Beberapa waktu silam, sempat heboh di dunia maya video curhatan hati seorang ibu rumah tangga tentang kebosanannya yang katanya "Uplek bae di rumah, ajak kita ini ke mall ya bang.." dengan dandanan yang cetar namun ekspresi yang (kalau nggak mau dibilang) ngenes banget.
Ah Mpok, tahu nggak sih, sebenarnya kami para wanita karier sangat mengidamkan berada di posisi mpok.
ADVERTISEMENTS
1. Dulu sebelum menikah, menjadi ibu rumah tangga jauh dari impian
Beneran deh, dulu waktu masih pacaran, boro-boro mau jadi ibu rumah tangga, maunya sih tetap bekerja, megang uang sendiri dan nggak bergantung sama suami. Tapi setelah menikah, rasanya mau diam di rumah saja, ngurus rumah, ngurus suami. Namun apa daya ketika penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan, bekerja menjadi sebuah pilihan.
Mau jadi ibu rumah tangga saja.
ADVERTISEMENTS
2. Namun, rasanya sedih ketika suami yang mengambil alih sebagian pekerjaan rumah
Ya, karena tidak semua waktu dihabiskan di rumah melainkan di tempat kerja, mau tidak mau, pekerjaan rumah pun dikerjakan berdua dengan suami. Bagi tugas. Melihat suami mencuci baju sedang kita memasak makan malam, hmm rasanya ingin semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri, namun apa daya ketika waktu dan tenaga tak kuasa.
Disini kami merasa menjadi istri yang gagal, meski suami tidak pernah mengeluh.
ADVERTISEMENTS
3. Rasanya menahan ngidam di kantor, mual, dan muntah itu sudah biasa
Kehadiran buah hati menjadi saat yang di tunggu, begitu juga dengan kami para wanita karier. Namun di balik rasa bahagia itu terselip rasa miris karena harus menjalani ngidam di kantor. Mual dan muntah harus dikesampingkan karena tuntutan pekerjaan, belum lagi hormon yang belum stabil di awal kehamilan membuat kami tidak bisa mengontrol emosi, tak ayal rekan kerja menjadi korban, bahkan kami sering membuat peraturan seenak sendiri di kantor.
Ibu hamil mah bebas.
Terkadang kami juga khawatir kalau-kalau kesibukan kami mengganggu perkembangan janin yang dikandung. Belum lagi ketika ada konflik dengan rekan kerja di kantor.
Jangan-jangan si dedek mirip 'orang ini' lagi, gara-gara sebel sama dia. Ihh amit-amit jabang bayi!
ADVERTISEMENTS
4. Perut semakin membesar, rasa malas pergi ke kantor pun semakin besar
Usia kehamilan mulai memasuki trisemester akhir, menanti kelahiran sang buah hati. Semakin besar usia kandungan, semakin berat beban yang dibawa dan semakin besar pula rasa malas pegi ke kantor.
Aduh, mau di rumah saja, mau selonjorin kaki.
Namun jika mengingat biaya persalinan dan kebutuhan baby setelah lahir belum lagi KPR dan kebutuhan rumah, hasrat ingin resign harus ditunda dulu, yang hanya bisa dilakukan adalah memotivasi diri sendri.
Baby yang aku kandung adalah calon orang hebat dan berasal dari ibu yang hebat pula bukan ibu yang mudah menyerah.
ADVERTISEMENTS
5. Meninggalkan bayi yang baru dilahirkan bekerja itu rasanya…
Cuti melahirkan yang diberikan rata-rata perusahan biasanya 3 bulan. Bayangkan, saat usia baby kami masih 3 bulan kurang kami harus meninggalkannya di rumah bersama neneknya. Padahal si baby lagi lucu-lucunya. Rasanya seperti separuh jiwa tertinggal di rumah. Memaksakan pergi berangkat ke kantor namun sesampainya di kantor hanya terbayang muka baby yang tertidur pulas.
Dedek udah minum susu belum, rewel nggak di rumah?
Keluhan minta resign kerja adalah kata yang terucap setiap hari.
Sayang, boleh aku resign?
Namun lagi-lagi masalah ekonomi yang menjadi penghalang resign.
ADVERTISEMENTS
6. Semakin besar usia anak, semakin banyak pula tugas ibu di kantor, pilihan resign mulai membuat bimbang
Setiap anak membawa rezekinya masing-masing. Semakin besar anak semakin banyak pula kebutuhannya. Kini buah hati telah memasuki usia batita (bawah tiga tahun), semakin banyak tingkah lucunya. Senang rasanya karena semua kebutuhan buah hati terpenuhi. Namun di balik itu, di barengi dengan karir dan salary yang meningkat, meningkat pula tanggung jawab dan tugas kantor ayah dan ibunya. Pilihan resign kembali membuat bimbang.
Di balik rasa senang karena bisa mencukupi semua kebutuhannya, terselip rasa sedih karena tidak bisa melihat tumbuh kembangnya. Hanya bisa melihat senyum dan tawanya melalui video dan foto yang dikirimkan oleh sang oma.
7. Rasanya tidak bisa menemani anak saat masuk taman kanak-kanak dan tidak ada di rumah saat ia pulang sekolah
Waktu terus berlalu, tak terasa kini buah hati telah masuk ke taman kanak-kanak. Memulai rutinitas dan kehidupannya sendiri, rasanya sedih ketika tidak bisa menemani setiap hari berangkat sekolah dan tidak ada di rumah saat ia pulang ke rumah.
Meski si anak tidak komplain. namun tetap saja ada rasa bersalah karena tidak selalu berada di sisinya.
Bekerja atau mengurus anak dan rumah tangga kembali menjadi problema bagi seorang wanita. Namun harus tetap ada yang harus dipilih dan ada yang dikorbankan. Entah apa yang akan dipilih, pada akhirnya semua kembali pada satu kepentingan. Demi anak.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”