“Maukah Kamu Menikah Denganku?”
Pertanyaan yang pasti sangat ditunggu-tunggu orang yang sedang berada di dalam hubungan. Terdengar bahagia bagi yang memang sudah siap untuk menikah tapi terdengar sangat cheesy bagi orang yang pesimis atau orang yang belum siap untuk menikah. Pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah, bukan hanya perkara cinta saja, harta dan keluarga juga menjadi faktor untuk membuat pernikahan menjadi bahagia.
Pernikahan adalah hal penting dalam suatu kehidupan. Untuk membuat sepasang kekasih menjadi sah di mata agama, Pernikahan menjadi suatu keharusan dalam suatu hubungan.
Selain dalam perspektif agama, pernikahan juga menguntungkan dalam berbagai sisi, serperti adanya tunjangan-tunjangan dari negara untuk orang yang sudah menikah tapi pernikahan tidak selalunya bahagia karena tunjangan-tunjangan sosial berhubung perceraian masih menjadi sesuatu yang normal di masyarakat karena memang pernikahan tidaklah mudah ketika dijalani dalam jangka yang panjang.
"Aku akan mencintaimu selama-lamanya sampai aku berhenti bernafas"
That would be great! kalau saja memang bisa sepeti itu, menurut psikolog Barbara Fredrickson, dalam bukunya Love 2.0: How Our Supreme Emotion Affects Everything We Feel, Think, Do, and Become mengatakan bahwa cinta tidaklah seperti yang kita pikirkan, cinta bukanlah sesuatu yang abadi, bukalah emosi yang selalu ada yang menopang suatu pernikahan, bukan juga passion yang tumbuh dari awal mula cinta apalagi ikatan darah sepasang suami istri.
Dalam penelitiannya, Fredrickson menyimpulkan bahwa cinta adalah sebuah koneksi, sebuah resonasi positif yang diterima oleh pasangannya, seperti luapan emosi positif ketika tertarik dengan seseorang, bukan hanya pasangan, tapi semua orang, hanya saja pada kasus pasangan resonasi positif ini terus berulang sehingga menimbulkan resonasi yang bertambah besar setiap harinya.
Tetapi seperti hal-hal lainnya, resonasi positif ini akan meredup ketika mereka dalam hubungan jangka panjang yang tidak dinamis, lambat laun, resonasi ini akan mengecil dan hilang dan akhirnya membuat pikiran negatif di kepala masing-masing.
Dalam kasus pasangan suami-istri, mereka telah mengenal satu sama lainnya begitu lama dan mengetahui rahasia terkecil pasangannya, yang awalnya merasa biasa saja, karena resonasi positif masih bereaksi, menjadi suatu hal yang mengganggu setelah resonasi itu hilang dan di banyak kasus, terjadilah perceraian.
<>2. Jadilah Orang yang Materialistis Tapi Bukan Orang yang Mengukur Semuanya Hanya dengan Harta.>Selain cinta, pernikahan juga butuh suatu sokongan secara material.
Pernikahan tidaklah murah karena pernikahan berarti hidup membuat satu keluarga yang baru, yang berarti harus memiliki tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Apalagi pasangan yang ingin mempunyai momongan, biaya pendidikan dan perawatan anak adalah hal yang sangat penting untuk mempunyai buah hati.
Jadilah orang yang materialistis tetapi masih dalam konteks yang tidak berlebihan. Dr. Jason Caroll, profesor dalam kehidupan berkeluarga di Brigham Young University mengatakan bahwa orang yang materialistis secara berlebihan, yang mengukur semua dengan harta atau high maintenance, memiliki kualitas pernikahan yang buruk dibanding dengan non-materialistis tetapi orang yang merencanakan pengeluaran secara berkala atau wise spender mempunyai kualitas pernikahan yang jauh lebih baik daripada yang non-materialistis.
Di dalam penilitiannya, Dr. Caroll menyimpulkan bahwa semakin materialistis kamu, semakin tinggi kamu gelisah, depresi dan merasa insecure. Jadi, be real with your life, you need money, materialistis itu perlu tetapi tidak dalam konteks yang orang sebut 'Matre'.
<>3. Selain Teman-Teman, Keluarga Adalah 'Teman Baik' di dalam Suatu Pernikahan.>Pernikahan tidak hanya menyatukan dua orang tetapi menyatukan dua keluarga menjadi satu.
You marry your spouse, You marry his/her family as well.
Keluarga berperan penting dalam suatu pernikahan. Selain untuk memberikan nasihat soal pernikahan, keluarga juga menjadi tempat yang baik untuk me-refresh aktivitas eksklusif keluarga kecilmu.
Penelitian di New Zealand yang tergabung dalam Dunedin Multidisciplinary Health and Development Study (DMHDS), menunjukan bahwa memiliki hubungan dekat dengan keluarga dan teman-teman membuat orang lebih bahagia. Penelitian ini menunjukan bagaimana hubungan sosial yang positif merupakan kunci dari kesejahteraan di masa dewasa dan pernikahan.
Tetapi ini bukan berarti Keluarga sepenuhnya ikut campur dalam pernikahan. Di dalam penelitan, Pernikahan yang memiliki campur tangan dari luar, memiliki kualitas pernikahan yang buruk dan cenderung singkat. Kalian harus memiliki cara sendiri dalam pernikahan kalian.
<>4. Komitmen Adalah Kunci Utama dalam Suatu Pernikahan.>Komitmen memang hal yang paling penting dalam menjalin suatu hubungan, apalagi pernikahan. Komitmen yang berarti kamu secara penuh percaya pada pasanganmu. ketika kamu sudah berkomitmen untuk memiliki hubungan dengan seseorang, kamu secara otomatis akan menerima dia apa adanya.
Menurut karl Pillermer Ph. D., penulis dari 30 Lessons for Living: Troes and True Advise from the Wisest Americans, mengatakan bahwa pernikahan bukanlah suatu leap of faith dan berharap dengan pernikahan, kamu bisa merubah pasanganmu.
Salah seorang koresponden penilitiannya, Rosie Eberle, 80, dan telah menikah selama 56 tahun mengatakan:
"Menikah dengan harapan bisa mengubah pasanganmu setelah menikah adalah hal yang bodoh, jika kamu berpikir "dia seperti ini sekarang tapi dia tidak akan selalu seperti ini, dia pasti akan berubah kalau sudah menikah" itu sama saja dengan kamu belum menerima dia secara seutuhnya, belum berkomitmen secara sepenuhnya.
Jadi, jangan menikah kalau kamu belum siap untuk menerima kekurangannya, karena memang setiap orang memiliki kekurangannya masing-masing dan mereka akan selalu seperti itu.
<>5. Tak Hanya Berkomitmen, Pasangan Juga Harus Berkeinginan Kuat untuk Memperjuangkan Hubungannya.>Masalah pasti akan datang di setiap hubungan, bukan hanya masalah yang sepele, masalah besar yang mengarah ke perceraian pasti juga akan dihadapi oleh pasangan yang telah bersama dalam waktu yang lama. Masalah yang dihadapi itu beragam seperti contohnya, pemasukan istri lebih besar dari pada suami.
Hal ini kerap sekali menjadi masalah di dalam suatu pernikahan, secara psikologis hal ini membuat pasangan yang didominasi mengalami penurunan self-esteem.
Tetapi masalah diatas bukan satu-satunya masalah besar yang dihadapi pasangan yang telah menikah, di jaman modern seperti sekrarang ini, pendidikan juga menjadi 'syarat' untuk menikah di berbagai kalangan.
Sebuah riset yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan "apakah ada kaitannya pendidikan dengan angka perceraian?" dan hasilnya adalah orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi lebih sedikit melakukan perceraian daripada orang-orang dengan pendidikan yang rendah.
Ada lagi masalah yang biasanya ditemui di sebuah pernikahan adalah soal anak tapi ternyata pasangan yang lebih bahagia adalah pasangan yang tidak memiliki anak, penelitian ini dilakukan oleh Open University di Inggris.
Masalah soal pernikahan memang akan selalu ada, hanya saja bagaimana pasangan yang sedang berada dalam masalah menghadapi masalah ini.
Maud Purcell, seorang psikolog, mengatakan bahwa kunci dari hubungan yang bertahan lama adalah komunikasi dan memposisikan dirimu menjadi pasanganmu. Dengan itu, Purcell percaya pasti akan menghasilkan solusi yang tepat dan apabila masalah masih berlanjut, mereka harus menerima bahwa ada masalah yang memang tidak bisa dipecahkan, berkompromilah pilihannya.
Jadi, cinta bukanlah satu-satunya alasan untuk menikah dengan seseorang. Agama memang penting bagi beberapa orang dan menjadi salah satu alasan untuk menikah tapi agama bukanlah satu-satunya alasan untuk menikah, apalagi di usia muda yang masih mencoba untuk mengenali diri sendiri.
Make sure that you are ready to live with someone else and make sure that it's not only love talking, be logical.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
artikel ini bener banget, dan saya sedang mengalami beberapa point di atas..
artikel ini pasti akan mudah dicerna buat orang2 yang dapat berpikiran open minded, tapi pasti akan ada yang tidak menyetujuinya juga.
yang sudah memiliki banyak jam terbang dengan pasangan atau melihat lingkungan luar pasti akan memahaminya 🙂
artikel ini mirip dgn ucapan yg sy dengar, “selipkan 1 poin sesat di tengah 9 poin yg benar dan orang akan percaya ke 10 nya”. klo ga salah ini jg teknik marketing.
Cornelia Crimson setuju dengan mbak, dengan adanya point 4 dan 5 dmana tertulis komitmen dan keinginan kuat untuk memperjuangkan hubungannya, itu malah kontradiktif dengan point 1, karena menjadi bukti kalo cinta/kasih itu tidak berkesudahan. yang perlu diperhatikan adalah ini adalah peran dari kedua pasangan, bukan hanya salah satu. Setelah menikah dia memang menjadi milikmu, tapi itu bukan berarti kamu bisa berhenti dengan segala aktivitas yang biasa kamu lakukan selama pacaran, pendekatan. kamu harus terus tetap berusaha, “fall in love with her/him again everyday”, pertahankan / bahkan tingkatkan keintiman bersama pasanganmu. JUSTRU kesibukan lain yg muncul mulai kesibukan kerja (ini point ke 2), lingkungan, bahkan bisa menjadi tembok yg perlahan meninggi dan memisahkan kalian berdua. masalah anak terlantar karena kondisi keuangan kurang, aku tak percaya akan hal itu. kalau suami dan istri sama-sama berusaha, dengan juga bantuan doa dan Tuhan Yesus, Ia akan selalu menyediakan, bersandarlah kepada kekuatan Tuhan saat anda berusaha.
Lukas 11:9-13
Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan MENDAPAT; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, MENDAPAT dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?
Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
ini point yang mau saya tambahkan, mengenai point ke 3.
dalam alkitab justru tidak berkata bahwa kamu ikut menikahi keluarga istrimu/suamimu, melainkan untuk MENINGGALKAN
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24).
ini SANGAT PENTING untuk dipahami terlebih dahulu maksud kata-katanya.
(dibawah ini sebnernya saya copy dari website lain, tapi saya setuju 100% dan tidak bisa menjelaskan dengan cara yang lebih jelas dan singkat daripada yang dijelaskan dari website ini)
(sumber http://www.gotquestions.org/Indonesia/meninggalkan-bersatu.html)
“Bersatu” artinya “menempel kepada, melekat kepada, atau bergabung dengan.”
Jika salah satu pasangan gagal untuk meninggalkan dan bersatu dengan pasangannya, masalah akan timbul dalam pernikahan. Jika pasangan menolak untuk sungguh-sungguh meninggalkan orangtua mereka, konflik dan tekanan terjadi. Meninggalkan orangtua Anda tidak berarti tidak mempedulikan mereka atau tidak meluangkan waktu untuk mereka. Meninggalkan orangtua Anda berarti mengenali bahwa pernikahan Anda menghasilkan keluarga yang baru dan bahwa keluarga baru ini harus lebih tinggi prioritasnya daripada keluarga Anda yang sebelumnya. Jika pasangan mengabaikan untuk bersatu dengan lainnya, akibatnya adalah kekurangan keintiman dan kesatuan. Bersatu dengan pasangan Anda tidak berarti bersama-sama dengan dia setiap saat atau tidak mempunyai hubungan persahabatan yang berarti di luar pernikahan Anda. Bersatu dengan pasangan Anda maksudnya mengaku bahwa Anda dipersatukan, pada dasarnya “ditempelkan,” kepada pasangan Anda. Bersatu adalah kunci dalam membangun suatu pernikahan yang akan bertahan dalam waktu yang sulit dan menjadi hubungan yang indah yang Allah rencanakan.
Kayaknya kamu deh yg terlalu banyak ntn film hollywood. Menurut g malah film lah yg membuat para ABG menganggap enteng cinta dan pernikahan. Istilah “cinta abadi”, “cinta mengatasi segalanya” diturunkan nilai maknanya oleh film2 tersebut, sehingga gampang aja diucapkan oleh para ABG yg dibutakan oleh, yg kata mereka sih “cinta”. Tau apa mereka tentang cinta, apalagi pernikahan. Cinta seperti Iman. Iman tanpa pengertian yg benar bukannya menyelamatkan malah menghancurkan, begitu pula cinta. Iman dapat terkikis oleh berbagai hal dan lama2 bisa jadi murtad, makanya di Alkitab terus diserukan utk mempertahankan iman, utk terus bertekun dalam pekerjaan iman. Begitu pula cinta, gak ada namanya sekali cinta tetap cinta selamanya, cintamu juga lama2 bakal berubah, menjadi tawar, murtad!! Jika tidak terus diperjuangkan, tekun dalam pekerjaan kasih. Menurut g artikel ini bagus utk ABG2 yg mabuk “cinta”
Adi Putra
tidak juga…. aku tidak megataka cinta megatasi segalaya….
Tapi aku meepis istilah “Tidak ada” cinta abadi
itu bukanlah omong kosong, pegertia iman sendiri apa kau tau?
segala yang kau katakan tanpa dasar…
aku hanyalah berdasarkan tulisan kudus…
tidak ada yang namanya cinta pada pandangan pertama… begitu pula iman, iman dengan membabibuta bukanlah iman sejati…
iman butuh sebuah bukti yang jelas…
aku meepis karena defiisi dari kata cinta yang semata mata hayalah hasrat.
(Ibrani 11:1) Iman adalah penantian yang pasti akan perkara-perkara yang diharapkan, bukti yang jelas dari kenyataan-kenyataan walaupun tidak kelihatan.
Kalian g mnikah pun g masalah kl mmang pinginnya jd. Jones forever nikah dngn org yg tepat mngkn be mrubah kalian mnjdi manusia sbnrnya g cm ngikutin ego kalian sndri yg slma ini msh diplhra
rumitt
Klo aku sih yess yg pasti bismillah aku mah pengen nikah.membina rumah tangga fokus komitmen