibayar.
ADVERTISEMENTS
2. Cari uang itu perjuangan besar
Selepas lulus kuliah, kamu akan memasuki dunia kerja. Tidak ada lagi yang namanya malas-malasan. Hidupmu harus teratur: bangun pagi buta, pulang baru saat malam tiba. Begitu seterusnya, sampai akhir pekan dan liburan bagimu bisa sangat berharga.
Bahkan jika kamu bekerja di bidang yang kamu suka, belum tentu di kantor kamu akan secara instan bahagia. Kamu masih perlu kerja keras dan membuktikan diri pada atasan kalau kamu pantas dipertahankan. Memang sulit, mencari uang. Tapi kalau kamu mau dewasa, inilah realitas sehari-hari yang mesti kamu hadapi.
ADVERTISEMENTS
3. Menyisihkan uang untuk tabungan? Lebih susah lagi!
Ketika kamu sudah mulai mapan, kamu akan bingung sejenak karena punya begitu banyak pilihan dan keinginan. Tiba-tiba semua uang yang kamu punya mau kamu belanjakan. Eh…kayaknya kemarin ada tiket murah ke Makassar, tuh? Bentar, tapi karburator motormu perlu diganti juga. Kamu pun sebenarnya ingin beli sepatu lari dan beberapa helai baju baru. Tapi kalau semua keinginan ini kamu layani, kapan kamu bisa menabung?
Semakin dewasa seseorang, semakin besar pula tuntutan finansial yang dibebankan padanya. Jika tak punya tabungan, kamu akan benar-benar kesulitan. Bagaimana kamu akan punya rumah? Mau ngekos terus seumur hidup? Bagaimana juga rencanamu untuk menikah? Mau kasih istrimu nanti uang monopoli?
Sebelum usia 27, kamu harus sudah bisa memelihara uang. Jika gagal, proses pendewasaanmu sendiri yang akan terhalang.
ADVERTISEMENTS
4. Tapi, setidaknya kamu punya penghasilan sendiri
Ya, paling tidak ini adalah hal yang bisa kamu banggakan. Kamu bukan lagi bocah ingusan, yang kerjaannya menengadahkan tangan ke orang tua. Tak peduli kamu karyawan atau punya usaha sendiri, kamu berhak merasa bangga pada kemampuanmu berdikari.
ADVERTISEMENTS
5. Pekerjaan pertama biasanya cuma jadi batu loncatanmu
Sebelum umurmu 27, kamu sudah harus kenyang pengalaman kerja. Kamu hanya bisa begitu ketika tak terlalu pilih-pilih soal pekerjaan pertamamu.
Yakin, deh, jangan terlalu idealis. Tidak banyak fresh graduates di dunia ini yang akan langsung diterima bekerja di perusahaan besar dengan gaji fantastis. Lebih baik rintis karirmu dari “bawah”. Jangan gengsi atau malu: kamu tidak akan bertahan selamanya di kantor pertamamu. Namun, kamu pasti bisa menjadikannya sebuah ladang ilmu.
ADVERTISEMENTS
6. Untuk bertahan, kamu perlu percaya diri
Ketika umurmu menginjak akhir 20-an, kamu akan menghadapi banyak pertanyaan yang melelahkan. Kapan menikah, kapan punya anak, kapan bisa seperti adikmu, kapan bisa dapat jabatan kayak sepupumu, kapan bisa punya keliling dunia kayak satu anak sekelasmu…
Pertanyaan ini tidak hanya berasal dari lingkunganmu, tapi juga dari dirimu sendiri. Kamu akan mulai bertanya-tanya apakah tepat pilihan yang telah kamu ambil selama ini. Bahkan ketika rasionalitasmu mengatakan bahwa kamu benar, jika kepercayaan dirimu hampir tak ada, kamu akan mudah patah.
Jika kamu mau jadi penyintas, kepercayaan diri yang tinggi adalah hal mutlak.
7. Kamu akan menapak jenjang karier yang semakin tinggi
Ketika jenjang karir yang tinggi perlahan bisa kamu titi, ini pertanda yang bagus. Secara umum, dengan karir yang lebih tinggi kamu bisa lebih mengembangkan diri. Namun bisa juga, promosi di tempat kerja malah membawamu pada dilema. Terutama ketika pekerjaanmu menghalangi impian hidupmu yang sebenarnya. Contohnya, ketika kamu diangkat jadi ahli geologi senior di perusahaanmu, hasratmu untuk traveling setahun keliling Asia bisa jadi sedang sangat menggebu-gebunya.
Sebelum usiamu 27, kamu harus memikirkan masak-masak apa yang ingin kamu lakukan di dunia ini. Kalau petuah “follow your passion” terlalu klise buatmu, temukan kehangatan dalam prinsip bahwa kemapanan dan passion bisa jadi sejalan.
8. Teman-temanmu mulai meninggalkanmu satu per satu
Ketika kamu masih berada di awal usia 20-an, kamu punya lebih banyak waktu untuk merawat pertemanan. Saat pertama kali masuk kerja, bahkan ketika kamu sedang sibuk-sibuknya di kantor pertama, kamu masih punya akhir pekan untuk pergi ke luar bersama mereka. Sewaktu usiamu sekitar 25, kamu masih bisa mengunjungi mereka di waktu-waktu tertentu. Walaupun sudah banyak dari mereka yang telah menikah, tak semuanya memilih untuk cepat-cepat punya anak. Mereka pun bisa lebih terbuka menerima kunjunganmu.
Sekarang, mereka makin tenggelam dalam hidup dan fokus masing-masing. Ada temanmu yang karirnya melesat sukses, lebih dari yang lainnya. Ada juga yang sudah punya anak tiga, dan terlalu sibuk untuk mengiyakan ajakanmu pergi ke luar kota.
Tak semua temanmu akan berpisah karena keadaan yang tak kondusif. Terkadang, kalian mulai berjauhan karena karakter masing-masing yang ternyata bertentangan. Kamu akan paham bahwa siapapun bisa menusuk dari belakang. Kamu pun bisa mengerti bahwa tanpamu meniatkannya, kamu bisa juga membuat seseorang kecewa.
9. Tapi, dari situlah kamu tahu siapa teman sejatimu
Teman sejatimu bukanlah mereka yang bisa kamu ajak pergi main kapan saja. Ketika usiamu menjelang 27, arti pertemananmu tak lagi sesempit itu. Teman sejatimu adalah mereka yang masih mau mendengarkan keluh kesahmu, masih menertawakan kekonyolanmu, dan bercerita tentang banyak hal denganmu — bahkan ketika sudah berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, tak sempat bertemu.
10. Kakak atau adikmu akan menjadi salah satu sahabatmu
Ketika kalian kecil dulu, kamu dan saudaramu sering bertengkar karena hal-hal kurang penting. Rebutan makanan, rebutan remote TV, pukul-pukulan…rasanya tidak ada hal yang tak bisa jadi bahan pertengkaran.
Tapi sekarang, kamu dan dia bahu-membahu dan saling membantu. Jika ada permasalahan keluarga dan posisimu berseberangan dengan orang tua, dia bisa jadi penengahnya. Begitu juga sebaliknya.
Bila kamu cukup beruntung memiliki kakak atau adik yang umurnya tak terpaut jauh, kamu akan paham bahwa mereka bisa menjadi tempat kamu mengeluh dan bersenang-senang. Oh iya: kalau jomblo, kamu juga nggak perlu bingung mau ngajak siapa ke kondangan!
11. Ide untuk menikah akan berseliweran di pikiranmu
Saat usiamu menginjak akhir 20-an, pernikahan akan jadi hal yang akrab di pikiran. Entah karena dirimu tahu sudah waktu yang tepat bagimu untuk menikah, atau karena kamu punya orang tua yang selalu bertanya tentang hal ini. Mungkin saja kamu sudah mulai menabung agar pernikahan jadi realita di masa depan. Mungkin juga, kamu sudah mulai memikirkan kapan dan bagaimana kamu akan melamar pasangan. Atau mungkin, kamu malah sudah menikah?
Yang jelas, sebelum usiamu 27, kamu perlu memahami bahwa pernikahan bukanlah kewajiban. Menikah bisa membuka pintu berkah, tentu saja, tapi tidak ada juga yang salah dengan menunda waktu tibanya. Pernikahan adalah pilihan. Jangan biarkan pribadimu tertekan karena teman-temanmu sudah lebih dulu melenggang ke pelaminan. Sumpah, sayang!
12. Kamu juga akan mulai penasaran bagaimana rasanya punya anak
Saat usiamu 27, banyak teman sekolah atau kuliahmu yang sudah menikah. Sebagian di antara mereka bahkan sudah menimang anak. Kamu pun bakal didaulat jadi oom atau tante. Dan jangan salah: ponakanmu itu buanyak.
Diam-diam, kamu pun sebenarnya penasaran bagaimana rasanya jadi ibu atau ayah. Bahkan walau sebenarnya kamu belum menikah. Kamu mungkin sudah punya nama yang akan kamu berikan pada anak-anakmu nanti. Kamu juga sering bicara ke diri sendiri, “Nanti kalo gue punya anak, gue bakal jadi bapak/ibu yang bla…bla…bla…”
Sebelum usiamu 27, kamu harus paham bahwa angan-angan ini memang wajar. Ingin tahu apa rasanya menimang buah hati tidak lantas menjadikanmu ngebet kawin atau punya anak beneran. Jadi penasaran hanyalah akibat langsung dari kemapanan yang kamu rasakan. Setelah berhasil mencukupi dirimu sendiri, kamu jadi ingin tahu bagaimana rasanya menafkahi manusia lain. Ketika kamu sudah stabil secara emosi, kamu pun ingin bisa menopang proses tumbuh-kembang seseorang.
13. Kamu pun akan benar-benar memikirkan dengan siapa kamu menghabiskan hari tua
Ketika ide tentang menikah dan punya anak sudah sering berseliweran di kepalamu, kamu akan otomatis memikirkan siapa yang akan menemanimu menjalani keduanya.
Sebelum umurmu 27, kamu harus belajar untuk berhenti main-main soal cinta. Carilah pasangan yang serius untuk membina rumah tangga. Tak usah muluk-muluk menentukan standar. Pasanganmu tak harus cantik, kaya, atau benar-benar sempurna agamanya. Sudah lebih dari cukup jika dia mau mengerti, mau belajar, dan mampu menjadi orang tua yang baik untuk anak kalian nantinya.
14. Berfoya-foya di waktu muda cuma akan menambah bebanmu di kemudian hari
Sebelum umurmu 27, tuntutan finansial yang menghadangmu masih relatif longgar. Kamu akan lebih mungkin menuruti keinginan untuk menghambur-hamburkan uang. Super rare item buat DotA? Check! Setelan jas kedua buat kondangan? Check! Mesin espresso? Err…check!
Alangkah baiknya kalau kamu benar-benar memperhitungkan risiko setiap keputusan finansialmu dari sekarang. Tiap rupiah yang kamu keluarkan adalah kesempatan untuk menabung dan berinvestasi yang hilang. Kamu tidak bisa bertahan selamanya dengan gaya hidup yang besar pasak daripada tiang.
15. Kadang, kamu harus melakukan apa yang tidak ingin kamu lakukan
Bagian dari pendewasaan adalah bergumul dengan sabar pada masalah-masalah yang sebenarnya membuatmu ingin muntah. Mungkin sekarang kamu bekerja di tempat yang sebenarnya tidak kamu nikmati benar. Mungkin hubunganmu sekarang hanya kamu pertahankan karena sudah terlalu lama ada. Atau mungkin…kamu malah belum menamatkan pendidikan sarjana.
Sebelum umurmu 27, kamu harus menerima bahwa menutup mata dari masalah tak akan pernah membuat masalah itu hilang secara ajaib. Kadang, kamu harus melakukan apapun yang memang sudah jadi tanggung jawabmu. Selesaikan kontrakmu di tempat kerja yang sekarang. Putuskan apa yang akan kamu lakukan dengan pasanganmu di masa depan. Tuntaskan skripsimu. Ketika kamu lebih memilih menutup mata, yang akan kamu lihat cuma gelap.
16. Orangtuamu adalah yang terbaik yang bisa kamu punya
Saat masih remaja dulu, kamu mungkin sering berharap bahwa orangtuamu lebih royal, lebih cool, atau lebih mampu memposisikan diri jadi teman berbagi. Kamu mungkin berharap juga kalau mereka “punya nama”, sehingga di sekolah kamu bisa bangga. Kamu benci ketika mereka memaksamu melakukan sesuatu dengan alasan “ingin yang terbaik buatmu”. Kamu lebih tidak suka lagi ketika mereka mencoba mengatur pilihan hidupmu.
Sebelum umurmu 27, kamu harus sadar bahwa mereka adalah “penjaga” terbaik yang bisa kamu punya. Mereka memang tak sempurna, dan tentu, ada beberapa hal yang memang salah mereka. Tapi semakin kamu dewasa, semakin kamu memahami bahwa mereka juga manusia yang pantas dihargai usahanya. Dan dalam hal dimana mereka salah, mereka pantas mendapatkan maafmu.
Tak selamanya mereka bisa hadir untuk kita. Mungkin saja, mereka akan pergi selamanya terlebih dulu — kita tak akan pernah tahu. Selagi mereka masih ada, jangan malu-malu untuk merengkuh mereka dan berkata bahwa kamu menyayangi mereka.
17. Membaca berita harus jadi bagian dari keseharianmu
Sebelum usia 27, kamu harus mengerti bahwa dunia ini tak kamu huni sendiri. Kamu adalah bagian dari masyarakat yang lebih besar. Bukan cuma soal tunggakan listrik atau tagihan pulsa yang harus kamu pikirkan, melainkan juga demo guru di kantor bupati tadi pagi, atau bus kota yang harusnya tak lulus uji emisi.
Bagaimana caramu menunjukkan bahwa kamu peduli? Baca koran setiap hari. Kalau kamu tidak punya wawasan, bagaimana kamu tahu hal-hal apa saja yang harusnya kamu pedulikan?
Dengan peduli pada hal-hal yang terjadi di luar dirimu, kamu akan terhindar dari risiko jadi orang yang merasa dirinya paling penting sejagad raya. Sikap rendah hati ini akan menjadikanmu pribadi yang lebih menyenangkan.
18. Kamu juga wajib untuk mulai sadar politik
Dulu, mungkin kamu belum terlalu mengerti apa fungsinya pemerintah. Bisanya cuma korupsi dan menyulitkan keperluan administrasi. Sekarang, kamu tahu bahwa pemerintahlah yang mengatur pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga yang punya andil dalam menentukan pajak mobilmu, atau harga sepatu impormu. Bahkan, pemerintah juga akan menentukan apa yang dipelajari anakmu di sekolah nanti.
Kamu jadi tahu betapa pentingnya punya pemerintah mumpuni. Kamu pun akan melakukan apa yang kamu bisa untuk mewujudkannya. Paling tidak, kamu berpartisipasi dalam pemilu. Kalau kamu tak berusaha mengangkat orang-orang baik jadi pemimpin, menghujat pemerintah terpilih adalah sama dengan manja.
19. Kamu tidak harus kalem dan pendiam untuk jadi pribadi dewasa
Orang sering mengasosiasikan pribadi yang pendiam dan kalem sebagai pribadi yang dewasa. Sementara itu, sifat periang, cerewet, dan terbuka cenderung dianggap kekanak-kanakan oleh mereka.
Sebelum umurmu 27, kamu harus mengerti bahwa dikotomi ini konyol. Dewasa adalah perkara menerima diri, bukan besar kecilnya volume suara saat kamu tertawa. Dewasa adalah perkara berpikir terbuka, bukannya melihat suatu ketidakadilan dan akhirnya diam saja.
20. Terlalu banyak berpikir negatif bakal menghambatmu, secara personal maupun profesional
Ketika umurmu hampir 27, kamu mungkin lelah mendengar nasihat klise seperti “berpikir positif aja!”. Dalam hidup ini, kamu sudah mengerti bahwa ada hal-hal yang berada di luar kuasa kita. Berpikir positif tidak selalu bisa mencegah terjadinya hal tersebut. Misalnya, kamu tidak akan bilang kalau G 30 S/PKI bisa dicegah dengan berpikir positif, ‘kan?
Di lain pihak, kalau kamu bijak, kamu tak akan membiarkan hal negatif menguasai pikiranmu. Justru semakin dewasa dirimu, semakin enggan kamu melabeli sesuatu dengan kata sifat ‘baik’ atau ‘buruk’. Kamu akan menganggapnya sebagai bagian dari takdir saja. Hal yang berat adalah bagian dari tanggung jawab, dan hal yang menyenangkan adalah sesuatu yang patut disyukuri.
Berpikir positif dan memandang gampang berbagai cobaan bisa berujung pada delusi mini, tapi berpikir negatif akan membuatmu terhambat dan terpuruk.
21. Kebugaran bakal jadi hal yang mewah
Semakin dewasa dirimu, semakin mudah kamu lupa memperhatikan kebugaran tubuh. Bisa karena terlalu sibuk bekerja, bisa juga karena usiamu masih mengizinkanmu tetap prima tanpa perlu banyak usaha.
Sebelum kamu menginjak usia 27, mengertilah bahwa berolahraga adalah hal yang krusial. Tubuhmu tidak bisa terus diforsir untuk bekerja tanpa istirahat. Kamu juga tak akan bisa bertambah usia dengan elegan kalau malas menggerakkan badan. Supaya tubuhmu tak keteteran di usia 30-an atau 40-an, mulailah rutin olahraga — paling tidak 3 kali seminggu. Tidak usah yang susah atau keren, kok. Jogging keliling kota atau bulu tangkis juga bisa jadi alternatif kegiatan gerak badanmu.
22. Traveling: punya uang, tapi tidak punya waktu
Kamu selalu menginginkannya: pergi menjelajahi Indonesia, bahkan luar negeri. Keluar dari zona nyamanmu, mendapatkan teman baru dan foto-foto seru, menjadi orang yang lebih kaya dan lebih baik. Sayang, ketika “muda”, kamu selalu mengurungkan niatmu karena merasa tak punya uang.
Perhatikan: ketika umurmu sudah 27, kamu mungkin saja lebih mapan. Singapura atau Thailand? Mungkin sudah ada di genggaman tangan dengan apa yang ada di rekeningmu sekarang. Tapi, kamu tidak akan lagi punya waktu sebanyak dulu untuk bersenang-senang. Di usia 27, rutinitas dan tekanan kerja sudah akan menghimpitmu.
Lebih baik kamu traveling sekarang, ketika kamu masih punya waktu luang. Walaupun harus jadi backpacker atau numpang sana-sini demi hemat uang, yang penting kamu tidak kecele saat tak bisa kemana-mana di masa depan.
23. Kamu harus berhenti asal makan
Usia 27 akan menyadarkan dirimu kalau kamu tak lagi punya waktu buat makan sembarangan. Karbohidrat sederhana akan bikin kamu cepat capek. Kurang asupan buah dan sayuran sudah mulai mengganggu saluran pencernaanmu. Apapun yang kamu makan, efeknya akan terasa lebih langsung sekarang.
Mulailah mencoba pola makan yang lebih sehat. Jangan terus-terusan makan di luar. Cobalah untuk memasak sendiri di rumah. Pola makan yang sehat akan membantumu memelihara energi dan tubuhmu sampai tua nanti. Sebaliknya, bertahan dengan pola diet asal-asalan bisa membuatmu cepat naik berat badan, selain tak sehat bagi kadar kolesterol dan gula darahmu.
24. Selalu sisihkan waktu buat dirimu sendiri
Waktu untuk dirimu sendiri adalah hal yang terlalu berharga. Ketika kamu sibuk bekerja, kamu akan mudah melupakannya. Padahal, berbincang dengan dirimu sendiri, melakukan apa yang kamu suka, istirahat sejenak dari tekanan untuk bersosialisasi: semua itu akan membantumu untuk “merawat” jati diri.
Ya, sebelum umur 27, kamu harus mengerti bahwa jati diri memang perlu dirawat. Ketika kamu lama tak menjenguknya, dia akan tenggelam sebelum lama kelamaan menghilang.
Sesibuk apapun kamu, selalu luangkan waktu untuk dirimu sendiri. Jangan sampai sahabat yang sudah kamu kenal sejak lahir itu menghilang dan digantikan oleh sosok lain yang tak kamu kenal.
25. Waktu berjalan begitu cepat, dan kamu tak akan mampu mengendalikannya
Ketika kamu menginjak usia 27, kamu akan terpana pada beberapa fakta matematis:
Sudah 10 tahun lamanya sejak kamu lulus SMA.
Sudah 4-7 tahun lamanya sejak kamu wisuda sarjana.
Sudah beberapa bulan terlewati sejak hubungan terakhirmu harus diakhiri. Sudah lama sekali sejak terakhir kali kamu menelepon orang tua dan bercerita dari hati ke hati.
Waktu bergulir cepat. Kadang begitu cepatnya, sampai kamu merasa kamu tak mampu mengendalikannya.
Memang, supaya tak meremehkan waktu, kamu harus selalu merasa seperti itu.
26. Kamu pun mulai memikirkan urusan akhirat
Entahlah. Ini mungkin memang bagian dari proses menjadi dewasa. Atau mungkin, inilah yang akan terjadi ketika kamu memahami bahwa ada beberapa hal di hidup ini yang berada di luar kendali kita. Mungkin juga, kamu kini lebih rela belajar untuk “tenang” dan memikirkan “masa yang jauh di depan” karena jiwa mudamu yang suka coba-coba sudah reda.
Ketika umurmu 27, kamu sudah harus mengerti bahwa pemenuhan hasrat duniawi saja tak akan mesti berujung bahagia. Kamu pun tak lagi segan mencari pemenuhan yang lebih besar dan dalam. Vita brevis.
27. Hidupmu yang sebenarnya dimulai sekarang
Sampai pada titik ini, kamu semakin dewasa dan bijaksana. Kamu sudah cukup membuat kebodohan di tahun-tahun sebelumnya. Tak ada lagi sikap impulsif dan coba-coba demi hidupmu di masa-masa setelahnya.
Kini saatnya kamu memanfaatkan semua pengalamanmu untuk menggapai impian yang masih terpendam. Jangan menyerah pada tekanan. Toh, hidup itu harus dinikmati, ‘kan?