Pada awalnya, kita telah sepakat untuk mengakhiri hubungan yang selama ini terjalin. Kata-kata perpisahan pun terucap, seiring dengan derai air mata yang mengucur deras.
Ya, kita sama-sama menyadari. Perpisahan adalah keputusan terbaik. Dan sejak saat itulah, di hati masing-masing, kita sama-sama berjanji, untuk memulai episode hidup yang baru.
Namun, seiring waktu yang berjalan detik demi detik, aku tidak bisa membohongi diri sendiri, bahwasanya rasa itu kembali muncul. Kenangan tentangmu pecah bertaburan di segenap penjuru kamar. Dada ini sesak, sesak karena rindu.
Rindu menghajarku hingga babak belur. Aku yang tidak tahan memutuskan untuk mengucap kata maaf dan mengajakmu kembali. Akan tetapi, sebuah kabar menyakitkan hinggap di telinga: kamu telah bertemu orang baru.
Kiranya bertemu orang baru dan memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya, telah membuktikan bahwasanya kamu sudah sepenuhnya berdamai dengan masa lalumu. Karenanya, teriakanku untuk mengajakmu kembali adalah sebuah kesia-siaan.
<>2. Karena kata-kata perpisahan yang terucap terlanjur mencipta luka, maka kesungguhan hati tidak akan pernah mampu untuk membuatmu kembali>Meski hatiku bersungguh-sungguh untuk mengajakmu kembali, luka akibat perpisahan terlanjur membekas. Apalagi, pengalaman menjalin hubungan denganku telah memberimu sebuah pelajaran berharga, bahwasanya kamu bukan orang bodoh yang ingin mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya.
<>3. Mungkin pada akhirnya, aku harus mau menerima kenyataan, bahwasanya aku dan kamu punya dunia yang tidak lagi sama>Kisah masa lalu beserta luka yang menyertainya telah kamu kubur dalam-dalam. Kamu seolah berkata, "Tidak baik untuk terus memaksa serta menyakiti diri. Karenanya, berlapang dada adalah sebuah keputusan terbaik. Betapapun sakitnya, betapapun perihnya."
<>4. Karena hidup terlalu berharga untuk disia-siakan. Mau tidak mau, aku harus belajar untuk merelakan>Sampai kapanpun, penyesalan tidak akan pernah mampu untuk mengubah keadaan. Kamu seolah berkata, "Hidup terlalu berharga untuk disia-siakan, bukan? Karenanya, daripada menghabiskan waktu untuk terus-terusan menyesal, bukankah lebih baik jika belajar untuk merelakan? Yakinlah, suatu saat, ada bahagia yang bisa kita temukan di tempat lain."
<>5. Jika memang tidak ada harapan yang tersisa, kiranya sang waktu bisa menjadi obat paling mujarab untuk menyembuhkan luka>Kamu telah menutup pintu untuk kembali. Karenanya, tidak ada lagi harapan yang tersisa. Kamu seolah berkata, "Hidup harus terus berlanjut, bukan? Percaya saja pada sang waktu. Ia punya obat paling mujarab untuk menyembuhkan luka. Yakinlah, suatu saat, akan ada orang baru yang muncul dengan cara tidak terduga."
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.