Kamulah rasa yang cukup bisa membuatku terpana. Kamu dan semua ambisimu. Yang awalnya kurasa tak akan pernah jadi masalah, dan aku sanggup menemanimu menggapai semua yang kamu mau. Dan tanpa sadar, aku sendiri mulai tak sanggup lagi berdiri.
Melangkah tergopoh, bahkan sesekali kaki terseret saat mengikutimu. Kamu berlalu dan tak pernah mengindahkan ku yang telah tertinggal jauh dibelakangmu.
Kamu, dengan semua pandanganmu. Setiap kali kamu mengomentari para petinggi-petinggi yang tak juga memikirkan nasib orang yang dipimpinnya. Kamu selalu kesal melihat gambar-gambar yang menampilkan mereka yang terbujur kaku menahan rasa lapar.
Kamu juga benci pada mereka yang mengupayakan karir sebagai jaminan masa depannya. Aku senang melihatnya. Walau sebenarnya aku tak selalu benar-benar paham apapun yang kamu bicarakan, tapi bagimu telinga selalu kusediakan.
Aku tertarik pada semua tingkah laku dan cara berpikirmu. Ku pikir kamu sangat berbeda dari yang lainnya. Ya, memang beda. Aku bahkan sampai tak pernah sanggup mengerti seperti apa definisi bahagia yang tergambar dalam kepalamu. Yang aku tahu, asal bisa didekatmu, aku selalu bisa merasa sempurna. Walaupun kita hanya teman, tapi aku tak pernah berhenti berusaha mengisi kekosongan.
<>2. Tak pernah kusangka dari sekian banyak yang datang, pilihanmu justru jatuh padaku yang tak ada apa-apanya.>Tahukah kamu kalau dulu aku selalu cemburu setiap ada wanita lain yang datang mendekatkan diri mereka padamu? Aku sangat sederhana, bahkan mungkin tak sebanding dengan mereka.
Tapi Kamu meyakinkanku, kalau orang seperti aku justru yang paling kamu mau. Aku bahagia, penantianku tak sia-sia ternyata. Kamu memilihku untuk dijadikan tempatmu pulang kapan saja.
Tak bisa kupungkiri, caramu memperlakukan ku, membuat aku semakin dalam jatuh pada hatimu. Kamu selalu berbagi banyak hal. Entah tentang tangis atau tawa. Percayalah, kamu selalu sanggup membuatku merasa akulah satu-satunya.
<>3. Sampai akhirnya kamu berubah, dan semua tak lagi indah.>Setelah enam ratus hari lebih kita jalani. Kamu mulai semakin tak bisa ku pahami. Saat aku panik mencari kabarmu kesana kemari, kamu justru asyik dalam dunia maya. Berbalas komentar dengan mereka tentang petinggi yang menurutmu sanggup membawa perubahan bagi negerimu.
Saat aku mengirim pesan, kamu bahkan hanya mengabaikan. Aku rindu, Tapi kamu tak pernah mau tahu. Aku butuh kabarmu. Tapi kamu justru merasa aku hanya merepotkan langkahmu.
Tapi ingatkah kamu? Untukmu aku pernah cukup dalam bertahan. Menunggu walau kamu sendiri tak pernah minta ditunggu. Kamu berlari, tertawa dengan dunia yang kamu bangun sendiri. Aku tak lagi ada didalamnya.
Andai kamu tahu, aku mulai akrab berteman dengan airmata sejak saat itu. Kenapa tak terbuka saja tentang semuanya? Termaksud bila memang aku tak ada lagi didalam relung hati. Kamu diam, dan membiarkan aku berbincang akrab dengan kecanggungan. menerka-nerka kenapa kamu dulu dan kini jadi sangat berbeda.
<>4. Aku menyerah, kamu tak juga mengerti bahwa berjuang sendiri tak mungkin kulakukan sampai mati. >Kalau dulu kamu hadir mengobati luka yang cukup sulit sirna, kini justru kamu menggurat perih ditempat yang sama. Aku menyerah, hatiku sepenuhnya telah kamu buat patah.
Aku tak ingin ada dalam cerita yang tak sepenuhnya tentang kita berdua. Ada kamu dan aku didalamnya, tapi tak juga rindu dihadirkan dalam hatimu saat jauh dariku atau saat aku berusaha mati-matian menghilang dari padanganmu.
Kamu tak pernah mencari. Aku sadar, semuanya telah pudar. Walaupun sulit kuterima tapi percayalah, aku tak akan memintamu lagi untuk tetap disini. Wanita yang dulu pernah merasa sanggup bertahan disampingmu, kini akan memilih pergi dan tak lagi mengusik kamu dan duniamu.
<>5. Kamupun kembali untuk mengajakku memperbaiki. Tapi sayang, aku sudah benar-benar tak menginginkanmu lagi.>Kamu hadir dan menyapa kembali. Tapi sungguh.. untukmu rasaku benar-benar telah mati. Kupastikan padamu kita akan tetap jadi teman baik. Tapi bukan berarti kupersilahkan kamu masuk mencari-cari tempat dalam hatiku lagi. Bagimu, aku tak akan mau membuka hati (lagi).
Kamu dan aku yang dulu kita, benar-benar telah usai. Aku yang untukmu pernah menangis sepanjang malam dan memohon iba agar sudinya kamu tak sedingin itu padaku, kini telah benar-benar tak lagi menginginkanmu.
Tak perlu takut, aku tak akan dendam, darimu kudapat banyak pelajaran . Percayalah, aku sudah memaafkan, jadi kamu tak perlu menyalahkan keadaan. Selamat tinggal kuucapkan bagimu, langit kelabuku. Semoga ku temukan bahagia meski tak lagi bersamamu. Kuharap kamu juga tak pernah membenciku. ingatlah, aku pernah cukup tabahmenghadapimu.
Dariku, yang tak akan bisa direngkuh kembali.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
aku adalah titik dalam penamu sementara dia adalah udara yang kau hela setiap perputaran semesta..:D