Bebarapa gambar yang menunjukkan pencapaian usia muda sedang marak dibagikan di berbagai platform media sosial. Selain itu istilah “Beban Keluarga” Bagi anak yang sudah berusia 20 tahun namun belum mendapatkan pekerjaan juga ramai dibicarakan di media sosial. Terkait dengan opini-opini pencapaian di umur 20an.
Media sosial sekarang memang begitu, kan? Postingan pesimisme dibalut motivasi seringkali kita temui dan membuat overthingking, tidak bersyukur, dan bisa merasa lemah tak berdaya bagi pembacanya. Dia baru berusia 20 tahunan, tapi leha-lehanya seperti orang tua yang menikmati dana pensiunan.
Ya, begitulah media sosial. Awalnya aku setuju, aku dan mungkin kalian yang terpaksa masih meminta uang ke orang tua untuk belanja kebutuhan atau sekadar jajan mie ayam nggak seharusnya punya waktu buat rebahan sambil nonton YouTube.
Jadi beban keluarga aja. Namun, ada beberapa hal yang membuat aku sadar bahwa ternyata nggak semua yang kita lakukan salah lho! Tren status beban keluarga jangan sampai membuat kita minder, depresi, atau sampai merasa hidup ini tidak ada gunanya, duh-duh. Ini beberapa hal yang perlu kita sadari bahwa kita berharga.
ADVERTISEMENTS
1. Anak bukanlah beban bagi orangtua
Ini penting disadari terlebih dahulu. Tuhan telah memberikan kita amanah sebagai seorang anak. Anak adalah anugerah terindah keluarga, hei.
Orangtua pun juga perlu memenuhi kebutuhan anak apalagi di usia 18-20 tahun ke bawah yang belum dituntut secara finansial mampu untuk diri sendiri.
Orang lain lah yang sekarang membuat “aturan” usia 20an harusnya udah bisa membahagiakan orangtua, fasih lima bahasa, pergi ke bulan, aduh.
Sehingga, munculah status beban keluarga jika di usia kita saat ini belum mencapai target pencapaian hidup yang ada di masyarakat.
Dikiranya cuma rebahan, padahal kita juga sedang berproses.
ADVERTISEMENTS
2. Ingat, kita manusia biasa!
Sebagai manusia biasa, menjadi sempurna adalah sesuatu hal yang sulit. Seringkali kita gagal dan membuat kesalahan. Setelah berbuat salah, kita menjadi keras pada diri sendiri.
Misalnya jadi menyalahkan diri sendiri, menyalahkan keadaan, dan ujung-ujungnya minder lagi, merasa useless lagi. Berbuat kesalahan itu bagian dari hidup kok. Bangkit!
ADVERTISEMENTS
3. Produktivitas tidak dinilai dari uang yang dihasilkan
Kalau kamu masih bisa produktif, kamu berharga. Produktif kan tidak diukur dari cuan tetapi bermanfaat. Memang seiring berjalannya usia tuntutan kebutuhan mengharuskan kita mencari uang.
Namun aku yakin, ada banyak orang di luar sana yang sedang berjuang untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri dan berjuang dengan keadaannya.
Kalian pernah nggak berpikir bisa jadi di antara kita ada banyak job seeker yang belum beruntung melihat postingan semacam itu di media sosial seketika bilang “Saya udah usaha cari kerja pontang-panting sana sini, tapi belum dapet juga, jadinya gabut sambil berbenah rumah, terus lihat foto seperti ini.” Apa ya nggak tambah stres?
Fokus adalah sesuatu yang jadi tanggungjawab saat ini. Kita yang perempuan di rumah mencuci baju, menyapu itu juga bentuk produktivitas.
Bahkan, nonton YouTube termasuk produktif kalau yang ditonton TED Talks, belajar bahasa asing, tutorial memasak, dan lainnya. Iya kan? pada akhirnya itu kembali ke kondisi masing-masing kok. Tetap semangat!
ADVERTISEMENTS
4. Setiap orang pasti punya manfaatnya masing-masing
SoHip, jika Tuhan masih memberi kita hidup, itu artinya kita masih bermanfaat. Afgan, penyanyi bersuara merdu itu bahkan pernah bilang di sebuah kanal YouTube, “Tinja aja bisa jadi pupuk.” Intinya, jangan pernah merasa useless, men!
ADVERTISEMENTS
5. Jalani, nikmati dan syukuri!
“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.” – Buya Hamka.
“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.” – Buya Hamka.
Perlu memahami need and wants agar kita tidak jadi beban dan merasa terbebani. Jangan mudah tersinggung dengan kata-kata viral seperti di atas.
Jalani, nikmati, syukuri, dan terus eksplore diri biar nggak terus-terusan bertanya “kenapa ya aku belum bisa,” “harusnya aku,”.
Chill aja, jadikan kalimat beban keluarga yang sering kita baca sebagai motivasi biar otaknya nggak leha-leha terus dan semangat lagi!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”