Mengenang Jasa Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional yang Mulai Dilupakan Zaman

Nama dari Tirto Adhi Soerjo (TAS) mungkin masih sangat asing di telinga banyak orang di Indonesia. Meski demikian, beliau adalah orang besar yang membawa kemajuan pada negeri ini. Dia memulai gebrakan-gebrakan baru di dunia pers nasional yang saat itu dikuasai oleh Belanda. Dengan keberaniannya dalam melawan penjajahan, TAS selalu mampu menunjukkan taringnya dari tulisan-tulisannya yang berani.

Selama hidup, TAS selalu menyuarakan keinginan rakyat Indonesia. Dia merintis sebuah surat kabar di Indonesia saat zaman kolonial Belanda. Dia seorang jurnalis kelas kakap yang melakukan banyak sekali propaganda agar rakyat Indonesia mau bangkit dan ikut berjuang dalam melawan para penjajah yang sudah menjadikan negeri ini sebagai miliknya. Dan inilah inilah jasa TAS selengkapnya.

ADVERTISEMENTS

1. Mendirikan Koran Nasional Pertama Indonesia

Mengenang Jasa Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional yang Mulai Dilupakan Zaman

Koran Nasional Pertama di Indonesia via http://dgi-indonesia.com

Di era modern seperti sekarang, kita mungkin akan mudah mendapatkan koran dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan koran online pun bisa kita baca saat melalui perangkat yang kita miliki. Keadaan ini berbeda ketika Belanda masih menguasai Indonesia. Penduduk di negeri ini dibatasi untuk bersuara, pers pun hanya muncul di sekitaran Belanda dan kalau pun bisa dibaca masyarakat isinya hanya propaganda.

Berangkat dari keadaan yang sangat miris ini, TAS mulai melakukan gebrakan baru. Setelah keluar dari STOVIA dia mendirikan beberapa koran di Bandung seperti Soenda Berita di tahun 1903-1905, Medan Prijaji dai tahun 1907, dan Putri Hindia di tahun 1908. Koran yang didirikan oleh TAS akhirnya menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan memiliki pelanggan tetap dengan jumlah ribuan.
Dari tiga koran yang akhirnya dibuat oleh TAS, Medan Prijaji dianggap sebagai koran paling berhasil. Bahkan koran ini dianggap sebagai media nasional pertama di Indonesia karena menjangkau banyak kalangan. Penggunaan Bahasa Melayu pada koran ini juga memudahkan banyak orang memahami berita yang awalnya hanya ditulis dalam Bahasa Belanda saja.

ADVERTISEMENTS

2. Menyebarkan Propaganda Melalui Pena

Mengenang Jasa Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional yang Mulai Dilupakan Zaman

Medan Priaji via http://www.boombastis.com

Melalui tulisan-tulisannya TAS menyuarakan banyak sekali permasalahan rakyat. Dia akan melakukan kritik habis-habiskan kepada pihak tertentu yang membuat rakyat jadi menderita. Dia akan langsung menyebutkan nama dan melakukan kritikan melalui media yang dibaca oleh banyak orang di kawasan Bandung kala itu. Akibatnya percekcokan kerap terjadi dan sempat membuat TAS dibuang ke 2 bulan ke Lampung.

Selain melakukan kritik pedas kepada orang tertentu. Dia juga melakukan kritik habis-habiskan kepada Belanda. Segala kebijakan yang sekiranya menyengsarakan rakyat langsung mendapatkan sorotan yang sangat tajam. Akibatnya Belanda geram dan TAS mulai mendapatkan perhatian khusus karena dianggap mampu membolak-balikkan opini masyarakat.

ADVERTISEMENTS

3. Seorang Organisatoris yang Andal

Bersamaan dengan berdirinya Medan Prijaji yang menjadi koran nasional pertama Indonesia. TAS juga mendirikan sebuah organisasi Sarekat Dagang Islam di Surakarta dengan Haji Samanhudi. Organisasi ini bergerak di biang perdagangan terutama pedagang-pedagang muslim yang ada di Indonesia untuk mampu bersaing dengan pedagang yang berasal dari kaum Tionghoa.

Seiring dengan berkembangnya waktu Serekat Dagang Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia. TAS sendiri ketua Sarekat Dagang Islam di kawasan Bogor. Sembari berdagang, TAS terus mengembangkan kemampuannya untuk menulis dan menjadikan Medan Prijaji semakin dikenal banyak sekali orang.

ADVERTISEMENTS

4. Jurnalis Paling Dibenci oleh Belanda

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tulisan-tulisan yang dibuat oleh TAS selalu membuat Belanda jadi tersulut. Kritik-kritik yang dilakukan olehnya membuat Belanda jadi berang. Bahkan ada tahun 1912 Medan Prijaji yang dijalankan oleh TAS mendapatkan delik pers dan dianggap sebagai penghina Residen Ravenswaii dan Residen Boissavain yang dituduh menghalangi Suami Kartini untuk menggantikan ayahnya.

Akibat keberaniannya ini TAS akhirnya diasingkan ke kawasan Pulau Bacan, Halmahera selama 6 bulan. Setelah menjalani hukuman pengasingan ini keadaan fisik dari TAS menurun dan membuat dia meninggal dunia pada 7 Desember 1918. Berita kematian dari TAS tidak diliput oleh pers kala itu hingga jasa-jasa TAS benar-benar dilupakan oleh banyak orang.

Demikianlah sekelumit kisah tentang Tirto Adhi Soerjo yang merupakan Bapak Pers Indonesia. Tanpa hadirnya beliau mungkin pers Indonesia tidak akan semaju sekarang.

ADVERTISEMENTS

5. Sosok Penerus Pers Indonesia

Mengenang Jasa Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional yang Mulai Dilupakan Zaman

Perintis Pers Indonesia via http://www.detik.com

Setelah nama Tirto, pada kisaran awal abad 20, kita dapati nama-nama seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo (dengan terbitan Retno Doemilah, 1900), Abdul Rivai (Bintang Hindia, 1901), Marthodharsono (Djawi Hiswara, 1909), Dja Endar Moeda (Pewarta Del, 1910), Datoek Soetan Maharadja (Oetoesan Melajoe, 1911), Douwes Dekker (De Expres, 1912), HOS Tjokroaminoto (Oetoesan Hindia, 1912), Siti Roehana Koeddoes (Soenting Melajoe, 1912), Tjipto Mangoenkoesoemo (Panggugah, 1919), Mas Marco Kartodikromo (Dunia Bergerak, 1914), Hadji Misbah (Medan Moeslimin, 1915), Ahmad Dahlan (Soewara Moehammadijah, 1915), Semaoen (Sinar Djawa, 1917), hingga Haji Agus Salim (Hindia Baroe, 1925).

Sosok-sosok tersebut boleh jadi mewakili garis perjuangan dan ideologi yang berbeda-beda, namun penting untuk dicatat, semuanya percaya bahwa media cetak adalah arena paling ideal untuk menyebarkan gagasan dan berdialektika. Seringkali terjadi ketegangan yang serius di antara mereka. Persoalan politik adalah sumbunya. Jika dipandang secara dialektis, maka ketegangan antara tokoh-tokoh tersebut adalah polemik intelektual yang bermutu tinggi. Perseteruan memang terkesan negatif, namun justru disitulah sintesis bernama nasionalisme mendapat pasokan bahan bakar yang paling utama.

Tak pelak, daya dobrak luar biasa yang dimiliki media ini dipahami dan dimanfaatkan betul oleh tokoh-tokoh nasional berikutnya. Kita tahu belaka, bahwa Soekarno dan Hatta sangat giat menulis di koran. Tulisan-tulisan mereka tak hanya mencerahkan nalar, tapi juga membakar semangat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Betwin303 adalah Agen Sbobet terpercaya dan Bandar Taruhan Judi Bola Online Indonesia, permainan SBOBET, MAXBET, CMDBET, SBOBET CASINO, TOGEL, SABUNG AYAM, POKER ONLINE.