Izinkan aku memanggilmu kasih, walau sekarang keadaanya aku dan kamu hanyalah sepenggal cerita di masa lalu. Bertahun lamanya sudah, tapi tak kunjung bosan aku haturkan kata maaf untukmu walau hanya dari dalam hati saja, mantanku. Apa kabar kamu? Ingin rasanya aku bertemu dan menceritakan banyak hal tentang diriku selapas kamu aku tinggalkan. Kasih, sakitkah dulu hatimu? marah besarkah dulu kamu ke padaku? Remukkah hatimu dulu aku tinggalkan?. Jujur kasih, dulu aku masih terlalu kekanak-kanakan. Bukan berarti sekarang aku telah dewasa. Namun sekarang aku mengerti, kehilangan orang yang sebenarnya telah menyayangi kita itu, perih.
ADVERTISEMENTS
1. Saat itu, bisa mengenalmu adalah cita-cita terbesarku.
Ingat dulu aku, kasih, saat pertama kita bertemu. Saat kita mahasiswa baru. Tertarik rasanya aku ingin mengenalmu lebih dalam. Bagaimana tidak, kamu yang bertubuh tinggi semampai, rambut tertata rapi, bertutur kata penuh sopan santun, dan.. tatapan teduh. Sebagai seorang perempuan, aku malu untuk maju duluan. Bagaikan magnet yang memiliki daya tarik kuat, telingaku siaga saat mendengar informasi tentangmu dari teman-temanku. Di kelas, selain mendapatkan nilai A, berhasil curi pandang kearahmu juga membahagiakan bagiku. Kamu tau, kasih, dulu setiap kamu presentasi di depan kelas tak pernah satu pun aku mengerti apa yang tengah kamu sampaikan. Kamu terlalu memiliki karisma untuk membuatku terpesona.
ADVERTISEMENTS
2. Aku mencoba cara lain untuk meredakan cinta sendiriku, kasih.
Lama seperti ini, aku seperti gila sendiri. Cinta sendiri tanpa dia ketahui. Berjuang sendiri itu ternyata tidak enak, mengagumi sendiri itu ibarat berbicara ke pada angin. Benar kata orang, cinta terlalu menusuk untuk dipendam. Aku sudah tidak tahan, tapi tetap tidak berani untuk berbicara denganmu. Berbicara jujur dengan teman akrabmu mungkin bisa mengurangi beban ini pikirku. Siang itu kasih, selepas kuliah seluruhnya aku ungkapkan dengan teman akrabmu kalau aku menyukaimu, seluruh rasaku aku tumpahkan, bahkan sesekali ada air mata yang melintas di pipiku. Setelah aku bercerita, aku katakan pada teman akrabmu bahwa ini adalah sebuah rahasia. Saat itu sebenarnya aku hanya menjujurkan rasaku saja. Tapi di luar dugaan kasih, temanmu berkata ke padaku, kalau sebenarnya kamu pun menyukaiku. Dan saat itu pula aku merasa menjadi wanita terbahagia di jagat ini.
ADVERTISEMENTS
3. Semesta, ternyata aku tidak cinta dan berjuang sendiri. Pelukku terbalas.
Aku kira sebagian besar yang tidak bisa menjaga rahasia itu adalah wanita. Tetapi aku salah, lelaki itu, teman akrabmu membongkar semua ungkapanku. Saat itu rasanya harga diriku runtuh sebagai seorang wanita, aku berikir keras semalaman di mana besok akan aku taruh muka ini saat di kelas, dan saat itu rasa maluku seakan tak terhingga.
Hari berlalu, keadaan pun juga ikut berubah. Ingat hari itu kamu menyapaku untuk pertama kali. Kasih, saat itu sapaanmu aku beri judul “sapaan pertama untuk sebuah cerita”. Ternyata kasih, itu bukan hanya sebuah judul saja, bahkan doa hingga jadi nyata. Pada akhirnya kita memiliki cerita. sering berkomunikasi empat mata, sering juga kita satu kelompok belajar secara bersama, dan kita jalan berdua di luar jam kampus ternyata mampu membuatku mengerti arti pandangan dan senyummu saat kamu menatapku, arti genggaman tanganmu saat kita menyebrang jalan, arti bantuanmu saat aku kesusahan, dan arti kerasnya dugup jantung yang tidak berkesudahan. Pada akhirnya aku dan kamu menjadi sebuah pasangan.
ADVERTISEMENTS
4. Dari semua yang terlewati sudah cukup menjadikanmu kekasih yang bermakna bagiku.
Kasih, tanya wanita di luar sana. Wanita mana yang tidak bernyanyi riang, wanita mana yang tidak bahagia bukan kepalang saat mendapatkan kekasih yang dia idamkan. Dulu, seperti itulah rasaku terhadapmu. Ingat sekali, kasih, dulu aku jatuh cinta denganmu sejatuh-jatuhnya. Masihku ingat, kasih, betapa sayangnya kamu terhadapku. Kita memang bukan dari keluarga kaya raya, tak perlu candle light dinner, merayakan hari jadi dengan sebuah perayaan, merayakan ulang tahun dengan segala macam pernak pernik. Cukup saling memahami satu sama lain, mengingatkan saat harus ibadah, kencan dengan mengahabiskan obrolan hangat dan menyenangkan, serta saling membantu dalam hal akademik, semua itu sudah cukup menjadikanmu kekasih yang bermakna bagiku.
ADVERTISEMENTS
5. Iya kasih, aku yang melempar batu duluan.
Kasih, cepat sekali rasanya waktu berlalu.
Dan saat itu, kasih, aku mengenal dia (yang sengaja aku rahasiakan darimu). Lama aku menyembunyikan rahasia ini darimu. Hingga pada akhirnya, kamu dapati isi private messengerku dengannya di inbox sosial mediaku. Iya, kasih, maaf aku selingku. Aku tau, aku paham kamu marah besar. Teriring maafku untukmu yang tidak berkesudahan saat itu. Kamu memang berhati malaikat, terimakasih sudah mengampuniku dan kita mulai lagi.
ADVERTISEMENTS
6. Kasih, ternyata cerita yang aku bilang di awal memiliki akhir.
Tak bisa dielakkan, semakin perkuliah ingin menginjak semester akhir semakin sedikit waktu untuk kita. Sekali sehari kita saling berkabar itu saja sudah aku syukuri. Saat itu bagiku tak apa, aku faham kamu selalu gigih dalam akademik dan cita-cita, aku pun selalu bersikeras untuk selalu mengerjakan pekerjaanku hingga akhir dan selesai. Hari itu saat di kampus, karya ilmiah yang aku selesaikan semalam ditolak oleh dosen. Revisi yang sebegitu banyak mampu memunculkan emosi dan mengabaikan rasa laparku, tanpa membuang waktu ku buka lapton dan segera memperbaikinya. Kamu pun datang membujukku untuk makan, aku mengelak dan berkata nanti. Kamu terus membujukku dan aku hanya diam karena konsentrasi. Kamu tetap gigih hingga (mungkin tidak sengaja) terinjak sepatuku untuk membujukku makan. Aku berhenti mengetik dan marah ke padamu. Amarahku tak kunjung padam hingga sore. Akhirnya kamu pun berkata apa mau ku, hingga aku menjawab “aku ingin sudah dengan kamu, aku ingin menyelesaikan semua pekerjaanku tanpa kamu harus ganggu”.
7. Dalam sekali rasa sesal dan kehilangan ini, kasih.
Iya, hanya hal sepele itu akhirnya kita tamat (hanya karena ego dan sifat kekanak-kanakanku). lulus dari perkuliah membuatku seperti bangun tidur. Tidak ada lagi dunia kampus, dan tidak ada lagi kamu. Dunia kerja membuatku arti kehidupan sesungguhnya, beban yang dirasa jauh lebih berat, masalah yang ada seakan datang berkali lipat. Ntah kenapa saat mata terpejam lelah benakku seakan membutuhkanmu, membutuhkan bahumu, membutuhkan sandaranmu, membutuhkan cintamu. Seperti dulu. Saat itu dan sampai sekarang, kasih, aku mengerti sekali rasanya arti menyesal dan kehilangan. Tolong, maafkan aku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.