Semakin kaya raya dan berilmu seseorang maka semakin sederhana cara hidup dan juga tempat tinggalnya. Bukan tanpa sebab, karena dengan membuat segala hal menjadi sederhana, kita bisa menjadi lebih efisien dalam menjalani kesehariannya kita. Justru kerumitan hadir karena semua hal begitu berlebih-lebihan, seakan tanpa konsep yang jelas.
Hidup minimalis jadi salah satu alternatif gaya hidup masyarakat modern dewasa ini. Di berbagai negara sudah banyak orang yang menerapkan gaya hidup minimalis. Bukan tanpa sebab, banyak yang menjalani gaya hidup minimalis ini dengan alasan paling umumnya agar lebih sederhana dan efisien.
Kecenderungan memiliki banyak barang sudah menjadi kebiasaan kita dewasa ini. Kini saatnya kita mulai berpikir ulang akan barang yang kita miliki. Perkembangan teknologi dan informasi serta mudahnya berbelanja apa pun di dunia maya membuat kita seakan menjadi lebih kurang bisa mengelola keinginan dan juga keperluan barang ya kita beli. Akhirnya kita terjebak di budaya konsumtif.
Mungkin banyak dari kita yang merasa bahwa kita perlu berpikir berulang kali, sebelum membeli barang yang kita inginkan. Seberapa penting barang yang kita beli, apa manfaat nya buat kita, apakah itu prioritas atau bukan.
1. Memiliki lebih sedikit barang tidak mengurangi rasa puas
Penyair Amerika, Allen Ginsberg pernah menyatakan, jika kita memberikan perhatian dua kali lebih banyak pada selembar karpet di rumah, itu sama saja dengan memilki 2 lembar karpet. Artinya jumlah kepemilikan kita tidak ada hubungannya dengan kadar kepuasan yang kita dapatkan.
Konsep kepemilikan berarti kita tahu memiliki sesuatu dan memiliki kesadaran yang kuat atas apa yang kita miliki. Hal ini terkadang yang jarang masuk dalam prespektif kita dalam kepemilikan barang. Alhasil kita mengkoleksi barang yang berlebih-lebihan, dan membuat rumah, kamar, lemari kita sesak akan barang yang bermacam-macam.
Kita memang perlu mempunyai barang, dengan kemajuan teknologi untuk mempermudah kehidupan kita. Tapi prespektif manfaat dan guna kita yang cenderung keliru, sehingga kita sering membeli barang-barang yang tidak terlalu penting dan mengakumulasikan nya. Lagi-lagi kita cuma jadi korban dari produsen barang dengan trik marketing nya yang memukau.
2. Temukan Tampilan yang Khas terhadap diri kamu
Steve Jobs selalu mengenakan baju yang sama : kaus model turtleneck rancangan Issey Miyake, celana denim Levi's 501 dan sepatu new balance. Kombinasi pakaian ini sering Steve Jobs gunakan ketika ia tampil di publik. Einstein lebih menyukai memakai jaket yang sama. Sementara orang lain atau kita lebih suka mempunyai kombinasi pakaian yang beraneka ragam, tanpa tahu apakah kombinasi itu cocok untuk kita, atau secara jelas menggambarkan kepribadian kita. Selalu mengikuti trend hingga membuat kita lupa akan ciri khas diri kita sendiri.
Steve Jobs dan Einstein adalah beberapa contoh bagaimana mereka menemukan ciri khas tampilan diri mereka sendiri. Tidak seperti kita pada umumnya yang selalu mengikuti trend, membeli apapun yang sedang ramai di media sosial atau viral, lalu membeli nya. Kita lupa bahwa trending itu secepat matahari terbit dan tenggelam, besok akan muncul yang baru lagi, begitu seterusnya sampai lemari pakaian kita penuh dengan berbagai jenis kombinasi pakaian.
3. Tanpa Banyak Barang Kita Menjadi Orisinal
Apa yang menjadikan seseorang unik ?
Apakah karena ada segaris warna hidup di rambutnya ? Atau karena ada angting besar di bibirnya. Apakah pria yang menggunakan rok bisa di katakan unik?
Ataukah seseorang yang membeli gadget yang sangat mahal dan limited edition dapat di katakan unik ?
Menurut saya menjadi diri kita yang otentik tidak ada hubungannya dengan hal-hal tersebut. Semua minimalis yang saya temui adalah orang-orang yang keren dan unik, dengan pakaian yang biasa saja dengan gaya penampilan yang biasa saja, seperti tampilan sehari-hari.
Berpisah dengan barang seolah-oleh seperti kehilangan diri kita, padahal justru sebaliknya. Jika kita kembali ke sejarah di Eropa dan melihat foto-foto pada masa renaissance atau masa keemasan, dimana pada masa itu banyak penemuan hebat, pemikiran hebat dunia lahir. Semua pria menggunakan jaket dan topi yang sama, bahkan mungkin barang yang serupa. Namun justru di masa itu banyak karya-karya hebat lahir untuk peradaban dunia.
Jika saja mau kita renungkan kembali baik dari sejarah maupun derap langkah kehidupan kita, karakteristik diri kita justru di bentuk oleh pengalaman, bukan oleh barang / benda. Maka justru kita akan menemukan diri kita yang orisinal, otentik ketika kita mulai mengurangi atau menyingkirkan semua hal yang menggangu kita.
4. Buang barang-barang yang sudah 4 sampai 5 kali kita pertimbangkan
Saya pribadi selalu mempertimbangkan barang yang saya mau buang atau sumbangkan. Karena dalam rentang kehidupan kita, sudah berapa banyak barang dan benda yang kita koleksi tapi justru hanya mendatangkan kesia-siaan. Ketika pakaian di lemari kita yang sudah menumpuk alangkah lebih bijak jika kita sumbangkan saja, jika memang itu masih layak pakai.
Hal-hal lain pun demikian jika seperti televisi, gadget, sepatu dan sebagainya. Dari pada mengakumulasikan barang dan benda dan akhirnya membuat gudang atau kamar kita sesak akan barang, kenapa kita tak menggunakan metode upgrade barang atau benda kita. Contoh ketika gadget kita memang sudah terasa sudah ketinggalan zaman, mungkin dari pada kita menaruh nya saja di dalam gudang atau kamar kita, lebih baik kit jual untuk mengupgrade dengan gadget yang terbaru, tentu dengan pertimbangan manfaat dan guna. Ketika kita sudah memikirkan 4-5 kali untuk membuang dan menyumbangkan barang kita, maka lakukanlah.
5. Membuang barang mengurangi apa yang kita miliki, tapi bukan siapa diri kita
Jika kita ingin mengurangi jumlah kepemilikan, bukan berarti kita lantas jadi gatal-gatal, beruban dan sebagainya. Orang-orang di luar tidak akan tahu bahwa kita sudah mengurangi atas kepemilikan kita. Tidak ada anak kecil yang mengejek kita, tidak ada yang mengkritik kita. Mereka hanya akan melihat pakaian kita yang jadi lebih sederhana. Hanya itu.
Saat kita di kelilingi banyak barang, membuat kita seakan berat untuk melepaskan nya. Seperti seakan kita mencabut keping- kepingan yang ada di diri kita. Namun ingatlah barang-barang itu bukanlah diri kita. Kedekatan dengan barang yang kita miliki, hanya ada di dalam pikiran kita. Tidak akan ada yang berkurang dari diri kita sendiri, ketika barang-barang itu tidak ada lagi. Malah, kita mungkin akan terkejut dalam artian positif, mendapati tanpa semua barang-barang itu, diri kita yang sejati mulai hidup kembali.
Hidup minimalis memang bukan hal yang mudah di terapkan, butuh proses dan kebiasaan yang pasti nya akan kita rasakan manfaat positif nya kepada diri kita. Mungkin masifnya media sosial dan promosi barang-barang yang sporadis di media sosial dan internet membuat kita berat untuk tidak untuk membeli barang itu. Tapi perlu kita garis bawahi, sebelum kita ingin membeli barang atau benda itu, apa manfaat untuk diri kita dan apa kegunaan untuk diri kita. Jangan sampai kita hanya menjadi ladang basah dari perusahaan kapitalis dunia, yang tujuan mendasar nya sangat sederhana, mencari keuntungan.