Perihal jodoh tak pernah habis untuk dibahas di berbagai kalangan khususnya bagi yang telah menjalin hubungan sekian lama. Termasuk kita berdua. Perkenalan yang mungkin bisa di bilang tidak singkat membuat kita selalu membicarakan "kapan akan kita bawa hubungan ini ke langkah yang lebih serius?" Mulanya kau hanya bisa terdiam merenung. Di dalam hatimu, aku yakin kaupun pasti menginginkan hal yang sama. Namun seperti kebanyakan pasangan muda mudi lainnya, beberapa hal belum kita persiapkan untuk melenggang menuju masa depan.
Seiring berjalannya waktu, dan seperti dikejar waktu, keinginan itupun kembali hadir kala banyak bertebaran undangan dari kawan-kawan kita. Satu persatu dari mereka akhirnya menghalalkan ikatan mereka dalam satu kata: Pernikahan. Sebagai seorang perempuan yang secara usia mungkin bisa dibilang cukup, hanya bisa memberikan isyarat padamu yang tentu kaupun sudah tahu artinya. Bahkan terkadang muncul pertengkaran kecil yang membuatku bertanya "kapan kau akan membuktikan keseriusanmu?"
Tak jarang aku ingin menyudahi hubungan yang mulai tak jelas ini. Namun setiap aku berkata "putus" kau seakan menahanku untuk tidak pergi darimu. Tapi yang namanya perempuan yang butuh kepastian, egoku mengalahkan segalanya. Sampai kapan aku harus bertahan?
ADVERTISEMENTS
1. Bertahun-tahun lalu awal perkenalan kita. Layaknya ABG pada masanya, tumbuhlah sedikit demi sedikit benih-benih cinta.
Belum dewasanya pemikiran kita dulu, membuat perkenalan kita dengan mudahnya berujung pada kata: "Jadian". Seperti kebanyakan remaja lainnya yang sudah berpasangan, hari-haripun kita lalui dengan kencan. Nonton film, makan di café dan hal-hal lainnya untuk mengisi akhir pekan.
Kalaupun tidak pernah absen untuk mengajakku bertemu di kala ada waktu luang. Walaupun sesekali berhalangan dan tidak bisa bertemu, kau tak lupa untuk selalu menelepon atau sekedar SMS hanya untuk sekedar menanyakan kabar.
ADVERTISEMENTS
2. Beberapa bulan berjalan kau sudah tak sungkan membawaku untuk bertemu dengan keluargamu. Tak ayal itu membuatku yakin akan keseriusanmu.
Walaupun hanya diperkenalkan dengan singkat dengan orang tua serta kakak adikmu, aku semakin percaya bahwa kau benar-benar menginginkan aku untuk menjadi bagian dari keluargamu. Betapa senangnya aku saat keluargamu terlihat begitu menerima kedatanganku dan menyambutku dengan baik.
Aku yang saat itu masih malu-malu perlahan mencoba untuk menjalin keakraban dengan mereka. Sedikit demi sedikit hatiku yang semula gugup menjadi lebih mencair dengan hangatnya suasana rumahmu.
ADVERTISEMENTS
3. Saat hubungan kita sudah terhitung tahunan, mulai bermunculan segelintir pertanyaan dari orang-orang. "Kapan kalian akan menikah?" Hmm… Pertanyaan yang sangat umum.
Kita yang semula masih santai menjalin hubungan, agaknya mulai sedikit panas ketika mendengar selentingan semacam itu. Usia yang baru beranjak awal 20-an membuat kita masih mengira-ngira: "Apa yang sudah kita persiapkan untuk menuju ke arah sana?" Apalagi mengingat kuliah yang belum kelar membuat kita berpikir ulang untuk menikah.
Belum lagi pekerjaan yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan pribadi. Rasanya masih jauh kalau untuk menabung buat pernikahan.
ADVERTISEMENTS
4. Saat melihat teman-teman sebaya sudah menghalalkan hubungan mereka, kita yang masih begini-begini saja mulai jengah dengan hubungan yang hanya jalan di tempat.
Melihat kawan yang sedang berbahagia menyandang status suami istri kadang bikin kita ngiler sendiri. Siapa yang tidak ingin namanya tercatut di buku pernikahan bersama pasangannya? Apalagi di usia yang menurut sebagian orang sudah pantas. Bukannya ingin terburu-buru ataupun karena desakan keluarga, namun melihat hubungan yang tidak ada kemajuan ini rasanya untuk apa dipertahankan?
ADVERTISEMENTS
5. Demi menjaga diri dari hal yang tidak diinginkan dan demi menutup mulut orang-orang yang semakin nyinyir mengomentari hubungan kita, akhirnya kata putuspun mengalir dari mulutku secara membabi buta.
Aku yakin kau tidak akan setuju dengan keputusanku yang tiba-tiba. Aku yakin kau serius menjalani hubungan yang sudah bertahun-tahun kita jalani. Tapi apa gunanya waktu yang kita habiskan ini kalau akhirnya tidak jelas akan dibawa kemana? Aku sudah menebak kalau kita mungkin tidak berjodoh.
Tapi lagi-lagi kau meyakinkanku untuk bertahan, untuk tidak mendengarkan ocehan orang, untuk mengabaikan komentar-komentar nakal terkait hubungan kita. "Kita yang menjalani hubungan ini, bukan orang lain!" Begitu katamu setiap aku mengeluh dengan keadaan. Tapi sepertinya keputusanku tidak bisa ditolerir lagi. Akupun pergi walau kau berkali-kali berucap tak rela.
ADVERTISEMENTS
6. Dan akhirnya kita berjalan sendiri-sendiri. Meski diakui, kita masih menyimpan perasaan cinta masing-masing.
Apa yang terjadi saat ini memang bukanlah keinginan kita. Aku menganggap keadaanlah yang memaksa. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang belum tentu bisa kita miliki? Begitu pikirku. Tapi tak dapat dipungkiri masing-masing dari kita masih menyimpan rasa. Kaupun membuktikannya dengan perhatianmu yang tidak hilang meskipun hubungan kita sudah berakhir.
Meskipun pesan dan telepon darimu tidak pernah kujawab, namun tidak sedikitpun perhatianmu berkurang.
7. Sempat mengajak untuk balikan, akupun mempersiapkan ‘pancang’ agar aku tidak goyah menerima ajakanmu untuk kembali.
Berkali-kali kau menawarkan ajakan untuk kembali, berkali-kali pula aku menolak. Aku tahu keseriusanmu. Namun menurutku lebih baik langsung saja kau temui orang tuaku jika kau serius, daripada menghabiskan waktu dengan menjalani hubungan yang aku khawatirkan akan berakhir sia-sia.
8. Cinta yang lainpun sempat mengisi hati kita masing-masing walaupun sepertinya Tuhan memang menakdirkan kita untuk berjodoh itu tidak bertahan lama.
Sempat beberapa orang hadir dalam hidupku menyatakan cintanya. Aku yang saat itu sedang sendiri kadang mau saja saat diajak jalan, meskipun belum berstatus pacaran. Aku menganggap hal itu wajar saja mengingat mereka hanya teman. Tapi itu bukan berarti aku tidak memikirkanmu.
Kamu yang masih saja terus mencoba menghubungiku membuatku berpikir sebegitu besarnyakah perjuanganmu mempertahankanku? Betulkah bahwa hanya akulah satu-satunya wanita yang kau harapkan?
9. Sekian lama berjalan sendiri-sendiri, aku begitu terkejut mendapati kamu dan keluargamu mendatangi orang tuaku bermaksud segera ‘mengakhiri’ perseteruan kita dengan cara yang sudah lama aku idamkan : Lamaran.
What a surprise! Di tengah kegalauan yang berkecamuk sekian lama, kau datang memberi harapan yang nyata. Sekian tahun berseteru dalam diam, akhirnya kau buktikan kesungguhanmu. Aku yang semula ragu untuk menerimanya, berubah yakin ketika Tuhan menjawab doaku dengan pertanda bahwa kau layak untukku.
10. Dengan persiapan yang bisa terbilang singkat, kau wujudkan mimpiku di antara pelaminan dan hamparan tenda.
Ijab qabulpun terucap lancar di hadapan penghulu. Momen yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Rasa haru biru meliputi hatiku. Aku tak menyangka bahwa ternyata kaulah lelaki yang menjadi suamiku. Yang sudah siap menerima segala kekurangan dan keanehanku. Yang siap membangun istana kecil bersamaku. Yang siap dengan apapun yang terjadi di depan sana dan menghadapi bersama-sama, denganku.
11. Sekarang aku tahu, kaulah lelaki yang pantas aku tunggu. Kamu, lelaki yang tak pernah menyerah untukku.
Meski jalan kita tidak mudah, meski banyak kerikil di luar sana, kau tak pernah sedikitpun memintaku untuk menjauh. Tak pernah terlintas dalam pikiranmu untuk melepaskanku dari kehidupanmu, dari awal kita bertemu hingga saat ini. And you proved it! Bertahun-tahun lalu rasanya tidak berarti ketika kita akhirnya bisa mengikat janji suci.
Pada akhirnya ternyata kaulah lelaki yang pantas aku tunggu, lelaki yang tak pernah menyerah untukku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”