Ini ditulis ketika aku sendiri sedang jadi seorang pengangguran. Jadi diambil langsung dari pengalaman pribadi dan beberapa pendapat teman juga. Sudah satu bulan lewat ini aku tinggal di rumah, setalah beberapa bulan lalu bekerja di luar kota dan pulang hanya seminggu sekali.
Aku rasa ketika seseorang bekerja di luar kota dan kemudian mondar-mandir di rumah dalam waktu cukup lama, akan menimbulkan kecurigaan bagi yang menyadarinya (termasuk keluarga sendiri). Waktu satu bulan setelah resign memang bisa terlewat lebih cepat dengan segala aktivitas untuk menghibur diri. Namun setelahnya, bekerja tetaplah menjadi aktivitas yang paling dirindukan sekaligus dibutuhkan.
Bagaimana tidak untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan pastinya butuh uang dan uang hanya bisa didapat dengan bekerja. Kegalauan selama menganggur tidak hanya tentang pemasukan yang menyusut drastis dan pertanyaan yang sering berdatangan. Terlalu lama di rumah dan tak melakukan apa-apa, juga tak baik untuk kesehatan, meski sebenarnya aktivitas tidur atau rebahan tetaplah menyenangkan. Berikut beberapa hal yang menyebalkan ketika pada fase menganggur:
ADVERTISEMENTS
1. Melakukan hal penting ternyata hanya sia-sia, mengirim lamaran misalnya
Hal penting ketika sudah lama tak kerja adalah dengan mencari pekerjaan baru dan dapat pemasukan kembali. Namun, dibalik hal positif tersebut ada sisi yang tak mengenakkan hati. Bagaimana tidak, sudah keluar biaya, tenaga, waktu, dan harapan. Eeh, setelah satu bahkan dua minggu lebih tak ada respon atau panggilan sama seminggu, entah itu panggilan interview atau follow up lamaran sekalipun.
Ini aku ngomongin surat lamaran yang pakai map coklat loh ya, yang harus kirim langsung ke lokasi atau via kurir.
Lowongan pekerjaan memang banyak, cuma HRD saja yang tak mau menerima Anda.
ADVERTISEMENTS
2. Kebiasaan yang tidak sehat, seakan jadi makhluk tak berguna
Tidur sampek tengah malam, bangun saat matahari sudah terik, mandi mungkin cukup sehari sekali. Kemudian sisanya buat makan, main sosmed, yutuban, atau apalah-apalah yang bisa manfaatin waktu. Yaah, meskipun ada hal-hal berguna untuk dilakuin, seperti olahraga, baca buku, atau nulis artikel ini. Hal tersebut pastinya tak menghabiskan waktu setengah hari kaan? Jadi sisanya buat apalagi?
ADVERTISEMENTS
3. Dunia jadi terasa lebih hampa, seiring kolom chat yang sepi
Umumnya jam kerja adalah jam 8 pagi sampai jam 5 sore, maka pada jam-jam itulah orang disibukkan dengan aktivitasnya masing-masing. Mungkin sangat mudah untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain, seperti menraktir makan/nonton. Tapi, kalau hanya sekedar menemani chatting, minjemin uang, atau segala pertolongan di saat susah. Akan butuh waktu seharian lebih untuk melakukan hal tersebut, di sini status pengangguran jadi terasa lebih menyedihkan.
ADVERTISEMENTS
4. Munculnya pertanyaan, yang sebenarnya sudah tau jawabannya
Sudah tau di rumah, kenapa juga tanya
“Loh lagi di rumah, ya?
Sudah tau apa yang dilakukan, masih tanyak juga
“Looh, hari ini enggak kerja, ya?”
“Hari ini libur, ya?”
Dari beberapa pertanyaan itu, pada akhirnya aku cukup menjawab dan bilang “Ya”, meski dalam hati berkata “Basa-basi, kepo lu, pura-pura enggak tau”
Ada juga nih yang secara tidak langsung. Yaah meski aku sadari mungkin mereka belum tau saja. Ketika ada temen yang chat atau telpon, terus kemudian tanya,
“Sekarang kerja dimana?”
“Besok kerja, nggak?”
“Gimana kerjaan hari ini?”
Fase-fase awal resign, mungkin aku akan bohong demi menjaga gengsi. Tapi, setelah lewat dua minggu atau satu bulan, aku akan bilang sebenarnya kalau sedang tidak bekerja (menganggur).
ADVERTISEMENTS
5. Persediaan memang ada, tapi selama nggak ada pemasukan, yaa bakal habis juga
Keputusan untuk resign memang tidak semata-mata diambil atau sekedar menuruti emosi. Adakalanya memang ingin mencari pengganti atau memang ada hal yang perlu dipersiapkan agar fokus dan hasilnya maksimal. Meskipun sudah gajian, gaji 1 bulan nyatanya hanya untuk bertahan 1-2 bulan (jika di rumah). Uang tabungan, apa yaa terus-terusan diambil, apalagi bukan untuk kebutuhan mendesak, ngutang apalagi, hanya akan menjadikan beban di depannya.
Alternatifnya dengan kerja apa saja, asal memberi pendapatan, meski pada akhirnya hanya cukup dan bahkan habis untuk kebutuhan harian saja. Hingga pada akhirnya harus melawan gengsi dan malu, dengan minta ke orang tua untuk sementara waktu (harapannya).
ADVERTISEMENTS
6. Efek berhemat, berhemat pula untuk senang-senangnya
Nongkrong tiap malam, ke mall tiap pekan, atau hanya sekedar jajan di sela-sela makan siang, saat sudah mengannggur jadi hal yang perlu dihindari. Apalagi saat waktu menganggur sudah cukup lama dan hanya ada pengeluaran tanpa sedikitpun pemasukan.
Kebosanan dan kejengkelan pun semakin meningkat karena kondisi menjadi semakin menyedihkan jika dibanding stress karena pekerjaan. Maka bisa disimpulkanlah, tidak enaknya dari bekerja, masih tidak enak saat tak bekerja.
7. Bukan hal prioritas, tapi rutinitas apel atau kencan masih sulit diabaikan
Saat teman pada sibuk kerja, mau jalan atau nongkrong dikira enggak kerja, maen ke rumah pacar mungkin bisa jadi alternatifnya (ini untuk yang tidak jombo, ya).
Tapi masak iya, sering-sering dan setiap waktu butuh teman? Bisa dicurigasi sama orang tuanya malah! Yaah, meski enggak modal banyak, tapi masak iya diem-diem doang? Nggak ada camilan? Di rumah terus? Bahas kerjaan apa lagi.
Aah, sulit menjelaskan kondisi ini. Karena gue sendiri sedang jomblo. Hahaha. Intinya dengan bekerja akan membuat kondisi tetap aman dan nyaman, dengan pertimbangan apapun. Cukup sekian sambatan dan pengalaman yang aku bagikan, semoga segera dapat pekerjaan. Doakan, ya!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”