Karena Menulis itu Menyembuhkan, Salurkan Segala Luka dan Patah Hati Melalui Tulisan

menulis itu menyembuhkan

Siapa di sini yang tak pernah mengalami luka? Siapa di sini yang tak pernah merasakan sakitnya kecewa? Siapa di sini yang tidak pernah merasakan pahitnya kegagalan, sedihnya ditinggalkan, atau menderitanya kehilangan?

Semua itu terasa sangat menyakitkan bukan?  Bahkan seringkali hal itu menimbulkan luka yang sangat dalam dan membekas lama. Banyak orang menghindarinya dan banyak orang yang memohon dan berdoa kepada Tuhan agar terhindar darinya. Namun, sayangnya semua itu selalu menjadi bagian dalam hidup kita selama kita masih bernapas. 

Menghindarinya dan menganggap luka itu tidak pernah ada menjadi hal yang seringkali dilakukan. Alih-alih membuat luka itu sembuh malah membuat luka itu semakin lama semakin membengkak. Berapa lama rasa sedih itu dipendam, rasa kecewa itu kamu sembunyikan, penderitaan itu kamu simpan? Tak maukah kamu hanya sekedar menengok atau melihat luka itu kembali dan memastikan bahwa luka itu tak semakin dalam?

Jika, pahitnya kegagalan, perihnya ditinggalkan, menderitanya dirimu karena kehilangan masih kau rasakan dan membuat dirimu semakin tidak karuan. Cobalah kembali tengok lukamu dan perlahan kamu sembuhkan. Bukan berarti mengorek luka lama yang kau simpan selama ini, tapi cobalah perlahan untuk berusaha menyembuhkan luka pada dirimu yang teramat sangat berharga dan sayang jika terus-menerus kamu abaikan. Sembuh memang butuh waktu, tapi sembuh juga perlu untuk diusahakan.  

Aku mengawali semua itu dari luka. Salah satunya dengan menulis. Banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan dengan menulis. Menyembuhkan luka, itu salah satunya. Mengapa demikian? Karena dengan menulis, semua uneg-uneg, buah pikiran, harapan-harapan, dan ide-ide cemerlang yang selama ini menumpuk dalam pikiran dan batin kita, semua tercurahkan ketika kita menulis. Seberat apapun beban yang dipikul, ketika sudah diturunkan atau sudah dimuntahkan, maka dada kita tidak terasa sesak lagi. Pikiran kita, batin kita, akan merasa lega karena beban kita sudah terangkat. 

Terkadang kita takut untuk mencurahkan apa yang kita rasakan kepada orang lain. Takut akan penghakiman, takut tak dapat respons yang kita harapkan, atau bahkan tak ada ruang sama sekali untuk kita didengarkan.

Menulis itu ibarat kita sedang berbicara kepada diri kita yang lain. Saat otak terasa gaduh, menulis bisa dijadikan terapi mengurai kegaduhan. Ada kalanya kita merasa kesulitan mengungkapkan sesuatu secara lisan. Kita cenderung menyimpan energi-energi negatif dalam diri kita. Namun, ketika kita mencoba menuliskannya, maka secara tidak langsung hal tersebut justru menyembuhkan. Lantas, bagaimana sih caranya biar kita bisa perlahan mulai untuk sembuh dari luka dengan menulis? 

ADVERTISEMENTS

1. Mulailah tuliskan hal-hal yang sedang kamu rasakan saat ini

Photo by Ketut Subiyanto from Pexels

Photo by Ketut Subiyanto from Pexels via https://www.pexels.com

Sederhana saja, tuliskan apa perasaan kamu hari ini atau saat ini. Misalnya, “Aku hari ini merasa kesal karena….” atau ” Aku tadi merasa sangat sedih karena…” percaya deh, walaupun mungkin masalah kamu tidak selesai saat itu juga, tapi setidaknya kamu akan merasa lega.

Hal ini  dikarenakan kamu tahu apa yang sedang kamu rasakan, kamu  berani dan mau mengakui perasaan atau emosi itu, dan, kamu berani menuliskannya dan meluapkannya. 

ADVERTISEMENTS

2. Tuliskan hal-hal yang kamu syukuri dimulai dari hal kecil

Foto oleh Giftpundits.com dari Pexels

Foto oleh Giftpundits.com dari Pexels via https://www.pexels.com

Seringkan kita denger istilah “Bahagia itu ketika kita bisa mensyukuri apa yang kita punya”. Tapi terkadang itu sangat kontradiktif. Realitanya memang banyak sekali masalah yang sedang kita hadapi, masalah yang satu belum selesai, eh datang masalah baru. Terus gimana caranya bersyukur? Bisa kita coba dengan menuliskan hal-hal yang selama ini kita anggap sudah biasa dan anggap sepele sebagai ungkapan rasa syukur kita. 

Misalnya, “Aku bersyukur hari ini masih diberi kesehatan, masih bisa makan, masih bisa jalan, masih bisa tidur nyenyak, masih bisa belajar” dan lain sebagainya. 

Terkadang kita lupa bahwa, hal-hal kecil semacam itu juga perlu kita syukuri. Dan ketika bersyukur dengan hal-hal itu, percaya deh masalah yang kita hadapi gak sebanyak nikmat-nikmat yang selalu kita dapatkan setiap harinya. Semakin kita bisa mensyukuri nikmat-nikmat itu, Tuhan akan dengan mudahnya memberikan pertolongan kepada kita untuk menyelesaikan masalah yang menimpa kita dan sekaligus memberikan nikmatnya yang lain. 

ADVERTISEMENTS

3. Cobalah untuk menulis surat atau ucapan terima kasih kepada diri sendiri

Foto oleh John-Mark Smith dari Pexels

Foto oleh John-Mark Smith dari Pexels via https://www.pexels.com

Pernah nggak kita menulis surat untuk orang lain? Untuk pasangan atau kekasih, sahabat, atau yang lainnya? Sebagian besar dari kita pasti pernah melakukannya. Tapi kepada diri sendiri? Itu yang mungkin jarang dilakukan. Padahal itu bisa menjadi salah satu cara lho buat kita untuk bisa berkomunikasi dan mengenal diri sendiri. 

Cobalah untuk berterimakasih pada diri sendiri dengan menuliskannya atau membuat sepucuk surat untuk diri kita sendiri dimasa depan. Itu akan membuat diri kita lebih termotivasi dan semangat. 

ADVERTISEMENTS

4. Jangan terlalu banyak berpikir untuk menulis. Langsung lakukanlah!

Photo by Julia M Cameron from Pexels

Photo by Julia M Cameron from Pexels via https://www.pexels.com

Writing is about self-expression! Utarakan semua isi hati dan pikiran dalam tulisan. Tak perlu khawatir karena kamu tak perlu artikulasi tinggi. Temukan rasa nyaman, tarik napas, rileks, dan menulislah!

ADVERTISEMENTS

5. Tutup segera setelah kamu menuliskannya

Foto oleh John-Mark Smith dari Pexels

Foto oleh John-Mark Smith dari Pexels via https://www.pexels.com

Terkadang kita merasa kurang nyaman ketika membaca tulisan kita sendiri setelah kita meluapkan perasaan kita. Terkadang muncul rasa menghakimi diri sendiri, semakin merasa bersalah, merasa bahwa emosi kita tadi berlebihan, atau sebagainya.  

Maka dari itu, tidak perlu kita membaca ulang kembali tulisan kita, cukup tuliskan saja dan setelah itu tutup buku kita. Jika memang mau membaca tulisan yang sudah kita tulis sebelumnya, cari waktu dan momen yang tepat untuk kita membuka atau membacanya. Selamat menulis!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

" Menulis untuk mengekspresikan, bukan untuk membuat terkesan."

Editor

Not that millennial in digital era.