Dear, kakak.
Sudah sejak lama tiga tahun silam. Saat itu aku masih terlalu kekanakan untuk mengutarakan gelojak perasaanku padamu, sosok yang ku kagumi diam-diam. Tepatnya ketika masa orientasi berlalu lalang dalam sela hariku yang kadang mulai terasa sangat beku. Menjenuhkan, sangat. Sebenarnya aku berani saja menaruh perasaanku ini pada awal pertemuan kita. Namun sepertinya aku tak sepantas yang lain. Terlalu dini untuk mengatakannya.
Entah seberapa lama tetap ku pendam rasaku yang menggebu. Terus menghantui saja bayangmu, serta butir nama yang melekat dalam ingatanku. Apalagi saat teman seperjuanganmu memberiku isyarat. Hati rasanya tak ingin lepas, tapi mulut pun rasanya mulai gagap menyapamu.
“Hai, kak. Apa kabar? Lama ya tak jumpa”
Yah, itu hanya angan pemirsa. Sapaan yang mulai ku angan jauh jauh hari jika bertatap dengannya nanti. Ku harap dia membalasnya dengan senyum khas miliknya, anggun dan menghangatkan. Huh. Memikirkannya ku membutakan perasaanku. Membuatku mati rasa.
Tahukah bahwa setiap detikmu aku ada untuk mengintaimu. Bagai Sang raja hutan yang mengincar buruannya. Yaa meski tak seseram itu. Namun aku mengikuti hari harimu.
Entah mulai kapan pikiran ini terus menyesak di pembuluh otak. Ingin saja rasanya sejantan yang lain, memberimu senyum nakal khas lelaki yang dilanda asmara. Lagi –lagi bibir ini rasanya mulai kaku tak bernyawa. Gagap dan melontarkan kata sepatahpun.
<>2. Hai kakak tingkat, aku mengagumimu.>Dia satu tahun di atasku. Satu dari ratusan perawat yang menimba ilmu dan pengetahuan di Fakultas Ilmu Keperawatan. Sampai saat itu aku masih mengagumimu.
Bersikap sewajarnya adalah ciriku. Aku tahu banyak laki laki yang mendambakan nomor di telfonmu (maaf dulu BBM belum se-familiar sekarang). Aku hanya yakin suatu saat kau mendengarnya. Meski ku tahu, kapan itu tak pernah sejelas nilai ujian tiap semester.
Kadang tak jarang, mengorek teman seangkatan hanya untuk menuntaskan rasa penasaranku. Sungguh saat itu aku jadi manusia yang sangat tak bernyali. Meminta nomor telfon wanita via teman. Apa itu benar lelaki. Ah, aku tak peduli.
Sekian hari nomor itu hanya tersimpan tanpa nama di phonebook. Tak pernah berubah tempat sedikit pun. Sahabatku hanya tersenyum geram melihat ulahku. Entah apalagi yang ada di otakku. Aku tak memberanikan jari jari ini menulis pesan singkat dan mengirimnya. Semuanya terasa sia, ya sia-sia. Ah, masa bodoh yang terpenting aku masih mengaguminya.
<>3. Cerita ini ada dibatas angan>Ya apalagi yang ku harap darimu yang ku puja. Dalam diam ku hanya mampu berbisik harapan. Terselip doa juga padamu dari orang yang mengagumimu perlahan. Cerita ini hanya akan ada di batas angan. Karena sampai detik itupun aku tak mampu mengutarakan. Yah, cemen sekali anda. Memang iya. Sahabat terbaik juga selalu berkata :
“ Coba kau minta nomor telfonnya!”
Ah apa dayaku teman. Yang ada di phonebook handphone ku juga darimu. Aarrghh. Sialnya aku mengagumi tanpa dia tahu perasaan yang semakin menggebu. Sesak rasanya dada ingin memuntahkan segalanya. Agar dia tahu. Tapi buat apa. Buat apa dia tahu. Ah, sudahlah. Ku cukupkan untuk mengaguminya dalam diamku.
<>4. Cerita itu juga nantinya akan usang>Yap, benar. Cerita itu juga akan perlahan usang. Dayaku melemah perlahan. Namun hati juga terkadang tak ingin lepas ingatan. Momen mengintaimu, menjadi rahasia dalam diri yang sangat indah untukku kenang. Lagi-lagi berharap.
Bukankah kau sudah mulai insaf. Sepekan berlalu dan terus berlalu. Rasanya tak kenal lagi sosokmu itu. Sudah ku lupakan memorial senyum khas milikmu. Sudah aku lupakan. Logikaku mulai jalan aku harus melangkah lebih jantan. Sekarang akan jadi masa lalu. Dan hari esok aku harus mulai pergi.
<>5. Masa hidup pengagum: Sekarang dan masa lalu.>Pengagum yang hanya bertaruh harap dan tak pernah memberanikan bertatap wajah lebih dulu, ya itu aku. Namun itulah masa lalu. Sepertinya tak perlu ku gali lagi lebih dalam, agar kelak aku tak menyesal. Hari telah berubah dan hari lalu akan sangat berbeda dengan sekarang.
Sejak saat pelepasan Toga angkatanmu. Aku tak tahu lagi ragamu berada. Aku juga tak ingin mencari kenangan masa silam, meskipun tak ku pungkiri itu belum hilang. Namun aku terus membuangnya pelan pelan. Karena takut suatu ketika berada pada jarak dan waktu yang salah. Hingga kelak aku menyesalinya. Aku ingin semua baik baik saja, seperti sediakala.
Dari Pengagum rahasiamu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.