Kalian mungkin memanggilnya Ayah, tapi bagiku ia adalah Bapak. Ibuku bilang bahwa sifatku dan bapak bagai buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya. Kami dua orang di keluarga yang sama-sama keras, tapi paling tidak aku masih memiliki sifat lembut ibuku walaupun sedikit. Aku kadang tak habis pikir mengapa ibu yang lemah lembut mau dinikahi bapak, pria yang keras kepala dan tak ada sifat lunak dalam mendidik anak-anaknya, tapi tentu terkecuali aku.
ADVERTISEMENTS
1. Bapak adalah orang yang keras dalam mendidik anak-anaknya, tapi aku merasakan kelembutan dari setiap didikannya
Kerasnya bapak itu bisa dinilai dari cara ia menghukum anaknya. Bapak menghukum abangku si sulung, berdiri di tengah-tengah kebun sayur garapan orang tua kami, di saat matahari sedang panas-panasnya. Di waktu lain, saat abangku ketahuan mencuri nanas di kebun tetangga ia tak segan langsung menghajar abangku pakai gesper.
Sementara aku? Memecahkan kacamatanya saja tidak sedikitpun ia marah apalagi menyela. Tangannya tak pernah memukulku. Itulah kerasnya bapak tapi begitu pula ia adalah bapak yang lembut walau tentu saja hanya aku yang merasakannya.
ADVERTISEMENTS
2. Wanita lain yang dipeluknya selain ibuku adalah aku, putrinya
Semasa aku kecil, aku adalah si bungsu paling dibenci abang-abangku, jelas saja… aku si anak tunggal perempuan, kemana lagi rasa sayangnya selain berlabuh padaku? Aku begitu bangga ketika bapak menggandengku di hari pertama masuk TK.
Aku selalu menjadi yang pertama dicari bapak ketika pulang bekerja. Aku selalu menjadi yang dipikirkannya ketika pulang kesorean dari sekolah. Aku menjadi si bungsu paling disayang di keluarga kecil kami. Aku, anak perempuannya yang selalu dimanja ini tumbuh sama kerasnya dengan dirinya.
ADVERTISEMENTS
3. Bukan berarti Bapak dan putrinya ini tak pernah bertengkar, bahkan masa remajaku mungkin masa paling berat untuknya
Pertengkaran antara aku dan bapak mulai terjadi ketika aku beranjak remaja. Ada saja pendapat kami yang beradu. Bahkan ketika pendapat bapak jelas salah dia tak mau mengakuinya, itulah yang sering membuatku berang dan pertengkaran kami tak terelakkan lagi. Kami tak ada yang saling mengalah.
Dulu, aku selalu meminta ijin bapak untuk berpergian karena meminta ijin dari ibu sama susahnya dengan menyelesaikan soal matematika. Betapapun kerasnya bapak, ia selalu memberiku ijin. Namun ketika aku remaja, aku sering mengabaikan bapak, tak lagi meminta ijinnya, tak lagi memijat kakinya, tak lagi menyisir rambutnya yang mulai memutih itu. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri sebagai anak remaja yang baru besar dan mengenal dunia.
Itulah aku ketika remaja, melupakan bapak yang selalu membukakan pintu ketika aku pulang malam dengan alasan ia masih bangun karena masih menonton pertandingan bola, padahal ia hanya menungguku pulang.
ADVERTISEMENTS
4. Putrinya yang dulu kecil kini telah tumbuh dewasa
Tapi itu aku yang dulu. Aku yang sekarang lebih membutuhkan kehadiran bapak dibandingkan ketika aku masih TK. Lebih merasa takut kehilangan dia lebih cepat dibandingkan ketika aku ditinggal sendiri di TK hari itu. Bahkan ketika aku memutuskan untuk merantau aku takut meminta ijin dari bapak.
Ibu selalu jadi perantara antara aku dan bapak, sulit rasanya meninggalkan beliau yang telah pensiun itu jauh ke ibukota. Bapak telah renta, kegiatannya hanya menggarap kebun kami sejak ia pensiun beberapa tahun lalu. Ku perhatikan bapak yang terduduk di depan tivi, kulitnya semakin legam saja, rokoknya tak pernah ganti sejak aku masih kecil, kopi juga tak pernah absen dari sampingnya. Kelu lidah ini untuk mengatakan aku harus pergi ke ibukota. Tak sanggup melihat reaksi bapak.
ADVERTISEMENTS
5. Kasih Bapak sepanjang masa, walau putrinya terus saja menyakiti hatinya
Aku kecewa pada diriku sendiri ketika akhirnya aku hanya berani mengabarkan pada bapak sehari sebelum keberangkatan diriku ke ibukota untuk bekerja. Aku mengabarkan padanya ketika ia sedang sibuk menyirami tanaman di kebun kami. Ia tertunduk, tak ada kata yang ia ucapkan. Akupun bertanya “gimana pak? Kalau bapak larang, adek siap nurut”. Bapak masih tunduk, kemudian berkata “ya udahlah, bapak gak masalah adek pergi merantau, asal memang bisa jaga diri, jangan lupa pulang”.
Kata-kata bapak yang keluar saat itu memang biasa saja, namun intonasinya jelas bahwa suaranya bergetar, aku tahu, ia begitu berat melepas gadis kecilnya ke belantara kota, ia seorang ayah yang menyimpan tangisnya, dan aku dapat merasakannya. Ijin yang ia beri aku genggam erat sampai ke ibukota.
Hingga ketika aku tiba di ibukota pun aku belum menelepon bapak. Aku hanya berani mendengar suara ibuku. Aku baru berani mendengar suara bapak setelah tiga minggu menginjak ibukota, itupun dengan menahan isak tangis. Aku jelas-jelas kangen bapakku.
ADVERTISEMENTS
6. Siapapun kelak nanti suamiku, tetap Bapak pria yang paling kucintai
Ibu pernah bertanya padaku kenapa aku jarang sekali menelepon bapak sementara hampir setiap hari menelepon ibu. Alasanku cuma satu, aku takut aku gak kuat menahan rinduku pada bapak di perantauan dan nekat terbang kembali ke kampung halaman hanya untuk memeluk bapak dan kembali membuatkan kopi untuknya setiap pagi. Aku sendirian di perantauan dan selalu merindukan bercengkerama dengan bapak sampai tengah malam, merindukan pertengkaran kecil kami hanya karena bapak tidak pakai jaket pergi ke pasar di subuh hari bersama ibu. Merindukan kehadirannya ketika menjemputku pulang kerja.
Di teleponnya terakhir kali, aku dengar suara bapak tak lagi bergetar. Terdengar suaranya menyiratkan kebahagiaan karena aku tak lagi menahan isak tangis. Ah bapak, pria yang selalu mencintaiku bahkan ketika aku belum lahir itu selalu aku banggakan betapapun jelek sifatnya menurut anggapan orang lain.
Sehatlah selalu pak, tunggu putrimu meraih cita-citanya di tanah orang. Tak selamanya putrimu pergi, karena ia selalu ingin kembali.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Makasih ayah,aku kangen ayah, makasih min informasinya .
Kunjungi web kami
http://www.pariwisata.gunadarma.ac.id/