Dari Pangeran Roma sampai sosok heroik di London Barat, kita semua mengucapkan. Mengucapkan selamat tinggal pada delapan pesepakbola yang ikonik di masanya ini. Cerita-cerita dalam dunia sepak bola yang pernah terjadi pada tahun 2017, akan segera menjadi kenangan bagi penggemarnya. Termasuk di antaranya, menjadi momen yang menyedihkan tatkala ikon sepak bola dunia perlahan, satu demi satu, menyatakan gantung sepatu alias pensiun. Tahun lalu, beberapa nama beken yang pensiun adalah: Steven Gerrard, Nemanja Vidic, Antonio Di Natale, Luca Toni, dan Daniel Agger.
Tahun ini? Lebih banyak lagi. Bahkan, di antara nama-nama populer di dunia, ada satu nama eks pesepakbola ikonik yang berasal dari Indonesia. Siapa dia? Berikut penjabaran lengkap pesepakbola yang pensiun di tahun 2017.
ADVERTISEMENTS
1. PHILIPP LAHM
Sosok yang inspiratif, khususnya bagi pesepakbola bertubuh kecil untuk tidak minder. Lahm telah membuktikan, ukuran bukan perkara besar bagi pesepakbola profesional untuk sukses. Perjalanan karier Lahm tak hanya dikenang sebagai pemain berkualitas, melainkan pemain yang cerdas dan disegani di ruang ganti pemain.
Tubuh Lahm memang kecil, 1,7 meter, tapi jangan salah, ia sudah pernah menjadi kapten Bayern Munchen dan timnas Jerman. Bersama Die Mannschaft -julukan timnas Jerman- Lahm memimpin mereka menjuarai Piala Dunia 2014. Skuat Jerman di Piala Dunia 2014 ini akan terus dikenang sepanjang sejarah, apalagi dalam perjalanannya, mereka sempat mempermalukan timnas Brasil dengan skor 7-1.
Lahm memiliki pemahaman sepak bola yang baik karena ia dapat bermain sebagai bek kiri dan kanan, gelandang sayap kanan, atau bahkan, di era Pep Guardiola, Lahm ditempatkan sebagai gelandang jangkar dalam taktik 4-1-4-1. Ketika bermain sebagai gelandang jangkar, penampilan Lahm tidak buruk, meski ia memiliki kekurangan fisik yang kecil.
Ia menutupi kelemahannya itu dengan ketenangan, pengalaman, dan kemampuannya membaca permainan. Kendati demikian, posisi terbaik Lahm tetaplah sebagai bek kanan – posisi yang sudah sering dimainkannya di Bayern selama bertahun-tahun.
Lahm bukanlah seorang one-club man, karena ia sempat menjalani masa pinjaman sebagai pemain Stuttgart pada medio 2003-2005. Promosi dari akademi Bayern, lalu naik tingkat ke Bayern Munchen II, Lahm baru bisa menembus tim utama pada 2002. Ia tak langsung menjadi pemain andalan, karena keberadaan dua bek kanan andalan, Willy Sagnol dan Bixente Lizarazu, di Bayern. Lahm menjadi pilihan utama Bayern ketika pulang dari masa pinjamannya di Stuttgart pada tahun 2005.
Selama membela Bayern hingga tahun ini, Lahm telah mempersembahkan delapan titel Bundesliga, enam trofi DFB-Pokal, tiga DFL-Supercup, satu DFL-Ligapokal, Liga Champions, Piala Super UEFA, dan Piala Dunia Antarklub. Lahm pensiun di akhir musim 2016/17 di usia 33 tahun, karena merasa tubuhnya tak lagi kuat menjalani aktivitas sebagai pesepakbola profesional.
ADVERTISEMENTS
2. FRANCESCO TOTTI
Kalau yang satu ini benar one-club man. Sepanjang kariernya, Totti hanya mengabdikan dirinya untuk satu klub: AS Roma. Totti memulai perjalanan karier bersama tim utama Roma pada tahun 1992 dan mengakhirinya tahun ini, di usia 40 tahun.
25 tahun berkarier untuk Roma, raihan trofi yang diraih Totti memang tidak banyak, yakni satu Serie A, dua Coppa Italia, dan Piala Super Italia. Tapi, loyalitasnya untuk Giallorossi patut diacungi jempol. Apalagi, Totti tidak terbuai untuk pindah ke Real Madrid di masa jayanya.
Totti total mengemas 619 penampilan bersama Roma dengan catatan 250 gol. Sementara itu, bersama timnas Italia, prestasi tertinggi Totti adalah saat meraih Piala Dunia 2006 di dalam skuat generasi emas, yang berisikan: Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Alessandro Del Piero, Alessandro Nesta, Andrea Pirlo, dan Daniele De Rossi.
Pria kelahiran Roma, 27 September 1976 diberkahi banyak kemampuan teknis untuk bermain sebagai penyerang kedua, atau gelandang serang. Totti memiliki visi bermain, kemampuan mencetak gol, dan mengeksekusi bola dari situasi bola mati. Perpisahannya kepada Roma di akhir musim 2016/17, ketika ia memutuskan pensiun, sangat menyentuh hati seiring penuhnya kursi penonton di Stadio Olimpico
Saking jarangnya melihat pemain dengan loyalitas tanpa batas seperti Totti. Roma sampai melakukan hal yang tak pernah diduga sebelumnya: mengirim jersey dengan nomor punggung 10 Totti ke luar angkasa dengan menggunakan roket.
ADVERTISEMENTS
3. FRANK LAMPARD
Frank James Lampard, itulah nama lengkap pria yang biasa dipanggil Lampard ketika masih aktif bermain sebagai pesepakbola profesional. Lampard memutuskan pensiun pada Februari 2017 dan mengakhiri 21 tahun kariernya pada usia 38 tahun.
Lampard memulai karier juniornya di akademi West Ham United, promosi ke tim utama, dan sempat menjalani masa pinjaman di Swansea City pada musim 1995/96, sebelum Chelsea memboyongnya pada 2001. Perjalanan Lampard dalam mengukir sejarah sebagai legenda Chelsea pun dimulai.
Selama 13 tahun bermain untuk The Blues, Lampard total meraih 13 trofi dengan detail: tiga Premier League, empat Piala FA, dua Piala Liga, dua Community Shield, satu Liga Champions dan Europa League. Seiring masa jayanya di Chelsea, Lampard juga menjadi andalan di lini tengah timnas Inggris.
Sayang, berbanding terbalik dengan penampilan gemilangnya di Chelsea, Lampard justru meredup di Inggris dikarenakan sosok Gerrard yang juga berposisi sebagai gelandang serang. Keduanya memiliki tipikal bermain yang sama: box to box, sehingga sulit bagi Lampard dan Gerrard berduet di lini tengah The Three Lions.
Di saat era keemasan Lampard mulai berakhir, Chelsea memilih untuk melepasnya di akhir musim 2013/14. Lampard pun teken kontrak baru dengan klub Amerika Serikat, New York City FC. Tapi di tahun yang sama, tahun 2014, terjadi kontroversi karena New York City memilih meminjamkannya ke Manchester City, yang notabene klub induk New York City.
Alhasil, Lampard pun bermain untuk The Citizens di musim 2014/15 dan ironisnya, sempat mencetak satu gol ke gawang Chelsea di ajang Premier League hingga laga berakhir imbang 1-1. Semusim berselang, Lampard tidak memperpanjang kontraknya bersama Man City dan bermain untuk New York City, sampai tahun 2016, sebelum memutuskan pensiun pada tahun 2017.
ADVERTISEMENTS
4. XABI ALONSO
Mengikuti jejak rekan setimnya, Lahm, Alonso juga pensiun bersama Bayern di akhir musim 2016/17. Alasannya pun tidak jauh berbeda. Alonso yakin pada akhir musim 2016/17, di usia 35 tahun, menjadi waktu yang tepat baginya pensiun.
Keputusanya tidak salah. Alonso sudah meraih segala titel bersama klub-klub yang pernah dibelanya dan juga bersama timnas Spanyol. Karier alumni akademi Real Sociedad tersebut melesat cepat bak roket kala ia dibeli Liverpool, dari Sociedad, pada tahun 2004.
Bersama Liverpool, Alonso berkembang pesat di bawah arahan Rafael Benitez hingga klimaksnya berbuah trofi Liga Champions 2004/05, pada malam yang dikenang sebagai magis Istanbul. Liverpool mengalahkan salah satu raksasa Eropa saat itu, AC Milan, melalui drama adu penalti, setelah sempat tertinggal 0-3 di waktu normal dan kemudian menyamakannya dengan dramatis menjadi 3-3 di babak kedua.
Alonso, fans Liverpool, dan pecinta sepak bola dunia takkan melupakan momen magis tersebut. Trofi itu pun menjadi satu-satunya trofi paling bergengsi yang pernah dimiliki Alonso di Liverpool, karena trofi lainnya hanya sekedar Piala Super UEFA, Community Shield, dan Piala FA.
Lima tahun di Anfield, Alonso kemudian diboyong Real Madrid pada 2009. Ia juga bermain selama lima tahun untuk El Real dengan raihan trofi La Liga, dua Copa del Rey, Piala Super Spanyol, dan yang paling berharga, La Decima (titel ke-10) Liga Champions untuk Madrid di musim 2013/14.
Segala trofi itu bak menyempurnakan karier Alonso, baik itu di level klub atau timnas Spanyol. Bersama La Furia Roja -julukan timnas Spanyol- sebelumnya, Alonso sudah meraih titel Piala Dunia 2010 dan dua Euro pada tahun 2008 dan 2012.
Usia Alonso ketika pindah ke Bayern pada 2014 sedianya sudah berkepala tiga. Tapi, kualitas bermain Alonso tak lekang oleh waktu, karena ia masih sanggup memberikan kontribusi besarnya dalam mengontrol lini tengah. Hasilnya, Alonso sukses meraih tiga titel Bundesliga, satu DFB-Pokal dan DFL-Supercup.
Alonso telah pensiun. Namun gaya mainnya yang tidak jauh berbeda dari Andrea Pirlo akan selalu dikenang fans sepak bola di seluruh dunia. Alonso merupakan seorang deep-lying playmaker yang dapat mengatur serangan dari lini tengah, dan berdiri di depan lini belakang sebagai penangkal serangan lawan. Beda Alonso dengan Pirlo hanya di kemampuan bertahan. Alonso lebih baik karena memiliki skill untuk merebut bola dari penguasaan lawan dengan tekelnya.
ADVERTISEMENTS
5. DIRK KUYT
Sosok Kuyt merupakan definisi sesungguhnya dari seorang pejuang yang selalu tampil habis-habisan ketika bermain. Kuyt tidak pernah mengeluh. Kuyt juga selalu bersedia tampil di manapun sesuai keinginan pelatih atau manajer.
Ketika bermain di Belanda bersama Utrecht dan Feyenoord pada medio 1998-2006, Kuyt memang dikenal sebagai bomber yang ganas dengan ketajamannya mencetak gol, hingga akhirnya Liverpool kepincut lalu membelinya pada tahun 2006. Tapi, kelebihan lain Kuyt adalah determinasinya bermain. Ia seakan tidak mengenal kata lelah untuk mengejar dan coba merebut bola dari penguasaan lawan, bahkan tidak keberatan diminta bermain bertahan.
Di Liverpool, Kuyt kerapkali ditempatkan sebagai penyerang sayap oleh Benitez. Pun demikian di timnas Belanda. Posisi Kuyt juga berubah dari penyerang, hingga menjadi bek sayap di bawah asuhan Louis van Gaal. Apakah ia tampil buruk di posisi itu? Tidak juga. Dengan determinasinya saat bermain, Kuyt justru tampil solid ketika bertahan dan juga rajin membangun serangan.
Transformasi posisi Kuyt terus mengalami perubahan hingga di klub terakhir yang dibelanya, Feyenoord. Giovanni van Bronckhorst, pelatih Feyenoord, memainkannya sebagai gelandang tengah mengingat usianya yang sudah berumur 36 tahun – meski rasanya Kuyt juga takkan keberatan bermain di posisi manapun.
Akhir kisah perjalanan Kuyt di Feyenoord pun laiknya cerita dengan akhir cerita yang bahagia. Jika melihat raihan titel Piala KNVB, Piala Liga, Liga Super bersama Utrecht, Liverpool, dan Fenerbahce. Maka raihan titel Eredivisie 2016/17 Kuyt bersama Feyenoord bak menutup lembaran cerita yang indah.
ADVERTISEMENTS
6. ANDREA PIRLO
"Tidak hanya petualangan saya dengan New York mendekati akhir, tapi juga perjalanan saya sebagai pesepakbola," ucap Pirlo sebelum pensiun di tahun 2017 ini. Inilah akhir karier perjalanan regista terbaik dunia sebagai pesepakbola profesional.
Pirlo benar-benar pesepakbola yang mengubah peran gelandang bertahan, dari sebelumnya hanya tukang perebut bola atau perusak ritme bermain lawan, menjadi gelandang yang juga piawai memainkan bola, mengatur serangan, dan melepaskan operan kunci ke lini depan. Tanpa diragukan lagi, Pirlo merupakan pionir pengembang regista (gelandang jangkar) di era sepak bola modern ini.
7. KAKA
Tak lama setelah sahabatnya di Milan, Pirlo, pensiun. Kaka pun memutuskan yang sama di penghujung tahun 2017 alias di bulan Desember. Pria kelahiran Gama, Brasil, 22 April 1982 ini memutuskan tidak memperpanjang kontraknya bersama Orlando City dan memilih gantung sepatu.
Kaka yang terkenal agamis dan rendah hati tersebut meninggalkan warisan besar dalam sepak bola Eropa. Terutamanya, ia dianggap 'manusia terakhir' yang mampu memenangi Ballon d'Or 2007 sebelum dominasi dua 'alien', Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Permainan Kaka yang menjalani peran sebagai seorang trequartista (gelandang serang) seindah parasnya yang tampan. Dalam masa kejayaannya, Kaka identik dengan permainannya yang sederhana jika dilihat secara kasat mata.
Ketika mulai mendribel bola dari lini tengah, Kaka biasanya melewati satu-tiga pemain lawan dengan kecepatan dan keahliannya mendribel bola, sebelum mengakhirinya dengan gol atau assist kepada rekan setimnya. Sepanjang kariernya, Kaka membela empat klub yakni: Sao Paulo, AC Milan, Real Madrid, dan Orlando City. Tapi, dari keempat klub itu, era kejayaan Kaka terjadi saat memperkuat Milan di periode pertama pada tahun 2003-2009.
Kaka sukses memberikan satu titel Serie A, Liga Champions, Piala Super Italia, Piala Super UEFA, dan Piala Dunia Antarklub. Sementara kesuksesan lainnya diraih bersama Madrid melalui titel La Liga dan Copa del Rey, hanya, Kaka tidak menjadi pemain reguler bersama El Real. Sedangkan di level internasional. Kaka pernah meraih titel Piala Dunia 2002 dan dua Piala Konfederasi pada tahun 2005 dan 2009 bersama timnas Brasil.
8. PONARYO ASTAMAN
Satu nama lainnya muncul dari Tanah Air. Ya, dia adalah Ponaryo Astaman. Tidak ada satupun pecinta sepak bola Indonesia yang tidak mengenal namanya. Ponaryo merupakan gelandang tengah yang dapat diandalkan dalam memotong alur serangan lawan, melindungi lini belakang, dan juga mengatur serangan dari lini tengah dengan visi bermainnya.
Ponaryo sudah malang melintang bersama klub Indonesia dari PKT Bontang, PSM Makassar, Arema Malang, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, dan terakhir, bersama Pusamania Borneo FC. Ponaryo memutuskan pensiun tahun ini setelah Liga 1 berakhir di usia 38 tahun.
Pemain kelahiran Balikpapan, 25 September 1979 juga pernah meraih beberapa titel seperti Indonesia Super League (ISL) 2011/12, Piala Indonesia 2010, Community Shield 2010, Inter Island Cup 2010 dan 2012, yang diraihnya bersama Sriwijaya.
Nama Ponaryo juga pernah menjadi buah bibir di Asia ketika mencetak gol indah ke gawang Qatar di Piala Asia 2004. Ponaryo melepaskan tendangan keras dengan jarak kurang lebih 40 meter tanpa mampu diantisipasi kiper Qatar. Golnya itu membantu Indonesia menang 2-1 dan menjadi gol terbaik di Piala Asia 2004.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”