Trik Meminimalisir Stres Saat Pakai Sosial Media. Please, Jangan Sampai Kamu Jadi Gila!

Kini orang semakin erat dengan era dunia kecanggihan teknologi. Apalagi media sosial (medsos), salah satu media internal yang memudahkan kita untuk dekat dan ngobrol dengan orang-orang di sekitar kehidupan kita. Selain itu, media sosial jugalah berfungsi sebagai media penyebar informasi terbaru, baik secara faktual maupun non-faktual, disebarkan secara cepat dan tanggap ke akun pribadi pemilik.

Pemakaian media sosial itu cukup di bilang mudah, bahkan sangat mudah, hanya tinggal mengetuk layar handphone, laptop, atau ke komputer ke icon medsos yang dituju sehingga penggunanya bisa puas bermain medsos seharian.

Tetapi, bermain media sosial yang tidak tepat ataupun kelebihan dosis menggunakannya, dapat menimbulkan efek stres atau depresi berat terhadap pemakainya. Hal ini dibuktikan dari psikiater Indonesia, dr. Dharmawan Purnama, menyatakan butuh pengendalian diri ketika berselancar dalam media sosial. Ia membuktikan atau memberikan contoh tentang foto-foto yang ada pada medsos.

Ambil contoh, foto cincin pertunangan, foto makanan enak, dan foto prestasi seseorang. Bukankah ketiga contoh faktor tadi bisa memicu FOMO (Fear Of Missing Out) pada seseorang? FOMO adalah ketakutan yang dirasakan seseorang ketika melihat orang lain lebih bahagia daripada dirinya, dan membuat kita mengevaluasi kembali hidup kita. Istilah lainnya dapat menimbulkan rasa gagal kepada seseorang yang melihatnya.

"Ada yang merasa dirinya tidak berharga, gagal, karena dia membandingkan dirinya dengan teman-teman, yang dia anggap sukses," kata Dharmawan, Senin (15/1).

Tidak jarang orang rela mengerjakan tugas apapun demi bisa mempuaskan batinnya di akun media sosial kesayangannya. Padahal, lagi-lagi depresi media sosial bakalan bermasalah kepada masalah mental seseorang. Harga diri yang rendah, tidak bijak memakai waktu, serta gangguan kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis seseorang atau kita bisa sebut dengan gejala PTSD.

Agar kita bisa mencegah ini supaya tidak terulang, ada kala baiknya kita harus mengatur ulang rambu-rambu kita menggunakan media sosial.

ADVERTISEMENTS

1. Batasi Waktu Penggunaan Media Sosial

Ketika hari atau jam kerja, hindari pemakaian media sosial terlalu konsumtif agar dapat fokus ke pekerjaan. Misalnya yang tadinya menghabiskan tiga jam sehari untuk memantau status di timeline medsos, kini mulai dipilah atau diatur lagi menjadi dua jam, sejam, ataupun beberapa menit untuk aktif di media sosial. Selama tidak berhubungan saja dengan dunia pekerjaan Anda.

Kita memang cenderung suka mengintai percakapan teman lewat sosial media yang disebabkan karena suatu alasan, seperti di Whatapp, Line, Facebook, dan lain-lain. Namun bukankah jauh alangkah menyenangkan, jika kita bisa bertemu dia di dunia nyata atau via telepon? Selain bisa bertemu dan cerita banyak, Anda bisa juga mengorek cerita-cerita lama dengannya!

ADVERTISEMENTS

2. Hindari Gosip

Rosediana Diary

Rosediana Diary via https://i1.wp.com

Jika media sosial hanya dibuat sebagai media pergosipan, sebaiknya tidak perlu Anda dari awal membuat satu akun media sosial. Lebih baik nih, sebelum penggunaan saja, tanyakan dahulu kepada diri Anda sendiri, apa sebenarnya tujuan dan motivasi saya memakai media sosial.

Jangan sampai karena medsos, kita menjadi orang yang tidak benar dalam mem-posting komentar-komentar pedas di kolom komentar orang yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. Komentar yang bisa membuat hati orang tersindir atau menyakitkan hatinya. Ingat, Indonesia sudah memiliki peraturan perundang-undangan tentang "Media Sosial" lho!

ADVERTISEMENTS

3. Pribadi Yang Produktif

Setiap orang sebaiknya memiliki mainan atau hobi yang membuat dirinya makin berkembang atau lebih produktif ke masa-masa masa depan. Berlaku juga terhadap media sosial, gunakan saja kaitannya dengan pelajaran yang berguna, semisal berjualan, promosi event, atau membangun jejaring dengan sumber informasi terbaru di luar umpan sosial. Bagi Anda yang juga suka mencari teman-teman seputar dunia maya, pilahnya yang baik-baik dan jangan sampai tertipu oleh kata-katanya di chat room.

Fakta membuktikan, orang yang sangat sering menggunakan media sosial memiliki 2,7 kali kemungkinan mengalami depresi, dibandingkan pengguna yang kurang sering melihat media sosial. Depresi merupakan permasalahan utama di Amerika Serikat dan mempengaruhi sekitar 6,7 persen penduduk usia 18 tahun ke atas. Pemantauan penggunaan media sosial dapat menjadi solusi alternatif dalam menjaga kesehatan mental.

ADVERTISEMENTS

4. Jangan Membuka Akun Media Sosial Anda Dalam Berbagai Bentuk

blog.adgager.com

blog.adgager.com via http://blog.adgager.com

Anda pemiliki tipe memiliki akun sosial media yang banyak? Terlalu sering membuka akun dalam berbagai bentuk medsos dapat membuatmu merasa lelah. Brian Primack, M.D., Ph. D., direktur di University of Pittsburgh’s Center for Research on Media, Technology, and Health, menyarankan untuk fokus pada akun medos tertentu saja.

Terlebih jika bisa membukanya seminggu sekali saja. Penting dijaga supaya menghindari yang namanya curhat masalah pribadi ke media sosial. Nggak masalah untuk tetap memiliki semua akun. Bisa nggak, sobat literasi?

ADVERTISEMENTS

5. Jauhi Medsos Saat Merasa Bosan

thejournal.ie

thejournal.ie via http://c3.thejournal.ie

Menurut Anda, membuka medsos dianggap sebagai jawaban untuk menghilangkan rasa bosan dan kesepian. Namun berbanding terbalik dengan pernyataan Dr. Primack. Ternyata nih, medsos dapat berbahaya saat Anda merasa jenuh. Melihat foto-foto keren atau suatu keberhasilan dapat membuatmu membandingkan diri sendiri dengan penuh pemikiran negatif. Jadi daripada membuka sosmed saat bosan, sebaiknya hubungi teman untuk sekadar berbicara.

Tertarik mau membuka medsos berlama-lama lagi? Ayo, ubah sikap Anda menjadi sikap yang lebih produktif di waktu masa mendatang!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir sebagai manusia penulis dasar.