Ya, kisah perkenalan hingga memantabkan hati untuk memilih partner hidup bukanlah perkara mudah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, dan yang paling utama adalah hati. Karena hati tak pernah berbohong, setidaknya kita bisa memilih pasangan dengan kriteria yang memang kita butuhkan, bukan sekedar yang diinginkan. Oleh karenanya, dibutuhkan fondasi yang kuat untuk mewujudkannya.
Ini adalah kisah perjalanan asmara yang bisa dikatakan tragis. Singkat cerita, ada seorang perempuan muda yang menjalin kasih dengan lelaki, beda agama. Dalam perjalanan cinta mereka, mengisi kekosongan satu sama lain terus dipupuk perlahan. Saling melengkapi dan merajut mimpi-mimpi indah untuk duduk di pelaminan. Asyik bukan? Tentu. Orang-orang disekitar bahkan memberikan banyak dukungan bagi hubungan manis mereka. Namun ada satu yang masih menjadi ganjalan berdua, yaitu iman.
Hal baiknya, mereka saling mengingatkan satu sama lain saat waktu beribadah tiba. Di tahun kedua pacaran, tiba-tiba si lelaki memantabkan diri untuk mengikuti iman kekasihnya. Sebuah berita bahagia? Tentu saja, apalagi bagi pihak keluarga perempuan yang sangat memahami bahwa keputusan ini tanpa paksaan dari pihak mana pun. Ada satu hal yang memang pernah dilontarkan oleh si perempuan, dimana keluarganya berharap dirinya berjodoh dengan lelaki seiman agar kelak tak menghambat perjalanan cinta mereka.
Mungkin karena alasan itulah, si lelaki memantabkan hati untuk mendalami iman yang baru. Setelah mendapat izin dari keluarga besarnya, si lelaki dengan penuh semangat menemui keluarga kekasihnya dan menyampaikan maksudnya tersebut. Setelah satu dua bukti dihadirkan, kurang lebih tertulis bahwa keluarga si lelaki sudah menyetujuinya, dengan dukungan keluarga si perempuan, ia mempelajari iman barunya ini selama beberapa bulan hingga akhirnya dinyatakan “lulus”.
Betapa bahagia si perempuan, mendapatkan cintanya yang bisa dikatakan hampir utuh. “Akhirnya, kita bisa beribadah bersama…..”, kata hati perempuan itu dengan perasaan bahagia yang begitu mendalam. Hari demi hari terlewati walau tak jarang ada masalah yang mengguncang hubungan mereka. Namun karena kuatnya ikatan cinta diantara keduanya, satu dua masalah tak pernah sukses menggoyahkan.
Suatu hari, si perempuan merasa sudah siap untuk menerima sematan cincin di jari manisnya. Ya, sebagai kaum hawa, tentu ia merindukan masa depan indah bersama sang kekasih yang diharapkan bisa menjadi bapak dari anak-anaknya. Segala hal ia persiapkan bersama sang kekasih, mulai dari tabungan hingga segala pernak-pernik pernikahan yang jauh dari kata simpel. Penuh perjuangan dan haru.
Tapi…. Di sinilah kebohongan si lelaki terbongkar satu per satu, bahkan hingga titik penghabisan. Semoga cerita ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Separah apa sih?
ADVERTISEMENTS
1. Persiapan Pernikahan
Sewajarnya, saat sepasang insan mempersiapkan hari bahagia, keduanya akan tampak sibuk. Ya, kedua belah pihak, bukan hanya salah satunya. Namun di sinilah keanehan terjadi, karena pihak perempuanlah yang sibuk memutar otak untuk persiapan ini itu.
Apalagi si perempuan memang sosok energik, lari kesana kesini berusaha mencari vendor dengan harga miring agar biaya pernikahan tak membengkak. Bagaimana dengan usaha si lelaki? Ia sekadar mengikuti arus, sesekali mengantarkan kekasihnya dalam menyiapkan souvenir, undangan dan lainnya.
ADVERTISEMENTS
2. Pertemuan dua keluarga
Adakah pertemuan dua keluarga sebelum hari pernikahan? Ada, bahkan tak hanya sekali. Namun, saat pertemuan tersebut, belum ada obrolan yang meruncing tentang pernikahan. Awalnya sangat sulit untuk mempertemukan kedua pihak, apalagi si lelaki diwakili oleh sang kakak yang bekerja di luar pulau. Saat persiapan semakin matang, untuk mendatangkan perwakilan pihak lelaki rasanya sulit minta ampun. Ada saja alasan yang dilontarkan si lelaki.
Katanya Januari, eh mundur Maret, eh mundur lagi Mei sampai tak ada ujungnya. Hingga pada akhirnya, saat liburan hari raya, pihak keluarga perempuan berniat silaturahmi ke kediaman keluarga lelaki. Ya, niat awal untuk mematangkan rencana pernikahan yang tinggal dua bulan lagi. Saat ibu dari si perempuan berbicara tentang rencana pernikahan, kebingungan tampak jelas dari keluarga si lelaki, terutama ibunya.
Namun lagi-lagi, keluarga perempuan masih memaklumi, apalagi dihadapkan pada usia calon ibu besan yang mulai senja. “Semua akan baik-baik saja…”, kira-kira begitu penghiburan hati keluarga perempuan. Apalagi jika si lelaki ditanyakan tentang persiapannya, ia selalu memberikan jawaban manis, dimana seakan-akan keluarga besarnya juga memiliki persiapan yang sepadan.
ADVERTISEMENTS
3. Menyebar undangan
Persiapan pernikahan semakin matang, kira-kira 80%. Keluarga perempuan sudah mulai menyebarkan undangan ke keluarga jauh, kira-kira satu bulan sebelum hari H. Ucapan bahagia terdengar dari sanak saudara yang menerima undangan cantik berpita ungu tersebut, mengirim doa-doa baik agar acara berjalan lancar.
Ya, di sini sambutan dari pihak lelaki belum terdengar. Beberapa kekurangan yang sekiranya terjadi di keluarga lelaki, pihak perempuan bahkan tak ragu meng-cover asalkan semua berjalan lancar.
ADVERTISEMENTS
4. Kedatangan keluarga calon pengantin laki-laki
Kira-kira dua minggu sebelum hari H, apa yang diharapkan keluarga perempuan akhirnya kesampaian. Ya, dalam budaya Jawa, kedatangan tamu dari keluarga lelaki sebelum hari pernikahan bisa dimaknai sebagai “tembungan” atau bahasa mudahnya tak jauh dari makna lamaran. Ya, dengan sukacita keluarga perempuan tentu menerima dengan senyum merekah.
Namun apa yang terjadi? Ya, ternyata kedatangan mereka yang kurang lebih diwakili lima orang itu, termasuk calon pengantin lelaki, bukan untuk melamar, melainkan melempar pernyataan yang begitu pahit.
Salah satu perwakilan keluarga menyampaikan permintaan maaf karena ada ketidakjujuran yang terjadi dari calon pengantin lelaki. Tak hanya satu, tapi kompleks yang membuat masalah ini akhirnya meledak di hari-hari jelang pernikahan yang persiapannya sudah mencapai 95%.
ADVERTISEMENTS
5. Kebohongan calon pengantin laki-laki terbongkar
Apa saja ketidakjujuran si lelaki kepada kepada keluarganya sendiri dan keluarga kekasihnya?
Pertama, tidak pernah ada restu dari keluarga besar jika si lelaki pindah agama. Bahkan, mereka tak tahu bahwa si lelaki ini telah pindah agama sejak dua tahun sebelumnya. Pun tak pernah ada kecurigaan karena si lelaki masih menjalankan ibadahnya dengan rajin saat berada di rumah. Tak disangka, saat berada di lingkungan keluarga perempuan, ia seakan-akan menjalankan ibadah “baru”nya seperti yang telah diniatkan. Jadi, selama ini ia telah mengkhianati dua iman.
Kedua, sepanjang persiapan pernikahan hingga 95%, calon pengantin pria tak pernah sekalipun membicarakan persiapan pernikahannya kepada keluarga besar. Mereka bahkan baru mengetahuinya malam sebelum datang ke rumah keluarga perempuan (H-12 hari). Mungkin si lelaki sudah tak sanggup lagi menutupi semua kebohongannya karena hari pernikahan semakin dekat. Ya, bom waktu.
Ketiga, atas dasar itulah, keluarga besar si lelaki tak bisa menyambut baik rencana pernikahan tersebut, kecuali calon pengantin perempuan mau secara dadakan berpindah agama mengikuti iman keluarga besar si lelaki. Bak disambar gledek, seisi rumah dipenuhi suara gaung tangisan dan tak tahu lagi harus berkata apa. Apalagi cara komunikasi yang cenderung mengintimidasi dari pihak lelaki semakin membebani mental si calon pengantin perempuan, juga keluarganya. Ya, pada akhirnya semua dipasrahkan kepada Sang Pemilik Kehidupan.
***
Jika ditanya, adakah yang ingin mengalami hal sama? Pasti tidak ada dan jangan sampai terulang, karena ini terlalu menyakitkan. Berdoa baiklah agar Tuhan memberikan jalan terang bagi siapapun yang saat ini sedang mempersiapkan hati menuju hari bahagia.
Oh ya, mau tahu gak kelanjutan kisahnya? Ya, calon pengantin wanita ikhlas menerima semua, bahkan keluarga besar mendukung untuk menutup kisah ini. Dengan kata lain, pernikahan dibatalkan walau beban moral bagi keluarga si perempuan dirasakan begitu dalam dalam kehidupan sosial hingga beberapa bulan setelahnya.
Apalah arti beban moral, apalah arti hilangnya rupiah untuk persiapan pernikahan, jika itu adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan si perempuan dari penderitaan, dari bayang-bayang lelaki yang sangat tak pantas dia pertahankan. Ya, berani bermain api dengan iman, sekiranya sudah menjadi bukti bahwa ia tak bisa menghargai hidupnya sendiri, apalagi untuk pasangan.
Bagi si perempuan, beban psikis pasti ada namun ia mencoba memudarkan dengan berbagai aktivitas menyenangkan. Tak mudah dijalani, namun ia percaya bahwa hal baik akan berpihak padanya suatu saat nanti. Badai telah dilalui, saatnya ia berjuang untuk mewujudkan bahagia yang tertunda. Menunggu cinta baru yang penuh kejujuran, tak pura-pura dan yang tak berani berkhianat pada Tuhannya.
Ya, kamu memang hebat adekku. Maafkan kakakmu ini yang hanya bisa mendukungmu lewat lantunan doa-doa, juga tulisan yang tak sempurna ini. Berharap ketulusanmu tak lagi sia-sia, karena pasanganmu kelak sangat beruntung mendapatkanmu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”