Sudah terbukti bahwa efek dari bullying bisa jelek sekali. Nggak jarang, korban bully mengalami depresi dan mengakhiri diri sendiri. Sayangnya dalam kehidupan sehari-hari, bullying seringkali tersamarkan dalam bentuk canda. Niatnya melucu, tapi menjurus pada candaan yang menyakiti. Bila diprotes, alasannya “kan cuma bercanda”. Bahkan kalau seseorang tersinggung karena candaan dianggapnya baper dan kurang piknik.
Canda-canda yang menjurus ke pem-bully-an ini seringnya nggak disadari. Tapi daripada tanpa sadar menyakiti, sebaiknya kamu mulai berpikir dua kali sebelum mengeluarkan jokes-jokes ini.
ADVERTISEMENTS
1. Becandaan yang bawa-bawa SARA, misalnya: “Pantesan pelit, Cina sih.”
Suku, ras, agama, dan antargolongan menjadi isu sensitif sejak era dulu. Orang yang kurang memahami keberagaman sering menganggap enteng pemberian label pada seseorang berdasarkan identitasnya dengan niat untuk melecehkan. Meski kamu mungkin niatnya bercanda, tapi canda yang berbau sara ini sebaiknya dihindari saja.
Sebab, sikap seseorang sebenarnya tidak ada kaitannya dari etnis atau pun suku, tetapi bagaimana karakter yang terbentuk dari dirinya.
ADVERTISEMENTS
2. “Udah pendek, item, keriting, hidup lagi. Duh!” Fisik adalah persoalan sensitif, dan bercanda soal fisik jelas nggak asik
Banyak cara untuk membuat orang tertawa, tanpa perlu harus menghina, apalagi menjurus pada persoalan fisik yang tidak dapat diubah. Sebuah kisah sedih pernah terjadi di Inggris. Seorang anak bernama Aroon ditemukan tewas gantung diri di kamarnya setelah menerima perlakuan bully dari teman-temannya yang menyinggung tentang kulitnya yang putih. Aroon yang bersekolah di antara kaum minoritas, tidak sanggup menerima hinaan dan ejekan tentang kondisi fisiknya, lalu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Hal-hal seperti ini sering tidak kita sadari. Apa yang menurut kita lucu, ternyata bagai sembilu bagi orang lain. Mereka pun tak berani melawan bukan karena lemah, tetapi karena perundungan yang menyerang fisik sudah seperti budaya yang sulit untuk dihilangkan.
ADVERTISEMENTS
3. “Itu badan apa tong sih? Bulet bener”
Bagimu mungkin itu bukan apa-apa karena kamu beralasan bahwa ungkapan tersebut sekadar untuk menghidupkan suasana. Tapi mungkin kamu nggak tahu bagaimana dia berusaha keras diet untuk menurunkan berat badan. Kamu mungkin nggak tahu bahwa persoalan berat badan itu membuatnya stres dan tertekan. Dengan menggunakan berat badannya sebagai bahan bercandaan, kamu mungkin nggak pernah tahu bahwa itu menyakitinya. Makin tertekan dan stres, dia akhirnya menyiksa dirinya sendiri. Duh, jangan ya! Jika ingin memotivasi orang lain agar hidup sehat bisa dilakukan tanpa menyakitinya.
ADVERTISEMENTS
4. “Cewek, cantik amat sih kamu” Hati-hati menanggapi pujian teman. Terkadang itu justru pelecehan
Pelecehan bukan hanya terjadi ketika cewek jalan sendiri lalu ada cowok-cowok di pengkolan bersuit-suit asyik melakukan cat calling dan menawarkan diri untuk menemani. Antara teman yang sudah saling kenal, bisa terjadi pelecehan tanpa disadari. Awalnya seperti dipuji. Dibilang cantik, s*ksi, dan sebagainya. Namun selanjutnya, kamu harus mulai waspada. Karena pemikiran dan sikap disrespectful seperti ini cenderung menuju ke pelecehan yang lebih besar.
ADVERTISEMENTS
5. “Lain kali bilang dong kalau telat. Kasihan nih si Ayu. Daripada nungguin, bisa nyari pacar dulu kali.” – menyindir-nyindir kesalahan teman di muka umum, juga sudah termasuk bully juga
Ketika seseorang melakukan kesalahan, meskipun itu teman sendiri, sudah sewajarnya kamu memberinya teguran secara langsung tanpa harus mempermalukannya. Selain menyadarkan bahwa dia salah, juga sebagai masukan untuk dirinya juga. Namun menegur di depan umum, meskipun itu dengan nada menyindir ataupun humor sarkas, sikap tersebut sudah termasuk bully. Orang yang ditegur akan merasa dipojokkan dan dihakimi tanpa bisa membela diri. Untuk menegur seseorang, ada baiknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kritik yang kamu berikan lebih tepat sasaran, tanpa ada yang merasa dipermalukan.
ADVERTISEMENTS
6. “Ya elah gitu aja nggak bisa. Balik aja jadi anak TK sana!”
Kemampuan orang berbeda-beda. Apa yang mudah bagimu, belum tentu mudah untuk orang lain. Sama saja, apa yang bagimu begitu sulitnya, mungkin bagi orang lain hanya piece of cake. Tapi daripada menghina kemampuannya, meski dalam nada bercanda, bukanlah lebih baik disemangati saja?
7. “Jadi laki cengeng amat. Mending lo pake rok aja deh. Lebih cocok!”
Joke senada dengan kalimat di atas, mem-bully dua hal. Pertama, yang di-bully adalah kecengengan seorang pria. Padahal menjadi orang yang sensitif toh tidak ada salahnya dan tidak terbatas pada gender semata. Daya tahan setiap orang berbeda-beda. Kedua, mem-bully perempuan yang selalu identik dengan cengeng. Meskipun perasaan cewek cenderung lebih lembut dan sensitif dibandingkan laki-laki, bukan berarti semua cewek cengeng kan? Lagipula, meskipun cengeng atau sensitif, nggak bikin cowok jadi kurang manly kok. Bisa jadi karena perasannya juga lembut. Hehehe
8. “Haha tunggu aja sampai dia sadar dari khilafnya terus mutusin kamu.”
Pernah nggak kamu melakukan hal ini? Ketika temanmu curhat tentang pacarnya, lalu kamu menanggapinya dengan bercanda yang nadanya menghina. Secara tidak langsung, kamu mengatakan bahwa sahabatmu nggak pantas untuk pacarnya, yang kondisinya lebih sempurna, entah itu terlalu cantik/tampan, lebih kaya, lebih pintar, dan sebagainya. Kamu mungkin hanya bercanda, tapi yang mendengarnya pasti merasa sakit hatinya.
9. “Masa’ sih cewek? Kok rambutnya pendek gitu?”
Senapas dengan tipe joke nomor 7, inti joke ini adalah meragukan jenis kelamin seseorang. Mungkin karena orang yang dibercandai berpenampilan seperti laki-laki, lebih punya banyak teman laki-laki, ataupun bertingkah seperti laki-laki. Apakah benar dia cowok atau cewek harus dibuktikan dengan panjang tidaknya rambut. Duh!
10. Toyor-toyor kepala atau jokes fisik lainnya. Seremeh apapun, tetap saja itu melecehkan dan kurang sopan
Meski menoyor kepala sering terlihat cute saat dilakukan oleh sepasang kekasih, tapi nggak selamanya toyor kepala menjadi tanda romantis dan kasih sayang. Apalagi kalau nggak benar-benar akrab. Meski kamu nggak berniat melukai atau melakukan kekerasan fisik, bisa saja dia nggak suka dipegang-pegang kepala atau tubuhnya bukan?
Karena bully bisa tersembunyi dalam bentuk canda, kita harus mulai memikirkan setiap laku yang kita punya. Sesuatu yang kita anggap lucu belum tentu lucu juga untuk orang lain. Bukan karena dia kurang piknik dan kita yang selalu selow. Tapi memang persepsi masing-masing orang berbeda. Menjaga perasaan orang lain toh nggak ada salahnya.