#MerdekaTapi Masih Seksis? Duh, Sana Berjuang Lagi!

Sebagai bagian dari bangsa yang sudah merdeka, kita tidak seharusnya bersikap seksis. Buang streotip itu dari kepalamu!

Seiring perkembangan zaman, hasil pemikiran dari satu orang dapat dengan mudah dibagikan pada orang lain meskipun dari jarak ribuan kilometer. Dalam hal ini, tentu saja media memiliki peran penting dalam penyebaran hasil pemikiran tersebut. Apa yang ditampilkan oleh media, seperti TV dan media berita online, seolah sangat mudah dipercaya oleh khalayaknya.

 

Saat media menampilkan benda-benda warna merah muda hanya digunakan oleh perempuan—tidak oleh laki-laki—secara tidak langsung khalayak akan percaya bahwa warna merah muda memang hanya cocok untuk perempuan.

 

Hal-hal seperti di atas mungkin sudah mengakar di masyarakat Indonesia sejak dahulu. Namun, seperti dijelaskan di atas, tentu saja peranan media sangat besar dalam hal ini. Sayangnya, sikap seksis—diskriminatif terhadap gender tertentu—ini tidak hanya berhenti pada soal pemilihan warna pakaian atau benda-benda lain, tetapi  berdasarkan survei yang dilakukan pada 62 orang yang 40% adalah laki-laki dan 60% adalah perempuan, ada beberapa hal lain yang ternyata dapat menimbulkan seksis. Dalam masyarakat kita, 7 hal di bawah ini biasanya menjadi bahan diskriminasi gender.

ADVERTISEMENTS

1. Sebagai manusia yang memiliki hak, tentu perempuan juga bisa menyatakan perasaannya terlebih dahulu kepada laki-laki

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Dari 63 orang yang mengisi formulir survei, ada 62 orang yang memberikan respons tentang sikapnya berkaitan dengan siapa yang menyatakan perasaan terlebih dahulu untuk menjalin sebuah hubungan. 83.9% dari orang-orang tersebut setuju bahwa laki-lakilah yang harus menyatakan perasaannya terlebih dahulu pada perempuan.

Pada dasarnya, hasil survei ini menunjukkan bahwa kebanyakan orang merasa tidak pantas jika perempuan yang ‘nembak’ laki-laki lebih dulu. Padahal sebagai manusia, perempuan juga memiliki hak untuk menyatakan perasaan. Jika seorang laki-laki terlalu malu mengungkapkan perasaan, masa perempuan harus diam dan terus menunggu?

ADVERTISEMENTS

2. Dalam hal mengantri, laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak ada bedanya

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang sama-sama bisa merasakan lapar. Di berbagai belahan dunia, kita terbiasa menggunakan istilah "ladies first" untuk menyetarakan hak perempuan dan laki-laki. Alih-alih menyetarakan, istilah ini justru membuat kesetaraan gender semakin sulit diraih. Bayangkan jika semua orang menggunakan istilah yang sama, bisa-bisa kaum perempuan bersikap semena-mena terhadap laki-laki.

Dalam survei ini, dari 62 respons yang diperoleh, terdapat 64.5% orang yang setuju dengan istilah "ladies first". Sebaiknya stereotip seperti ini dikurangi ya, guys!

ADVERTISEMENTS

3. Laki-laki juga manusia biasa!

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Manusia diciptakan dengan berbagai emosi. Setiap manusia berhak untuk tertawa, marah, kecewa, bahkan menangis. Hal ini tidak terkecuali bagi laki-laki. Sering kali kita merasa bahwa makhluk yang paling pantas untuk menangis adalah perempuan, sementara laki-laki hanya bisa menangis saat mereka masih kecil. Stereotip membuat laki-laki malu menunjukkan air mata karena takut dianggap lemah, sementara perempuan bebas saja menumpahkan air mata kapan pun mereka mau.

Meskipun dalam survei ini lebih banyak orang yang tidak setuju bahwa laki-laki tidak boleh menangis, namun tetap saja masih ada orang yang setuju dengan pernyataan tersebut. Angka 40% (25 orang) dari total 62 respons bukanlah angka yang sedikit!

ADVERTISEMENTS

4. Emansipasi wanita oleh Kartini telah mengajarkan kita bahwa laki-laki dan perempuan harus mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Jika kita berbicara tentang masalah pendidikan yang dikaitkan dengan gender, stereotip bahwa pendidikan laki-laki seharusnya lebih tinggi dibanding perempuan merupakan stereotip yang paling sering kita dengar. Asumsi demikian memang sudah ada sejak dulu, di zaman nenek moyang orang Indonesia. Itulah sebabnya Kartini hadir untuk mematahkan stereotip. Ia ingin perempuan dan laki-laki bisa maju bersama-sama dalam bidang pendidikan, karena ia merasa perempuan juga berhak untuk memiliki wawasan yang luas.

Dalam survei ini, terdapat 34.9% persen orang yang setuju (dari 63 respons) bahwa pendidikan laki-laki harus lebih tinggi dibanding perempuan. Padahal sebagai manusia yang sama-sama memiliki hak, khususnya sebagai warga Indonesia yang telah menerapkan emansipasi wanita sejak puluhan tahun yang lalu, angka 34.9% seharusnya sudah tidak tercapai lagi, dalam arti sikap seksis dalam bidang pendidikan harusnya sudah menurun, bahkan tidak ada.

ADVERTISEMENTS

5. Bukan hanya perempuan, semua orang dituntut untuk rapi

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

"Kamu kan perempuan, kamar kok berantakan gini?"

"Ih, perempuan kok jorok!"

"Wah dia laki-laki, tapi kamarnya kok rapi banget ya?"

Tiga kalimat di atas mungkin sudah sering kamu dengar. Tidak heran, sikap seksis semacam ini memang sudah sejak ada dari dulu. Saat perempuan memiliki kamar berantakan, orang-orang cenderung berpikiran negatif terhadapnya. Sebaliknya, saat laki-laki memiliki kamar berantakan, orang-orang cenderung menganggap itu adalah hal biasa.

Meskipun hasil survei ini menunjukkan presentasi setuju lebih rendah dibanding tidak setuju—tentang pernyataan bahwa kamar laki-laki berantakan adalah hal biasa—tetap saja presentasenya tidak berbeda jauh. Orang yang setuju berjumlah 28, sementara yang tidak setuju berjumlah 35. Padahal, sebagai manusia yang terlahir dari segala macam sifat—rajin, malas, dan sebagainya—tentu saja laki-laki dan perempuan menjalani saat-saat di mana kamar mereka terlihat rapi atau berantakan. Kerapian tidak mengenal gender!

ADVERTISEMENTS

6. Sebagai pasangan sejati, laki-laki dan perempuan seharusnya saling menghargai

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Angka tidak setuju di atas memang lebih besar dibanding angka setuju, tapi tetap saja bedanya sangat tipis. Perempuan harus menurut pada pasangannya? Ya, selama ini hal itu mungkin menjadi stereotip seksis yang ada di masyarakat kita. Namun bagaimana jika logika itu dibalik menjadi "laki-laki harus menurut pada pasangannya?" Biasanya, laki-laki yang seperti itu akan dijuluki "susis" atau suami-suami takut istri.

Hal-hal yang tidak adil memang cenderung memberikan dampak yang kurang baik. #MerdekaTapi Apa salahnya jika laki-laki dan perempuan saling menghargai satu sama lain?

7. Masalah pelecehan seksual adalah salah siapa memang masih menjadi perdebatan

Dokumen pribadi: Hasil survei

Dokumen pribadi: Hasil survei via https://drive.google.com

Jadi, pelecehan seksual itu sebenarnya salah siapa? Berdasarkan hasil survei (63 respons), orang-orang cenderung percaya bahwa pelecehan seksual itu adalah sepenuhnya kesalahan perempuan karena mereka dilecehkan saat memakai baju minim.

Faktanya, banyak korban pelecehan seksual yang memakai baju tertutup saat mereka dilecehkan. Jadi, apakah kita masih bisa mengatakan bahwa pelecehan seksual adalah sepenuhnya kesalahan perempuan?

Demikianlah 7 hasil survei tentang stereotip seksis yang sering kita jumpai di masyarakat. Sudah #MerdekaTapi masih seksis? Gimana kesetaraan gender bisa terwujud?

Sebagai bagian dari bangsa yang sudah merdeka, kita tidak seharusnya bersikap seksis. Ayo buang streotip gender dari kepala kita!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM angkatan 2015. Senang menulis.