Situasi wabah Covid-19 mendesak kita semua untuk melakukan penjarakan sosial dan karantina di rumah aja supaya menghentikan rantai penyebaran virus corona. Banyak istilah yang muncul setelah adanya pandemi ini, seperti lock down, social distancing, physical distancing, self quarantine dan juga WFH (Work From Home). Tidak semua di antara kita yang bisa tetap di rumah selama masa karantina, terlebih di bulan puasa, misalnya saja saya sebagai anak kos yang harus menjalani masa-masa sulit di perantauan. Namun terlalu sering berada di sepetak kamar kos 2x3m dan menghadapi situasi yang sama setiap harinya justru bisa memicu WFH yang lain. Bukannya Work From Home, tapi malah War From Home. Lebih tepatnya, perang dan berontak dari diri sendiri yang terjadi akibat berita seputar Covid-19 yang makin mengkhawatirkan dan aktivitas yang tadinya beragam sekarang jadi terbatas.
Selama masa karantina dan Ramadan di perantauan, saya memilih resep BAHAGIA sebagai menu utama agar pikiran tetap positif.
ADVERTISEMENTS
Resep bahagia selama #RamadandiPerantauan
Resep bahagia yang saya lakukan ini caranya cukup mudah. Kalian pun juga bisa ikuti selama di rumah aja. Bahan-bahannya sederhana dan mudah didapatkan, bahkan tanpa oven, kuali, spatula, kompor, dan alat dapur lainnya. Yuk, kita bikin menu dengan resep bahagia!
ADVERTISEMENTS
Bahan utama:
500 gr rasa cukup
1 lembar akun media aktual
250 ml video receh/film favorit
1 siung komunikasi
ADVERTISEMENTS
Dessert:
1 sdm kreativitas dan hobi
ADVERTISEMENTS
Catatan:
Jangan tambahkan “Toxic Positivity”
ADVERTISEMENTS
Cara membuat:
ADVERTISEMENTS
1. Merasa cukup dan belajar ‘nerimo’
Belajar untuk merasa cukup membawa saya melihat kondisi saat ini dengan perspektif berbeda, merasa cukup untuk tidak kemana-mana di tengah pandemi dan merasa cukup untuk banyak hal yang sudah diterima meski Ramadan kali ini jauh dari keluarga. Kadang kala saat saya terlalu mencari kebahagiaan di luar sana, segala hal jadi terasa kurang hingga yang tersisa adalah berontak pada diri sendiri. Saya seringkali fokus pada hal yang belum tercapai, padahal ada banyak kebaikan-kebaikan kecil yang diterima setiap hari. Saya seringkali berambisi supaya bisa melampaui ekspektasi, padahal kemudahan dan kecukupan sudah di depan mata.
Saya pernah dengar istilah dari Bahasa Jawa: “Nerimo ing Pandum” yang artinya “menerima dengan pemberian”. Kata orang, istilah ini memiliki arti lebih luas seperti ikhlas atas apa yang kita terima dalam kehidupan atau “legowo” dalam menghadapi setiap kesulitan. Bagi saya, merasa cukup dan selalu belajar ‘nerimo’ menjadi salah satu cara supaya bisa bahagia. Memang terlihat sederhana, tapi ketika saya bisa berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan ketidaksempurnaan kondisi, menerima segala hal yang tidak sesuai dengan keinginan, maka bahagia bisa diciptakan tanpa harus dicari.
2. Mengikuti satu akun media aktual
Don’t be panic!
Dengan siklus berita 24/7, kita akan mudah panik dengan menonton berita tentang situasi Covid-19. Memang penting untuk tetap mendapat informasi, tetapi jangan sampai terobsesi dan melalap habis semua jenis berita yang berseliweran dan malah menambah kekhawatiran. Kalau saya tetap mengikuti berita agar selalu waspada, namun cukup untuk mengikuti satu akun berita saja yang informatif dan aktual.
3. Menonton video receh atau film favorit
Alih-alih menonton berita sepanjang hari di rumah, nonton video receh adalah cara mudah untuk menyelematkan diri sendiri dari tekanan negatif. Setelah nonton video #SiniAkuJualin versi Muhadkly Acho dengan promosi barang jualan secara gratis yang dikemas dengan komedi ringan, saya juga ikut nonton live IG Ardit Erwandha yang isinya tebak-tebakan receh bareng followers. Ini adalah pilihan yang bisa dilakukan selain nonton drama korea yang banyak dibicarakan orang-orang. Saya juga nonton Sitkom mini Keluarga Prakasa yang ditulis oleh Ernest Prakasa langsung. Kalau episode terbaru Sitkom Keluarga Prakasa belum tayang, maka tontonan dari Tonight Show akan menjadi selingan mengisi waktu di bulan Ramadan.
4. Menjaga komunikasi dengan keluarga dan sahabat
Untuk mengurangi kekhawatiran, cara ini yang biasa saya lakukan selama masa karantina. Jauh dari rumah dan menjadi anak rantau sejak 6 tahun lalu adalah tantangan yang sudah sering dihadapi. Tapi lagi-lagi, menjaga komunikasi dengan orang terdekat juga perlu. Saling memberi kabar, saling memperhatikan satu sama lain supaya kita juga tidak merasa sendiri. Dulu video call bersama keluarga bisa dihitung jari, sekarang justru jadi rutinitas sehari-hari, membahas kondisi, hal-hal baru, aktivitas ringan dan receh, bahkan yang serius juga ada. Eh tapi jangan keseringan bahas COVID-19 juga sih, yang penting jaga komunikasi.
5. Melakukan hal baru yang menyenangkan
Kreativitas bagi saya tidak harus “wah” dan eksekusi yang rumit. Selama itu adalah hal positif dan belum pernah dicoba, sekecil apapun akan menjadi kreativitas. Kalau saya ingin menambah kreativitas dan melakukannya, maka akan dilakukan sesuai apa yang saya mau, bukan apa yang orang-orang bilang. Mumpung ada banyak waktu luang, kita bisa lakukan banyak hal baru yang menyenangkan.
Berkreasi adalah seni untuk mengenal diri sendiri, misalnya saja saya mencoba desain ini itu, bikin cerita bergambar yang sederhana, review film dan drama, malah belakangan ini coba masak-masak lucu hehehe. Kamu juga bisa jika mau belajar masak dan mengeksplorasi berbagai menu yang belum pernah dicoba sebelumnya. Oh ya, misal kamu ingin bikin sesuatu yang sedang viral seperti virtual photoshoot ala Ana Octarina dan Sarah Azka kayaknya seru! Atau mulai menanam tanaman hijau seperti Kadek Arini? Silakan lakukan sesuai apa yang kamu mau, dengarkan hatimu.
6. Stop berikan toxic positivity
Ada yang pernah bilang:
“jadi apa yang sudah kamu hasilkan selama di rumah aja?”
atau ada juga yang begini:
“jika setelah karantina ini kamu tidak memiliki skill baru, berarti kamu bukan kekurangan waktu tetapi kamu belum bisa menggunakan waktu sebaik mungkin.”
Kedua hal di atas sering saya temukan di media sosial dan agak mengganggu. Bisa jadi itu termasuk “TOXIC POSITIVITY”. Padahal di situasi saat ini bertahan saja sudah cukup, stop TOXIC POSITIVITY sebelum memenuhi pikiran selama masa-masa sulit seperti ini. Bukan karena orang-orang di media sosial posting sedang belajar online, kursus online, bukan berarti kita juga harus demikian. Mau nonton series silakan, main tiktok juga boleh, atau kalau ingin nangis bombai karena drama korea pun sah-sah saja, bahkan rebahan pun juga nggak salah. Main game sampai pegal juga nggak dilarang. Kuncinya hanya satu, tidak lupa diri. Stop toxic positivity, namun tidak mengisolasi kreativitas.
Melakukan aktivitas positif dan menyenangkan itu memang baik, namun jangan sampai memaksa diri harus selalu produktif, karena bertahan dalam situasi seperti ini saja sudah cukup. Tidak perlu merasa bersalah, cukup dengarkan hatimu, bukan mendengarkan “tren”.
Sajian Bahagia sudah selesai dibuat dan siap dihidangkan. Yuk, bagikan ke orang-orang terdekat kita biar sama-sama bahagia!
Kita semua berharap pandemi ini segera berakhir supaya kondisi negeri ini kembali seperti sedia kala, supaya kita bisa Ramadan lagi bersama keluarga, mudik dan pulang kampung, bahkan berbincang dan bercanda dengan teman-teman terdekat. Semoga kita bisa hadapi ini semua, because you are not alone!
Bahagialah sesuai porsimu. Jika kurang, maka risau bisa cepat melimpah. Jika mengusahakan yang lebih, maka cepat hati kita kosong. Bahagialah pada apa dan siapa yang masih kita punya, jika setiap hari masih masih bisa berteduh di bawah atap rumah dan melanjutkan malam, maka bahagialah.
Semoga saya, kamu, kita semua akan selalu berbahagia ya!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”