Bermimpi untuk sesuatu yang kita harapkan bukanlah hal yang salah. Seperti memimpikan seseorang hadir di dalam diri kita untuk mengisi ruang yang telah lama kosong. Seperti aku yang memimpikanmu sebagai pendamping hidupku. Namun apadaya, sekuat apapun aku menyangkal takdir, ketika Sang Pencipta mengatakan tidak maka aku tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, kali ini aku menerima “tidak” karena untuk sesuatu yang lebih baik.
ADVERTISEMENTS
1. Untukmu yang pernah aku banggakan di depan orang tuaku
Yang tak pernah kusebut keburukanmu. Meski sering kali sikapmu menyakitiku. Sebuah kesalahan berulang yang terus aku lakukan, mengabaikan peringatan orangtua demi memilih bersamamu. Tak peduli seburuk apa ayah ibu ku mengumbar kelemahanmu , aku tetap memilihmu. Kamu yang dulu selalu aku banggakan. Demi bersamamu jangankan jalan berkelok nan terjal, yang penuh duri pun ku lalui. Menentang orangtua ku pun aku lakukan. Sebuah penyesalan yang kemudian mendarah daging.
ADVERTISEMENTS
2. Saat Tuhan sering kali memberi ‘kode’ untuk melepasmu, aku abaikan
Masih jelas dalam ingatan, kala kita terpisah jarak lalu rindu datang menghampiri. Aku ciptakan kebohongan demi kebohongan hanya untuk bisa menemuimu. Dulu aku bilang itu perjuangan cinta. Dih, berlebihan sekali. Setelah ku pikir-pikir apa yang ku lakukan dulu adalah sebuah kebiasaan buruk yang dapat menjadi bumerang bagiku dikemudian hari. Sudahlah bukankah penyesalan selalu berada diakhir cerita? Tuhan Maha Baik padaku, seberapa sering Dia tunjukan padaku, bahwa langkah yang ku pilih ini salah. Selalu ada keraguan saat aku memutuskan sesuatu yang berhubungan denganmu. Namun aku lagi-lagi mengabaikan. Seperti hembusan angin yang cepat berlalu, begitu pun dengan segala ketakutan yang ada. Merasa pilihanku benar. Dan membiarkan kesalahan-kesalahan itu terus berlanjut.
ADVERTISEMENTS
3. Saat semesta semakin mempersempit kesempatan untuk bersama
Alarm tanda bahaya itu mengalun dalam kepala. Aku sudah dipenghujung jalan. Tak ada pembelaan lagi untuk membenarkan tindakan. Semua kebohongan terungkap. Yang ku sembunyikan dengan amat rapat telah tersingkap. Aku menjadi terdakwa atas kebodohanku sendiri. Keputusan bukan lagi padaku. Tapi pada ‘mereka’ yang tak memberi restu.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu yang pernah aku perjuangkan
Pada akhirnya dia yang bersungguh-sungguhlah yang jadi pemenangnya. Kamu terlalu naif. Orangtua ku butuh bukti kalau kamu itu layak menjadi pendamping hidup anaknya. Namun kamu menyia-yiakannya. Kamu terlalu lama mengulur waktu.
ADVERTISEMENTS
5. Selamat tinggal kamu yang aku impikan jadi ‘Teman Tidur’
Bukankah kita harus dipatahkan lebih dulu, sebelum bertemu dengan dia yang mau merawat. Bukankah manusia harus terluka baru menyesali. Bukankah kesedihan dan kesenangan itu satu paket. Aku mengakui kekalahan dan memilih melepaskan.
ADVERTISEMENTS
6. Maaf, kita memang tak bisa berjodoh
Pada akhirnya yang mengumbar janji kalah dengan dia yang memberi kepastian. Seseorang yang mampu memberi komitmen dan meyakini ayah dan ibuku untuk memilihnya. Seseorang yang tak pernah terlintas dalam doaku. Tak pernahku sebut namanya dalam sujudku. Dia yang bukan hanya mengetuk hatiku, namun dengan langkah pasti berani mengetuk pintu rumahku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”